Segores luka

- 1 Januari 1970, 07:00 WIB
ILUSTRASI wanita yang tengah sendirian.*
ILUSTRASI wanita yang tengah sendirian.* /PEXEL

          Suasana kelas yang begitu bising membuat moodku menjadi hancur. Teman sekelasku membuat kebisingan dengan memukul-mukul meja untuk dijadikan alat musik dan kemudian mereka bernyanyi dengan sangat kencang, kebetulan jam pertama ini kosong karena guru sedang ada rapat. Tak lama kemudian bel istirahat berbunyi, saat aku hendak keluar kelas, aku melihat seorang cowok yang sama sekali belum pernah aku lihat sebeumnya sedang berjalan bersama temanku Fahri.

“Hai, Feb!” Sapa temanku yang bisa disebut sahabtaku, karena dia selalu ada saat aku membutuhkannya, sayang sekali aku dan dia beda kelas.    Akumenyapa Fahri kembali sambil pandanganku tertuju pada cowok yang berjalan bersamanya. Aku sangat tertarik dengan gayanya yang sangat cool dan manly. Aku terus memikirkan tentang siapa sebenarnya cowok itu, kenapa dia bersama Fahri, yang aku tahu Fahri tidak pernah terlihat berjalan bersamanya, ini pertama kalinya. Bel masuk pun berbunyi, selang beberapa menit dan pengumuman yang menyusul bahwa semua siswa diharap untuk belajar dirumah karena guru ada kepentingan. Aku bergegas pulang ke rumah, sesampainya dirumah aku langsung meraih handphone dari saku seragamku dan langsung mengirim pesan pada Fahri. Tak lama kemudian handphoneku berdering dan ternyata Fahri menelfonku.

“Hallo,Bii”

“Ah,iya Rii, ada apa tumben telfon?” tanyaku penasaran

“Lah, kamu kenapa tiba-tiba nanyain tentang Roy kepadaku?”

“Oh, jadi namanya Roy, emmm.. btw dia anak mana?”

“Dia kan yang tinggal deket rumah aku, dia juga teman dekatku, kenapa? Kamu suka?” Fahri bertanya dengan nada yang sedikit kesal.

“Dia teman dekatmu? Kenapa aku baru tahu?” Tanyaku penasaran, karna selama ini aku tidak pernah melihatnya meskipun aku sering datang kerumah Fahri.

“Ya dia jarang keluar rumah, udah dulu ya Bii, aku tutup telfonnya” tiba-tiba Fahri menutup telfonnya.

“Eh tunggu Rii, Fahrii” Yah padahal aku mau tanya tentang dia lebih banyak.

Keesokan harinya, aku mulai menjalankan aktivitasku lagi sebagai pelajar yaitu sekolah. Saat akan masuk kelas,pandanganku pun langsung tertuju pada Roy yang berada di depan kelas, dan beruntungnya Roy juga memandangku dan tersenyum padaku. Aku tersipu malu dan menjadi salah tingkah, aku pun bergegas mauk kelas karena mungkin saat ini wajahku sedang merah merona seperti terbakar. Setelah jam pelajaran usai, Fahri menghampiriku ke kelas, dia menanyakan padaku apa boleh dia memberikan nomorku pada Roy. Spontan aku langsung mengizinkannya, dan Fahri terlihat sangat bingung dan agak kesal.

“Tumben kamu ngasih nomor kamu ke cowok, biasanya susah bener kalo dimintain” Tanya Fahri penasaran.

“Ya kenapa, kan itu hak aku, lagipula aku juga udah ga perlu lagi nutup hati buat cowok lagi” Aku menjawab dengan sedikit salah tingkah.

Tak lama kemudian bel masuk berbunyi dan Fahri kemudian pergi ke kelasnya. Aku mengikuti pelajaran sampai akhirnya bel pulang pun berbunyi. Aku bergegas pulang, setibanya dirumah saat aku hendak berganti baju, Handphoneku berbunyi dan muncul nomor tak dikenal menelfonku.

