Drone Bersenjata Diperbarui, Ahli Senjata Khawatir Konflik Global

13 Juni 2020, 15:15 WIB
ILUSTRASI drone.* /Pixabay/

RINGTIMES BANYUWANGI - Pejabat Eksekutif Industri Pertahanan Amerika Serikat mengatakan bahwa Presiden AS Donald Trump berencana menafsirkan kembali perjanjian senjata yang terakhir kali diperbarui pada era Perang Dingin bersama 34 negara yang bertujuan untuk memungkinkan para kontraktor pertahanan AS agar lebih banyak menjual drone buatan Negeri Paman Sam ke berbagai negara.

Perubahan kebijakan sebelumnya, dapat membuka penjualan drone bersenjata AS kepada pemerintah yang kurang stabil di antaranya Yordania dan Uni Emirat Arab (UAE), yang di masa lalu dilarang membelinya di bawah Missile Technology Contro Regime (MTCR).

Dilansir Reuters oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com, Heidi Grant Direktur Administrasi Teknologi Keamanan Pertahanan Pentagon menolak memberikan komentar atas perubahan kebijakan MTCR yang tertunda.

Baca Juga: Inilah Pendapat Ustadz Abdul Somad Tentang Ustadz yang Berpoligami

Akan tetapi, ia mengatakan militer AS ingin melihat penjualan drone tersebut lebih diperluas ke banyak negara. Penjualan tersebut disebutnya akan meningkatkan militer sekutu dan menggantikan penjualan drone dari negara lain.

"Jika kita tidak dapat memenuhi permintaan yang terus meningkat ini, maka itu akan menembak diri kita sendiri," kata Heidi Grant.

Dikatakan dia, bahwa drone akan membantu sekutu memerangi terorisme dan membangun kontrol perbatasan serta umumnya membantu menghentikan ancaman sebelum mereka mencapai AS.

Baca Juga: Berikut adalah 5 Tips Agar Akun WhatsApp Tidak Dibobol Hacker

Berita ini sebelumnya telah terbit di pikiran rakyat bekasi.com dengan judul Kebijakan Drone Bersenjata Resmi Diperbarui, Ahli Senjata Khawatirkan Konflik Global Akan Meningkat

Heidi Grant menolak menyebutkan nama negara-negara tertentu yang menurut Pentagon harus mendapatkan lebih banyak persenjataan buatan AS.

Penolakan memberikan komentar perihal perubahan kebijakan tersebut pun dilakukan oleh Departemen Luar Negeri AS dan pihak Gedung Putih.

Pada bulan Mei, badan-badan AS termasuk Departemen Perdagangan, Energi, Keadilan, dan Keamanan Dalam Negeri menyetujui perubahan kebijakan tersebut.

Baca Juga: Memanas, Stefani Liviu: Rubennya Meminta Kita Ngasih 50 Persen

Departemen Luar Negeri AS pun diharapkan untuk menyetujui penjualan drone partama di bawah interpretasi baru segera setelah musim panas ini.

Perubahan dijadwalkan untuk ditinjau oleh Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih pada pertemuan 16 Juni, kata salah satu eksekutif dan mantan pejabat AS, dengan pengetahuan tentang diskusi kebijakan internal.

Dewan itu diharapkan mendukung perubahan kebijakan dan mendiskusikan kemungkinan pengumuman Gedung Putih, kata mereka.

Baca Juga: Berikut 2 Cara Membuat Pisang agar Cepat Matang Hanya 15 Menit

Rachel Stohl, seorang ahli senjata di Stimson Center di Washington menanggapi jika peningkatan penjualan drone bersenjata terjadi, hal itu akan meningkatkan ancaman konflik global.

"Begitu mereka meninggalkan kontrol AS, kami kehilangan kemampuan untuk memengaruhi cara dan di mana mereka digunakan," ucapnya.(Ramadhan Dwi Waluya).

Editor: Galih Ferdiansyah

Sumber: Pikiran Rakyat Bekasi

Tags

Terkini

Terpopuler