Hendaklah apa yang diinfakkan oleh kita adalah hal-hal yang berkualitas bagus dan baik.
Cari makanan yang baik. Mengapa? Mari kita lihat surat kedua kembali pada ayat 227 sebagai berikut.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّآ اَخْرَجْنَا لَكُمْ مِّنَ الْاَرْضِ ۗ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيْثَ مِنْهُ تُنْفِقُوْنَ وَلَسْتُمْ بِاٰخِذِيْهِ اِلَّآ اَنْ تُغْمِضُوْا فِيْهِ ۗ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ حَمِيْدٌ ٢٦٧
Wahai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu infakkan, padahal kamu tidak mau mengambilnya, kecuali dengan memicingkan mata (enggan) terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.
Baca Juga: Keutamaan Doa Minum Susu Putih di Awal Tahun Hijriyah 1 Muharram
Kalau sekiranya sudah berkualitas baik, maka yang pertama yang harus kita lihat adalah mengenai ungkapan ‘birul walidain’ yaitu berbakti kepada orangtua.
Orang tua kandung, maka saat masih hidup muliakanlah hidupnya. Muliakalah mereka, lakukan semampumu.
Seperti hanya mampu memberikannya pulsa, belikan semampumu. Jika mampu mewujudkan keinginannya maupun hanya sekedar hal sepele, Allah akan catat amal kebaikan itu.
Kemudian setelah kedua orang tua, orang yang berhak mendapatkan infakmu adalah kerabat terdekat.