Jangan Khawatir, Fetish Dapat Disembuhkan, Berikut Caranya

- 1 Agustus 2020, 15:24 WIB
Ilustrasi fetish. /Unsplash/Sonny Ravesteijn
Ilustrasi fetish. /Unsplash/Sonny Ravesteijn /Sonny Ravesteijn

RINGTIMES BANYUWANGI - Kasus fetish kain yang melibatkan seorang pria bernama Gilang, berhasil mencuri perhatian netizen Indonesia. Hal tersebut mendadak viral setelah salah seorang korban memberanikan diri untuk speak up di Twitter.

Menurut seorang Ahli Psikologi sosial dari Universitas Pancasila, Dr. Ade Iva Wicaksono, M.Psi, Gilang diduga mengalami gangguan seksual yang dikenal dengan istilah fethisistic disorder.

Gangguan ini ditandai dengan ketertarikan seksual sangat intense pada benda-benda tak hidup (non-living object) dan bagian tubuh tertentu.

Baca Juga: Djoko Tjandra Berhasil Tertangkap, Inilah 3 Hal yang Harus Dilakukan Usai Terpidana Korupsi

"Fetishistic disorder contohnya seperti ketika seseorang terangsang (seksual araoused) melihat celana dalam wanita, bra, atau bagian tubuhnya dan selalu diiringi dengan fantasi. Untuk kasus Gilang, mediumnya adalah kain jarik. Itu benar membuat dia terangsang," kata Ade via sambungan telefon, Jumat (31/7/2020) lalu.

Menurut buku panduan psikologi, DSM-5 (diagnostic and statistical manual of mental disorder 5th edition), disebutkan bahwa ada dua ciri atau gejala yang menunjukkan seseorang mengalami fethisistic disorder.

Pertama, seseorang yang memiliki gangguan fetish biasanya telah mengalami dorongan atau fantasi seksual dalam kurun waktu yang cukup lama atau lebih dari 6 bulan.

Baca Juga: Kabar Terbaru, Almarhum Gus Im, Adik Gus Dur, Akan Dimakamkan di Jombang

"Dalam buku panduan DSM itu, fetish yang dialami seseorang biasanya terjadi dalam durasi paling sedikit 6 bulan saja. Namun, kalau sudah terjadi bertahun-tahun dan terus-menerus, ini sudah pasti ganggugan," ungkap Ade.

Kedua, bila fantasi seksual dan perilaku fetish itu membuat seseorang terganggu, baik secara fungsi sosial dan fungsi pribadi, dapat dipastikan dia mengalami fetishistic disorder.

"Nah, untuk kasus Gilang ini kan dia sudah melanggar hukum. Berarti fungsi sosial dia sudah terganggu. Dia bisa terkena pasal di KUHP terkait pelecehan seksual yang menjurus ke pemerkosaan karena ada unsur paksaan. Kejadiannya juga sudah berlangsung lama dan terus-menerus," kata Ade.

Baca Juga: Semakin Panas! Amerika Serikat Akan Ciptakan Rudal Baru, Siap Tantang China

Lantas, apakah gangguan ini bisa disembuhkan? Terkait hal tersebut, Ade menjelaskan bahwa teknik pengobatan fethisistic disorder biasanya dilakukan dengan menggunakan dua metode sekaligus, yakni therapi obat dan Cognitive Behavioral Therapy (CBT).

"Untuk gangguan-gangguan seperti ini ada kombinasi yang disarankan, ada therapi obat dan CBT. Tujuannya adalah untuk mengubah pola pikir si perilaku. Namun, ada catatannya, dia harus berada dalam terapi jangka panjang. Kalau terapi berhenti, bisa kambuh lagi. Jadi, keduanya harus terus berjalan bersamaan dan terus-menerus," tutur Ade.

Bisa berawal menjadi korban

Sementara itu, menurut dr. Alvina, Sp.KJ, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa, Fetishism bisa saja terjadi saat anak menjadi korban atau anak melihat perilaku seksual yang menyimpang. Ada teori lain yang mengatakan bahwa seseorang mungkin mengalami kurangnya kontak seksual sehingga mencari pemuasan dengan cara yang lain.

Baca Juga: LAGU POP : Lirik Lagu 'Di Sepertiga Malam' oleh Rey Mbayang

Terdapat pula teori lainnya yang mengatakan bahwa terjadi keraguan tentang maskulinitas pada laki-laki yang mengalami Fetishism atau ada rasa takut adanya penolakan sehingga dia menggunakan objek yang tidak hidup untuk memberinya kepuasan seksual.

"Secara umum, penyimpangan seksual lebih banyak dialami laki-laki daripada perempuan dan terdapat teori yang mengatakan bahwa Fetishism berkembang sejak masa kanak-kanan. Namun, ada pula yang mengatakan onset-nya adalah saat masa pubertas," ujar dr. Alvina, Sp.KJ, Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa.

Fetish Dapat Diobati

Dalam artikel yang dipublikasikan Warta Ekonomi berjudul "Dapatkah Fetish Disembuhkan?," untuk melakukan penyembuhan, gangguan Fetihistik bisa diterapi dengan berbagai modalitas psikoterapi baik individual maupun kelompok serta dapat dilakukan pemberian terapi obat-obatan dan hormon.

Baca Juga: 10 Orang Meninggal Setelah Meminum Sanitiser di India

 "Untuk menghindari gangguan Fetihistik, hendaknya masyarakat menciptakan lingkungan yang ramah anak, peduli pada kesehatan anak baik secara fisik maupun mental, dan bersikap melindungi anak dari paparan kekerasan baik kekerasan fisik, mental, maupun seksual," imbuh dr. Alvina.***

Editor: Galih Ferdiansyah

Sumber: Warta Ekonomi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x