“Hallo, dengan Febii?” Suara cowok terdengar ditelingaku.

“Iya, siapa ya?” Tanyaku penasaran.

“Aku Roy, emm aku ingin berkenalan denganmu, dan kuharap kita bisa berteman seperti kau dan Fahri.” Apa? Roy nelfon aku dan ingin berkenalan, Ya Tuhan mimpi apa aku semalam.

Aku bingung harus menjawab apa pada Roy karena jantungku berdegup sangat kencang. Kami mengbrol kurang lebih setengah jam karna menurutku Roy itu pandai berteman. Dua minggu kami menjalin kedekatan sebagai teman,kita sering keluar bareng dan nonton bareng, sampai akhirnya aku memiliki rasa untuknya, aku tak tahu apakah dia juga punya rasa yang sama denganku.

Pada suatu hari dia datang ke kelasku dan dia membawa seikat bunga,  jantungku berdetak sangat kencang saat dia tersenyum dan menyapaku.

“Hay, Bii” Sapanya padaku.

“Oh,hay,Roy, ada apa? Tumben kamu kemari?”

“Aku ingin menyampaikan sesuatu pada seseorang” Aku tak tahu apa yang aku rasakan saat ini, hatiku dipenuhi oleh rasa yang  hangat.

Tiba-tiba dia melangkah lebih dekat padaku dan ternyata dia ingin menemui Siska yang berada dibelakangku, kemudian Roy berjongkok dengan memberikan seikat bunga pada Siska. Aku kira dia akan memberikan bunga itu padaku dan menyatakan perasaan padaku, ternyata dia menyukai temanku. Aku terdiam dan langsung bergegas pergi meninggalkan kelas dan tak terasa air mata membasahi pipiku. Seketika aku berfikir apakah aku terlalu berlebihan pada Roy sampai-sampai aku berharap lebih padanya. Sejak hari itu pun aku tidak pernah menyapanya lagi, kemesraan itupun selalu ditunjukkannya didepanku.

Hari-hari berlalu begitu saja, hingga suatu hari saat aku terbaring dikasurku tiba-tiba handphonku berdering dan ternyata Roy menelfonku. Aku sangat malas untuk bicara dengannya,tetapi aku sadar dia adalah temanku, semua ini salahku karena aku terlalu terbawa perasaan padanya. Aku tidak boleh egois, dan aku dengan berat hati mengangkat telfonnya.

“Iya,Roy, ada apa?” Dengan nada yang sedikit malas.

“Gimana kabarnya, udah lama kamu ga pernah nyapa aku, kamu marah ya?” Kenapa kamu masih tanya Roy, dengan apa yang udah kamu lakuin ke aku.

“Aku baik, maaf kalo aku ga pernah nyapa kamu.” Aku menjawab dengan tegas.

“Ehmm.. Bii, aku udah tahu semuanya, dan maafin aku udah mengabaikan perasaan kamu dan selama ini aku ga menyadarinya.” Kenapa kamu baru menyadari ketika aku udah lupa sama kamu.

“Udahlah Roy, aku udah lupain semua itu, Gausah dibahas lagi, aku udah anggep kamu sebagai teman baikku mulai sekarang, udah ga lebih lagi.” Ingin rasanya aku menangis saat itu.

Semenjak itu pun aku mememdan dalam-dalam perasaanku pada Roy, aku tak ingin merasakan sakit hati seperti ini lagi kedepannya dan terluka dengan alasan yang sama. Saat itu juga Roy menyatakan perasaannya padaku, tapi aku tidak menerimanya, karena hatiku sudah cukup merasakan sakit hati itu. Aku ingin hanya berteman baik dengannya dan tidak lebih. Saat itu pula aku,Roy,dan Fahri menjalin persahabatan tanpa ada cinta di dalamnya. Dan kita hidup bahagia dan bebas menentukan pilihan masing-masing suatu hari nanti.

 

 

Karya     : Lilik Juniatin / Editor Naning Dwi J

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Editor: Dian Effendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah