Di sini Letak Kedhaton Wetan

- 9 Februari 2020, 01:35 WIB
EKSPRESI Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Taman Nasional Baluran, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu, 31 Juli 2019. Selain ramai dikunjungi wisatawan, Taman Nasional Baluran tersebut juga dimanfaatkan untuk penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan.*/ANTARA
EKSPRESI Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Taman Nasional Baluran, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu, 31 Juli 2019. Selain ramai dikunjungi wisatawan, Taman Nasional Baluran tersebut juga dimanfaatkan untuk penelitian, ilmu pengetahuan dan pendidikan.*/ANTARA /

Oleh: Mas Aji Wirabhumi

Ketika kita membaca sejarah masa akhir Kerajaan Majapahit, banyak yang menyebut bahwa runtuhnya Majapahit berawal dari konflik Paregrek antara Kedhaton Kulon dengan Kedhaton Wetan. Dimana Kedhaton Wetan selalu diidentikkan dengan Blambangan sehingga muncul kesan bahwa Blambangan adalah penyebab awal runtuhnya Majapahit.

Kabar tentang adanya Kedhaton Wetan bersumber dari catatan Dinasti Ming. Dalam catatan itu disebutkan pada tahun 1377 Masehi terdapat dua kerajaan merdeka di Jawa yang mengirim utusan ke China.

Dua utusan tersebut adalah utusan dari Raja Wu-La-Pu-Wu (ejaan Bahasa Cina, Red) yang oleh para sejarawan diartikan sebagai sebutan untuk Hayam Wuruk, dan satu lagi adalah utusan dari raja Lao-Wang-Chieh yang oleh para sejarawan diartikan sebagai Bhre Wengker.

Dalam catatan sejarah, Bhre Wengker yang bernama Wijayarajasa Dyah Kudamerta adalah mertua Hayam Wuruk. Dia adalah seorang raja yang memerintah sejaman dengan menantunya itu.

Baca Juga: Melihat Pasar Inovasi PKBM di Banyuwangi

Dalam catatan China yang diterjemahkan oleh W.P. Groneveld, disebutkan bahwa Kaisar Ch’eng-tsu (bertahta tahun 1403) mengadakan hubungan diplomatik dengan Jawa dan mengirim utusan ke raja bagian barat, Tu-Ma-Pan, dan kepada raja bagian timur, Put-Ling-Ta-Ha.

Sejarawan Hasan Djafar memaknai catatan tersebut sebagai bukti adanya perseteruan antara Wikramawardhana dengan Bhre Wirabhumi. Wikramawardhana di Tu-Ma-Pan dianggap sebegai penerus dari Wu-La-Pu-Wu, sedangkan Bhre Wirabhumi di Put-Ling-Ta-Ha dianggap sebagai penerus dari Lao-Wang-Chieh.

Catatan China tersebut oleh para sejarawan Indonesia dicarikan referensi pembanding dari sumber-sumber lokal hingga ditemukanlah catatan dalam Pararaton; “Tumuli hana Gunung nyar i saka Naga Lengkarnaning Wong (1298 S/1376M).”

Halaman:

Editor: Dian Effendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x