Permenkes tersebut berisi tentang panduan mengenai prosedur pelaksanaan sunat perempuan dalam dunia medis.
Di negara lain, ambil contoh di Afrika, tindakan sunat atau biasa juga disebut Female Genital Mutilation ini dilakukan sebagai bentuk kepatuhan terhadap budaya lokal, dan tanpa indikasi medis.
WHO sebagai badan kesehatan dunia memberikan klarifikasi terkait Female Genital Mutilation yaitu mulai dari melukai, menusuk, menggores, atau membuang sebagian bahkan seluruh klitoris.
Baca Juga: 5 Kebiasaan Perempuan yang Bikin Lebih Cepat Tua hingga Kanker Lambung
Berpotensi Mengancam Nyawa
WHO bersama dengan Persatuan Dokter Obstetri dan Ginekologi Dunia juga menolak seluruh FMG atau sunat pada perempuan ini, lantaran menganggap tindakan tersebut sebagai tindakan medis yang tidak diperlukan.
Selain itu hal ini juga memiliki risiko komplikasi yang tinggi serta berpotensi mengancam nyawa seseorang.
Dianggap mengancam nyawa karena di daerah kemaluan diketahui memiliki banyak jaringan pembuluh darah, sehingga tindakan FMG atau sunat pada perempuan akan meningkatkan risiko pendarahan hebat yang berpotensi mengancam nyawa seseorang.
Tidak Bisa Orgasme
Selain risiko tersebut, seorang perempuan yang harus disunat khususnya seperti orang-orang Afrika yang harus menghilangkan seluruh klitorisnya berpotensi tidak dapat merasakan lagi kenikmatan dalam melakukan hubungan seksual, alias tak bisa orgasme.***