Hukum Bayar Fidyah dengan Uang, Berikut Besarannya

- 14 Mei 2021, 14:30 WIB
Berikut hukum dari membayar fidyah dengan uang beserta besarannya menurut beberapa mahzab.
Berikut hukum dari membayar fidyah dengan uang beserta besarannya menurut beberapa mahzab. /Pixabay/

RINGTIMES BANYUWANGI – Fidyah merupakan kewajiban yang harus ditunaikan jika umat Islam tak mampu memenuhi puasa Ramadan dan terlambat mengqadhanya.

Selain itu, beberapa kategori orang seperti tua renta, ibu hamil dan menyusui, hingga orang yang meninggal saat utang puasa belum lunas juga wajib mengelaurkan fidyah.

Fidyah biasanya dibayarkan dengan makanan pokok berupa beras. Namun, apa hukumnya jika bayar fidyah dengan uang?

Dilansir Ringtimesbanyuwangi.com dari NU Online pada 14 Mei 2021, mahzab Syafi’I menyebutkan fidyah yang harus dikeluarkan ialah 675 gram dikalikan dengan hari puasa yang ditinggalkan.

Baca Juga: Cara Membayar Fidyah dan Takaran yang Tepat

Besaran 675 gram tersebut dibayarkan dengan makanan pokok daerah setempat, misalnya beras di Indonesia.

Kemajuan zaman membuat banyak orang menunaikan kewajian fidyah dengan uang.

Mengenai hal ini, ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai pembayaran fidyah menggunakan uang.

Menurut mahzab Maliki, Syafi’I dan Hanbali, umat Islam yang meninggalkan puasa tidak boleh mebayarkan fidyah dengan uang, melainkan harus dengan makann pokok.

Baca Juga: 4 Golongan Orang yang Membayar Fidyah Beserta Ketentuan Pembayarannya

“(Mengeluarkan) nominal (makanan) tidak mencukupi menurut mayoritas ulama di dalam kafarat, sebab mengamalkan nash-nash yang memerintahkan pemberian makanan.” (Syekh Wahbah al-Zuhaili).

Namun, mahzab Hanafi menyebutkan penunaian fidyah dalam bentuk uang diperbolehkan.

Menurut mahzab tersebut, fakir miskin bisa menggunakan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Mahzab Hanafi menyebutkan asal fidyah harus dibayar sesuai dengan besaran yang sebanding dengan makanan pokok.

Baca Juga: 5 Golongan yang Wajib Membayar Fidyah Puasa, Salah Satunya Orang Tua Renta

"Boleh menurut Hanafiyyah memberikan qimah di dalam zakat, harta sepersepuluh, pajak, nazar, kafarat selain memerdekakan. Nominal harta dianggap saat hari wajib menurut Imam Abu Hanifah, dan berkata dua murid Imam Abu Hanifah, dipertimbangkan saat pelaksanaan. Sebab diperbolehkan menyerahkan qimah bahwa yang dituju adalah memenuhi kebutuhan dan hal tersebut bisa tercapai dengan qimah.” (Syekh Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu)

Mengenai ketentuan tersebut, umat Islam yang hendak menunaikan kewajiban fidyahnya bisa mempertimbangkan mahzab-mahzab tersebut.***

Editor: Ikfi Rifqi Arumning Tyas

Sumber: Instagram NU Online @nuonline_id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x