Sri Mulyani Pastikan Indonesia Resesi di Bulan September Ini, Berikut Penjelasannya

22 September 2020, 18:00 WIB
tangkap layar Live konfersi pers Menkeu Sri Mulyani /

RINGTIMES BANYUWANGI - Virus corona jenis baru (Covid-19) memiliki dampak cukup siginifikan terhadap sejumlah sektor di Indonesia.

Sektor terdampak yakni sektor ekonomi yang membuat setiap orang kewalahan karena harus beradaptasi dengan kebiasaan baru untuk bekerja, kini pun harus menyesuaikan dengan kondisi Covid-19.

Pernyataan serupa pun dikeluarkan oleh Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani melalui akun Youtube Kemenkeu RI yang diunggah pada Selasa, 22 September 2020.

Artikel ini sebelumnya telah terbit di Pikiran-Rakyat.com dengan judul Pastikan Bulan Ini Indonesia Resesi, Sri Mulyani: Ditentukan oleh Kemampuan Mengendalikan Covid-19

Baca Juga: Lihat Merchant Baru ShopeePay Minggu Ini untuk Sambut Gajian

Dalam unggahan video tersebut dia menyatakan dibandingkan sektor lainnya, perekonomian merupakan bidang paling tinggi terdampak Covid-19.

"Termasuk bidang ekonomi sebagai sektor paling tinggi dengan dampak dari lonjakan kasus positif Covid-19," ujarnya seperti yang dikutip oleh rintimesbanyuwangi.com dari Pikiran-Rakyat.com.

Pihaknya pun terus mengikuti perkembangan dari penyebaran Covid-19 untuk menyesuaikan kebijakan, baik dalam lingkup global maupun nasional.

Menurut Sri Mulyani, setiap negara yang terdampak wabah virus corona kini masing-masing berjuang demi meningkatkan kondisi ekonomi.

Baca Juga: Indonesia Diambang Resesi, Hingga Agustus APBN Defisit Senilai Rp500,5 Triliun

"Eskalasinya (pertambahan) seluruh negara sudah kena dan episentrumnya (titik pusat) juga sudah masuk ke negara-negara terutama yang berpenduduk besar seperti Amerikat Serikat, India, Brazil, Russia, Afrika dan bahkan Indonesia," ujarnya.

Sementara di Indonesia, pemerintah telah melakukan bermacam tindakan ekstrem untuk menanggulangi penyebaran Covid-19.

Dimulai dari kebijakan lockdown, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), hingga new normal.

Lonjakan kasus positif Covid-19 pun menurut Sri Mulyani memiliki risiko cukup besar terhadap sosial ekonomi keuangan.

Baca Juga: Syarat Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 10, Segera Cek Instagram dan Link Berikut Ini

"Dalam kondisi ini kemudian kita melihat risiko terhadap sosial ekonomi keuangan masih sangat nyata akibat Covid-19," tambahnya.

Di Indonesia, lonjakan kasus terjadi di provinsi yang selama ini 'menyumbang' pendapatan cukup besar untuk negara. Seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.

"Beberapa provinsi besar masih menunjukkan eskalasi dari kasus Covid-19 ini dan provinsi ini tidak hanya besar dari sisi penduduknya tapi juga besar terhadap kontribusinya terhadap perekonomian. Sehingga pasti akan memengaruhi kinerja perekonomian," ujarnya.

Kemampuan mengendalikan Covid-19 juga menjadi faktor penentu pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Baca Juga: Muak Rajanya Suka Main Perempuan, Rakyat Thailand Hendak Gulingkan Kerajaan

"Dengan kondisi Covid-19 yang masih terus menjadi faktor utama di dalam memengaruhi ekonomi maka pertumbuhan ekonomi baik di level global maupun di level nasional kita masih sangat ditentukan oleh kemampuan untuk mengendalikan Covid-19 ini," ujar Sri Mulyani.

Ia memastikan bahwa Indonesia akan mengalami resesi pada bulan September 2020.

Berdasarkan update data proyeksi perekonomian Indonesia untuk tahun 2020 yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan, secara keseluruhan didapat angka sebanyak minus 1,7 persen-0,6 persen.

"Forecast terbaru kita pada September untuk 2020 adalah minus 1,7 persen sampai minus 0,6 persen. Ini artinya, negatif territory kemungkinan terjadi pada kuartal 3," ujarnya.

Baca Juga: Fix, BLT Rp1,2 Juta BPJS Ketenagakerjaan Tahap 4 Disalurkan Pemerintah Hari Ini

Sementara untuk lembaga internasional, proyeksi yang didapat justru lebih dalam dibandingkan kondisi ekonomi nasional.

"Untuk outlook global dari IMF tidak ada perubahan karena masih dari Juni 2020 lalu di mana untuk tahun ini global ekonomi diperkirakan mengalami kontraksi mendekati lima persen yaitu 4,9 persen," ujarnya.

Selain itu ada pula World Bank atau Bank Dunia berada pada level 0 persen dan OECD yang mengalami minus 3,3 persen.

"Untuk tahun depan semua lembaga Internasional ini memprediksikan pemulihan ekonomi dunia pada kisaran antara 4-5 persen," tambahnya.

Baca Juga: Simak 10 Fakta Unik dan Menarik Bunga Matahari, Salah Satunya Pernah Jadi 'Teman' Astronot

Sri Mulyani menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II-2020 yakni minus 5,32 persen.

"Dan mungkin juga masih berlangsung untuk kuartal 4 yang kita upayakan bisa mendekati 0 atau positif," ujar Menteri Keuangan.

Namun ia meyakini bahwa kasus Covid-19 dapat diatasi saat adanya pengujian vaksin virus corona terhadap sejumlah relawan di Kota Bandung.

"Ini tentu sebagai konsekuensi dari tahun ini yang menurun namun juga pada saat yang sama berasumsi bahwa kondisi Covid-19 dapat terjaga atau bisa dikelola dan mulai tersedianya vaksin yang kemudian menyebabkan kondisi kegiatan ekonomi bisa lebih ditingkatkan," ujar Sri Mulyani.

Baca Juga: Tak Kalah Cantik, Alocasia Tanaman Hias Terjangkau nan Eksotik, Berikut Tips Merawatnya

Ia mengatakan, stimulus pun dilakukan oleh semua negara demi menghindari minimalnya penurunan ekonomi atau menguatnya pemulihan ekonomi pada tahun 2021 mendatang.

"Ini adalah suatu kondisi yang menggambarkan secara teknis hampir semua negara sudah masuk resesi bahkan ada yang mulai dari sejak kuartal I sudah negatif, seperti negara-negara Eropa Italia, Prancis," ujarnya.

Berdasarkan keterangannya, negara ASEAN seperti Malaysia pun mengalami kontraksi ekonomi yang cukup dalam akibat wabah Covid-19.

"Negara-negara ASEAN di sekitar kita, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand diperkirakan di kuartal ketiga masih akan mengalami tekanan kontraksi yang cukup dalam," lanjutnya.***(Farida Al-Qodariah/Pikiran Rakyat)

 

Editor: Ikfi Rifqi Arumning Tyas

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler