Temukan 42 Kasus, Kebumen Darurat Demam Berdarah

10 Februari 2020, 12:23 WIB
ILUSTRASI. Seorang anak yang terjangkit DBD diperiksa petugas medis Puskesmas Limbangan.* /AEP HENDY S/KP/

RINGTIMES – Dunia masih dipusingkan dengan virus corona yang penyebarannya sudah ada di 26 negara. Dengan angka kematian lebih tinggi dibandingkan dengan angka kematian SARS belasan tahun lalu.

Namun, lain hal dengan masyarakat Kebumen, Jawa Tengah yang saat ini justru tengah dihadapkan dengan ancaman DBD (Demam Berdarah). Disebabkan oleh virus Dengue yang masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictu.

Wakil Bupati Kebumen, H Arif Sugiyanto SH, mengajak masyarakat secara masif melakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN).

Baca Juga: Penahanan PSK Online yang digerebek Bersama Andre Rosadie Ditangguhkan

Menurut H Arif, penyakit DBD ini sudah menyebar ke seluruh wilayah Kabupaten Kebumen. Hingga minggu kelima 2020 telah ditemukan 42 kasus.

Diperkirakan jumlah ini akan terus bertambah jika tidak ada langkah-langkah pencegahan, mengingat sejumlah kecamatan di wilayah tersebut merupakan daerah endemik.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Dinas Kesehatan dr HA Dwi Budi Satrio, menyebut DBD menjadi salah satu permasalahan kesehatan masyarakat Kebumen.

"Jumlah kasusnya mengalami kecenderungan terjadu peningkatan dan penyebarannyapun bertambah luas.

"Pada 2019 terjadi 259 kasus dan 3 orang meninggal. Tahun ini tercacat telah terjadi 42 kasus, merupakan angka yang tinggi" terangnya.

Lebih lanjut Wabup Arif mengatakan "Melihat data kasus DBD yang demikian tinggi, tentu menumbuhkan keprihatinan kita. Sudah seharusnya kita lebih peduli dengan kondisi ini."

Baca Juga: Berat Badan Menurun? Kenali Gejala Diabetes

Berdasarkan data dinas kesehatan setempat, pada 2016 jumlah DBD mencapai 482 kasus.

Pada 2017 terdapat 58 kasus dengan satu orang meninggal dunia, sedangkan tahun 2018, kasus DBD hanya 28 kasus.

Lonjakan kasus DBD dipengaruhi oleh beberapa faktor, karena cuaca dan perilaku masyarakat. Musim penghujan yang diselingi kemarau memungkinkan banyak terjadi genangan air yang dapat menjadi sarang nyamuk.

Budi menambahkan, pengendalian penyakit DBD setidaknya dilaksanakan dengan tiga jenis metode. Pertama menjaga kesehatan lingkungan dengan meminimalisasi tempat-tempat yang dapat digunakan untuk sarang nyamuk.

Metode biologis dilaksanakan dengan menggunakan ikan pemakan jentik nyamuk. Sedangkan metode kimia yakni pengasapan/fogging maupun memberikan bubuk Abate.

Baca Juga: Komnas HAM: Negara Jangan Terjebak Pro-Kontra Kepulangan Eks ISIS

“Pemberantasan sarang nyamuk dapat dilaksanakan dengan menutup penampungan air, menguras bak mandi dan menimbun barang bekas yang dapat menampung air," tegasnya.

Masyarakat juga perlu mengetahui gejala DBD. Beberapa tanda dintaranya demam tinggi mencapai 38 - 40 derajat celsius pada hari pertama. Setelah itu pada hari ketiga dan keempat, demam turun yang seolah-olah sembuh padahal ini fase kritis.

Di hari kelima hingga ketujuh, demam mulai naik kembali untuk fase penyembuhan.

"Tindakan yang dapat dilakukan yaitu memberi minum sebanyak mungkin, beri obat penurun panas, dibawa ke puskesmas atau rumah sakit," paparnya.

"Oleh karena mari bersama-sama melaksanakan pencegahan dengan menjaga kesehatan lingkungan dan diri," terang Budi. (NRP/DEF)

 

Editor: Dian Effendi

Tags

Terkini

Terpopuler