Umat Islam Tak Boleh Amini Doa Non-Muslim, Cholil Nafis: Toleransi Sering Melebur

- 14 April 2021, 16:30 WIB
Cholil Nafis menyayangkan toleransi agama yang sering melebur dan justru bukan berdampingan.
Cholil Nafis menyayangkan toleransi agama yang sering melebur dan justru bukan berdampingan. /ANTARA/HO-MUI

RINGTIMES BANYUWANGI – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyayangkan banyak masyarakat Indonesia yang kerap menilai toleransi khususnya dalam keagamaan yang diartikan salah.

Kesalahan memahami toleransi disebut akan berbahaya bagi masyarakt Indonesia yang memiliki banyak entitas agama.

Hal itu disampaikan Cholil Nafis dalam kanal Youtubenya yakni Cholil Nafis Official pada 10 April 2021.

Dalam video dakwahnya tersebut, Cholil Nafis sangat menyayangkan pemahaman sebagian masyarakat Indonesia mengenai toleransi agama yang justru salah.

Baca Juga: Asmaul Husna, Makna Al-Mughni, Al Ghaniyyu, Al Alim, dan Al Afuwwu

“Kita akan berdoa sesuai dengan Tuhannya masing-masing, jangan doa pada Tuhan orang lain, doa untuk kita kepada Allah,” kata Cholil Nafis sebagaimana dikutip Ringtimesbanyuwangi.com dari kanal Youtube Cholil Nafis Official pada 14 April 2021.

Cholil Nafis juga menegaskan jika doa kepada Tuhan lain tersebut justru merupakan doa yang syirik, karena menyekutukan Allah. Namun menurutnya, umat Islam tak perlu melarang doa bagi orang yang memiliki keyakinan berbeda.

“Tapi kita mau melarang orang lain mau mengamini kita, tapi kita juga nggak mau mengamini doa yang bebeda iman, ayo kita doa kepada Tuhan masing-masing,” katanya melanjutkan.

Menurutnya, banyak masyarakat yang memandang toleransi bagaikan jus yang melebur. Pemahaman mengenai toleransi agama yang melebur itu justru salah.

Baca Juga: Isu Kader Partai Islam Terseret Dugaan Korupsi, Cholil Nafis: Diusut!

“Berdampingan tidak dijadikan jus, dicampur, melebur, ya nggak boleh, kita ini agama berlandas Ketuhanan Yang Maha Esa,” katanya.

CHolil Nafis menjabarkan mengenai Kebhinekaan yang dianut oleh Indonesia.

“Itu namanya Bhineka, kalau dicampur itu tidak lagi Bhineka, aneka ragam itu kan ketika dalam keadaan entitas masing-masing, tapi kalau dijadikan jus apa itu bisa dikatakan Bhinekka, kan enggak,” jelasnya.

“Banyak ornag yang memahami toleransi itu kayak jus, dilebur semua, agama dilebur, nggak usah pakai atribut agama, itu dilebur. Itu bukan Bhinekka, itu jusnikka,” pungkasnya.

Bhinekka disebutkan sebagai hidup berdampingan dengan entitas masing-masing, bukan justru melebur.

Baca Juga: 17 Amalan Sunnah di Bulan Ramadhan yang Bisa Memperbanyak Pahala Anda

“Yang namanya Bhineka itu masing-masing entitasnya, tapi tak boleh menganggu  tak boleh merendahkan, tak boleh mengalangi, tak boleh menghambat,” katanya.

Kemudian ia juga mencontohkan situasi doa dengan entitas agama yang berbeda dalam suatu tempat.

 

“Yang beragama Islam, mari kita mengamini doa yang saya pimpin, yang lain silahkan berdoa menurut keyakinannya masing-masing, ditempat yang sama. Kami tidak minta mereka mengaminkan doa saya..jangan saling senggol, jangan saling mencela, kita hargai masing-masing,” katanya.

“Itu berarti entitas kita beda-beda tapi didalam satu negara yakni Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia, begitu,” pungkasnya.***

Editor: Indah Permata Hati


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x