Utang Menginjak Rp10 Ribu Triliun, Jokowi Disebut Raja Utang

- 24 Maret 2021, 20:15 WIB
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). /Instagram @jokowi/

RINGTIMES BANYUWANGI – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sedang menjadi perbincangan dikalangan Ekonom karena dirinya disebut bisa mewariskan utang hingga capai Rp10 Ribu Triliun.

Utang dalam jumlah yang amat besar itu disebutkan berasal dari utang pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang digadang bisa mencapai puluhan ribu Triliun.

Hal itu diungkap oleh Ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J. Rachbini pada sebuah diskusi bertajuk Kinerja BUMN dan Tumpukan Utang, Rabu, 24 Maret 2021.

Hingga bulan Februari 2021, utang pemerintah kini telah mencapai Rp6.361 Triliun, selain itu utang untuk BUMN sendiri sudah menembus pada jumlah Rp2.140 Triliun per kuartal III tahun 2020 lalu.

Baca Juga: Ditagih Utang Rp4 Juta, Murka Paman Nadya Arifta: Ambil di Keset Kaki Gue!

Utang perusahaan pelat merah itu terdiri dari utang BUMN non keuangan sebesar Rp1.141 triliun dan BUMN keuangan Rp999 triliun.

Artikel ini sudah diterbitkan sebelumnya di Galamedia.pikiran-rakyat.com dengan judul Jokowi Wariskan Utang Rp10 Ribu Triliun, Ekonom Senior Indef: Saya Sebutnya Penguasa Raja Utang,

Maka saat ini total untuk utang pemerintah ada pada jumlah Rp8.501 Triliun.

"Ini belum selesai pemerintahannya, kalau sudah selesai diperkirakan menjadi Rp10 ribu triliun utang di APBN," ujarnya

Dijelaskan Rachbini jika utang pada era kepemimpinan presiden Jokowi bertambah sangat pesat.

Akhir pemerintahan SBY kala itu, utang pemerintah tercatat pada angka Rp2.700 Triliun serta utang untuk BUMN Rp500 Triliun.

Baca Juga: Resmi Dilaporkan, Ini Isi Surat Permohonan Maaf BWF pada Jokowi Soal Insiden All England 2021

Selain itu, total utang sebesar Rp8.500 triliun itu, lanjutnya, belum memasukkan komponen utang swasta yang diprediksi tidak kalah besarnya.

"Jadi, ini rezim utang yang kuat sekarang, saya sebutnya penguasa raja utang," tuturnya.

Selain itu Didik menyebut DPR berperan sangat lemah untuk menyusun anggaran negara.

Hal itu menyebabkan utang melonjak drastis dan lepas dari kontrol anggota dewan.

Menurutnya, para wakil rakyat itu kini sudah tidak lagi berkutik.

"DPR sudah lemah seperti masa orde baru," tuturnya.

Dijelaskan jika naiknya utang perusahaan pelat merah itu tak sebanding dengan pemasukan pada negara yang cenderung kecil.

Baca Juga: Pulang Pergi Kantor Bawa Beras, Aksi Gibran Disebut Mirip Jokowi: Buah Tidak Jatuh dari Pohonnya

Berdasarkan data Kementerian Keuangan yang dihimpun Indef, tercatat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas laba BUMN 10 terbesar mayoritas berasal dari PT BRI (Persero) Tbk yang diperkirakan sebesar Rp11,8 triliun di 2020 lalu.

Lalu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk sebesar Rp9,9 triliun, PT Pertamina (Persero) Rp8,5 triliun, PT Telkom (Persero) Tbk Rp8 triliun, dan PT BNI (Persero) Tbk Rp2,3 triliun, serta utang diluar BUMN lainnya.

"Sudah utang banyak, menyusu pada APBN, setoran kepada APBN sangat kecil, yang paling besar Rp11 triliun dari BRI, sisanya cuma Rp100 miliar-Rp200 miliar, yang rugi banyak jadi beban negara. Jadi BUMN ini menjadi kelas berat sekarang," ungkapnya.***(Dicky Aditya/Galamedia PRMN)

Editor: Indah Permata Hati

Sumber: Galamedia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah