RINGTIMES BANYUWANGI – Puisi adalah karya sastra yang sangat disukai banyak orang.
Berikut karya sastra puisi dan biodata seorang penulis asal Lampung yang tim Ringtimesbanyuwangi.com dapat dari via telpon Whatsapp pada Selasa, 9 Maret 2021.
Tuah Subing nama pena dari seorang penulis yang berkecimpung dikarya sastra puisi. Nama asli Mujaddid Subing, lahir di Lampung Tengah, 25 Juni 1992.
Tuah Subing mulai menyukai karya sastra dalam bentuk puisi pada saat menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Dua tokoh penyair ternama yang memulai minatnya berpuisi yaitu, Jalaluddin Rumi dan Khalil Gibran. Tuah Subing mulai belajar menulis puisi pada tahun 2018.
Baca Juga: Puisi Ingin Kusekap Amarah Itu oleh Tuah Subing
Saat ini beberapa karyanya telah dimuat pada buku Antologi Ruang Hening bersama kawan-kawannya. Berikut karya sastra puisi yang Tuah Subing kirim via Whatsapp ke tim Ringtimesbanyuwangi.com:
Adakah Duka Mendalam Selain
Pengangguran di Bumi Ghayo Ini?
Oleh: Tuah Subing
I
Tepat di bilik ini, aku berkehendak
dana kampanye dapat menopang
kelalaian aparatur-aparatur yang lupa
bagaimana mengayomi masyarakat
Sebagaimana ibu kepada anak
yang mengajari mengenakan pakaian
merek eksklusif dan berkhotbah di atas
mimbar-mimbar sampai berbusa-busa
II
Setelah Pemilihan Kepala Daerah usai
Kabupaten ini tetap sesenyap batu-batu
tak saling pandang, tak saling tegur
sambil menahan laju umpat-umpatan
Di sosial media; kami meracau layaknya
pemabuk, sedang cacing keremi melilit
anak-anak begitu ganasnya sehingga
kepala lebih besar daripada tubuh
Baca Juga: Puisi Kami Muak dan Bosan Karya Taufik Ismail
III
Abu Bakar Subing (Rajo Puset Mergo):
kau lahir pada masa tugu-tugu menjadi
jargon pembangunan dan sebagai
tanda-tanda kemajuan daerah yang tertinggal
O, Nakenda kelak kau mengerti
mengapa Penyimbang beranjak dari
Sessat Agung menuju Gedung DPRD
membawa Upih beserta Sesako
Karena disana ada pembagian proyek
pembenahan dan sahut-sahut dengkuran
pengganti Tabuhan Canang, Sirih Pinang,
Panggeh Kebuwayan, Tariyan Kebandaran
IV
Dan kini para remaja kerap kebingungan
ketika bersua pada penolakan-penolakan
'tuk menjadi buruh harian, sepeninggalan
mengenyam pendidikan di sekolahan
Diam, mematung satu-satunya pilihan
lalu menjelma menhir–dolmen di Situs Megalitikum,
sepanjang Way Abung yang
tak terlihat sebagai tanda peradaban
Baca Juga: Puisi Taufik Ismail Untuk Palestina
V
Sebuah tanya terbesit: “Adakah duka
mendalam selain pengangguran
di Bumi Ghayo ini?” dan kepada engkau
yang menangis karena Eros; kemarilah
Kita berhimpun sembari menata cita
bersama; bagi seluruh anak cucu yang
tertindas neokolonialisme atas nama
transmigrasi di Bumi Jurai Siwo.
Lampung, 2021
Catatan :
Bumi Ghayo: Bumi Kaya
Rajo Puset Mergo: nama adat ponakan penulis (Juluk)
Nakenda : Keponakan tersayang
Penyimbang: Tokoh Adat/Dewan Adat
Sessat Agung: Balai Adat yang Agung
Upih dan Sesako : Tempat duduk dan Sandaran seorang tokoh adat yang disebut Peppadun
Tabuhan Canang: Ketukan Gong Kecil mengiringi pemuka adat bersyair disaat terjeda
Sirih Pinang: Syair yang dibacakan ketika upacara adat
Panggeh Kebuwayan: Syair kebesaran keturunan bangsawan
Tariyan Kebandaran: Tarian persaudara yang dimiliki empat kampung (Bandar Surobayo, Bandar Buyut, Bandar Mataram, Bandar Terbanggei)
Way Abung: Salah satu sungai di Provinsi Lampung
Eros: Cinta dan Birahi
Bumi Jurai Siwo: Slogan Kabupaten Lampung Tengah.
Baca Juga: Puisi Zhafir Khairan Akalanka Berjudul IMITASI, Syair Kebangkitan
Tempatmu Berpulang
Oleh : Tuah Subing
Kau tumbuh besar
menjadi penyair, buruh, pengangguran,
filsuf, pengemis, penjual, petani, pelaut,
polisi, pengamen, artis, budayawan,
dan menjadi apa pun yang kau benci
Meski kau keruk, kau rampas, kau hina
demi perutmu serupa karet itu
tetap ia memberi cinta tanpa jeda
melebihi sesuatu yang ada di kepalamu
Tidak seperti film Hollywood, Bollywood,
Drama Korea yang kau tonton di youtube,
acap kali terjeda karena iklan tak terskip olehmu
Tidak pula seperti kisah Qais-Layla,
Romeo-Juliet, Zainudin-Hayati, Julio Ceasar-Cleopatra, Ken Arok-Ken Dedes, John Lennon-Yoko Ono atau kau dan aku yang berakhir karena ketiadaan
Dahulu William Marsden, Friedrich Wilhelm Funke, Hilman Hadikusuma dan banyak lagi peneliti; pernah mengemas dalam kajian ilmiahnya
Baca Juga: Kumpulan Puisi Karya Taufiq Ismail yang Melegenda
Tetapi mengapa kau enggan membaca,
apalagi menumpahkan tinta di kanvas peradaban adalah kemustahilan
Memilih menyumbat telinga dengan
instrumen hedonisme,
bahkan mendengar keluh kesah sosial
adalah kebisingan
Kau yang lata seharusnya tersadar
akan apa-apa pada tempatmu berpulang
sebagai anak kepada ibunya
Jangan tunggu bumimu yang agung
memuntahkan serpihan luka
sampai kau terlunta-lunta tak diterima.
Lampung, 2021
Seharusnya Aku Tak Berhenti Membaca
Oleh: Tuah Subing
Di bilik yang berserakan. Aku berhenti membaca, sembari mendengar nyanyian langit menyentuh bumi. Sesekali, terdengar aspal mendesah karena kecupan dua roda milik seorang buruh.
Baca Juga: Kumpulan Puisi Tentang Guru Paling Menyentuh Hati, Cocok Untuk Memperingati Hari Guru Nasional
Jarum jam terus berputar, tetapi angan tetap pada awang-awang. Bergelut tentang sultan tv swasta, roda empat yang mewah, dan lahan yang luas.
"Bagaimana segalanya turba? sedang aku berhenti membaca," gerutuku.
Setangkup pengetahuan adalah satu-satunya senjata melawan kebuasan bencana. "Aih, apakah ini cukup?" tanyaku.
Sesaat, setelah percakapan dengan diri sendiri. Aku melihat kepulan asap berada di kepala ibu-ibu yang tengah menggali kuburannya.
Aku bertanya tapi pertanyaanku diadang air mata yang memata-mataiku.
Aku muak tapi muakku meledak dalam diri sendiri.
Aku diam tapi diamku semakin lata.
Baca Juga: Jadwal TVRI Belajar dari Rumah Hari Ini, Rabu 18 November 2020, Ada Bahas Puisi dan Prosa
"Seharusnya aku tak berhenti membaca," sesalku.
Lampung, 2021
Itu tadi karya dan biodata singkat dari seorang penulis puisi asal Lampung.***