Risiko Sunat pada Perempuan Secara Medis, Salah Satunya Sebabkan Tak Bisa Orgasme

12 Februari 2021, 20:45 WIB
Ilustrasi/Risiko sunat bagi perempuan. /pixabay/darksouls1

RINGTIMES BANYUWANGI – Sunat atau biasa disebut sirkumsisi dalam istilah medis diketahui tidak hanya dilakukan oleh seorang laki-laki. Namun seorang bayi perempuan pun juga kerap disunat sebagai tuntutan budaya atau agama tertentu.

Sunat pada pria diketahui dilakukan dengan cara membuang sebagian kulit penutup depan dari penis atau biasa dikenal sebagai prepusium.

Hal tersebut dilakukan untuk banyak manfaat dari segi kesehatan, seperti menjaga kebersihan, menghindari infeksi saluran kemih, serta berguna mencegah penyakit menular seksual.

Baca Juga: ShopeePay dan Kitabisa.com Berbagi Kebahagiaan di Bulan Kasih Sayang Melalui Gerobak Usaha

Namun bagi seorang perempuan yang biasanya dilakukan ketika masih bayi, sunat atau sirkumsisi ternyata tidak direkomendasikan.

Bagi seorang perempuan sunat biasanya dilakukan dengan cara memotong atau melukai sedikit kulit penutup klitoris alias prepusium.

Hal yang membuat sunat pada seorang bayi perempuan ini tidak direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) adalah karena secara anatomis tidak semua anak perempuan memiliki prepusium yang menutupi klioris maupun saluran kemih.

Tidak keluarnya rekomendasi dari IDAI tersebut juga sejalan dengan keluarnya Permenkes No. 6 tahun 2014 yang ditujukan untuk mencabut dan menyebabkan tidak berlakunya Permenkes No. 1636/Menkes/PER/XI/2010.

Baca Juga: 5 Hal Haram yang Tidak Boleh Dilakukan Perempuan Usai Berhubungan Seks

Diketahui, di Indonesia pada tahun 2010 sempat mengeluarkan Permenkes No. 1636/Menkes/PER/XI/2010 mengenai Sunat Perempuan.

Permenkes tersebut berisi tentang panduan mengenai prosedur pelaksanaan sunat perempuan dalam dunia medis.

Di negara lain, ambil contoh di Afrika, tindakan sunat atau biasa juga disebut Female Genital Mutilation ini dilakukan sebagai bentuk kepatuhan terhadap budaya lokal, dan tanpa indikasi medis.

WHO sebagai badan kesehatan dunia memberikan klarifikasi terkait Female Genital Mutilation yaitu mulai dari melukai, menusuk, menggores, atau membuang sebagian bahkan seluruh klitoris.

Baca Juga: 5 Kebiasaan Perempuan yang Bikin Lebih Cepat Tua hingga Kanker Lambung

Berpotensi Mengancam Nyawa

WHO bersama dengan Persatuan Dokter Obstetri dan Ginekologi Dunia juga menolak seluruh FMG atau sunat pada perempuan ini, lantaran menganggap tindakan tersebut sebagai tindakan medis yang tidak diperlukan.

Selain itu hal ini juga memiliki risiko komplikasi yang tinggi serta berpotensi mengancam nyawa seseorang.

Dianggap mengancam nyawa karena di daerah kemaluan diketahui memiliki banyak jaringan pembuluh darah, sehingga tindakan FMG atau sunat pada perempuan akan meningkatkan risiko pendarahan hebat yang berpotensi mengancam nyawa seseorang.

Tidak Bisa Orgasme

Selain risiko tersebut, seorang perempuan yang harus disunat khususnya seperti orang-orang Afrika yang harus menghilangkan seluruh klitorisnya berpotensi tidak dapat merasakan lagi kenikmatan dalam melakukan hubungan seksual, alias tak bisa orgasme.***

 

 

Editor: Shofia Munawaroh

Sumber: IDAI

Tags

Terkini

Terpopuler