Sering Terjadi, Begini Hukumnya Jika Uang Kembali Diganti dengan Permen

- 4 Oktober 2020, 21:55 WIB
ILUSTRASI permen.*
ILUSTRASI permen.* /Pixabay/

RINGTIMES BANYUWANGI – Berbelanja adalah kegiatan sehari-hari yang sudah pasti setiap hari dilakukan. Alat tukar yang digunakan untuk berbelanja adalah uang, meskipun saat ini telah mulai berkurang karena banyak yang menggunakan alat tukar secara online. Baik menggunakan debit, kredit, maupun transaksi online lainnya.

Namun, berbelanja di pasar atau di warung saat ini masih menggunakan alat transaksi uang tunai pada umumnya. Baik di perkotaan maupun di warung-warung kecil di kampung, sering terjadi saat uang kembalian diganti dengan permen. Artinya, uang kembalian yang menjadi hak pembeli itu tidak diberikan dalam bentuk uang.

Seperti halnya si A sedang membeli beras satu kilo seharga Rp12.500 dan memberikan uang Rp15.000 kepada penjual. Kemudian mengembalikan uang sisa Rp2500 namun digantinya dengan beberapa jumlah permen.

Pada prinsipnya, pelaksanaan jual-beli sebagaimana model di atas, yang mana si penjual memberikan kembalian berupa permen dan atau barang sejenisnya sebagai pengganti kelebihan uang, adalah terjadi setelah akad jual-beli beras seharga Rp12.500 secara hukum Fiqh.

Baca Juga: Ekstotis dan Laris, Cek Harga Adenium Termurah hingga Termahal

Dikutip oleh ringtimesbanyuwangi.com dari berbagai sumber, dari proses yang telah terjadi di atas, akad jual belinya adalah sah. Permasalahannya adalah tentang permen sebagai ganti unag sisa yang tidak disebutkan secara jelas dalam akad.

Maka dalam hal ini dengan mengikuti qaul ulama yang memperbolehkan bai’ mu’athoh atau istibdal ‘annid-dain dengan tanpa sighat atau ijab-qabul, maka hal tersebut diperbolehkan.

Akan tetapi perlu diketahui, apabila pembeli merasa terpaksa karena menerima uang kembalian yang diganti dengan permen, hal tersebut tetap tidak mampu merusak sahnya aqad.

Mengapa demikian? Hal ini disebabkan masih adanya pilihan yang dapat dilakuakn oleh pembeli untuk memilih atau melakukan khiyar dan meminta apa yang disenanginya, sebagai pengganti uang sisa.

Berikut beberapa keterangan yang bisa dijadikan ibarat dalam menjawab tentang persoalan hukum uang kembalian diganti dengan permen.

Baca Juga: Ketahui Penyebab Kolesterol Tinggi, Berikut Kebiasaan yang Bisa Memicunya

وصح استبدال ولو فى صلح عن دين غير مثمن بغير دين كثمن فى الذمة ودين قرض واتلاف، اهـ (قوله وصح استبدال) بشرط ان يكون الاستبدال بإيجاب وقبول والا فلا يملك ما يأخذه قاله السبكى وهو ظاهر وبحث الاذرعى الصحة بناء على صحة المعاطاة اه

‘Sah (boleh) mengembalikan hutang dengan harta yang bukan hutangan (tunggakan, piutang murni atau piutang gantri rugi), meskipun berkaitan dengan akad Shuluh (perdamaian) piutang (yang bukan harga). Aqad seperti ini tentunya dengan beberapa persyaratan seperti Ijab dan Qabul.

Bila tidak melalui Ijab Qabul maka apa yang telah di ambil dari penggantian itu tidak dapat di miliki. Pendapat ini di kemukakan oleh Imam Assubki (pendapat yang dzohir), Tapi menurut Al Adzro’I hukumnya sah (meski tanpa Ijab Qabul), hal ini mengacu pada pendapat yang menyatakan transaksi dengan model mu’athoh itu hukumnya sah.’ (Hasyiyah al–Jamal Kuz III halaman 164).

والحاصل المعاطاة هى ان يتفق البائع والمشترى على الثمن والمثمن ثم يدفع البائع المثمن للمشترى وهو يدفع الثمن له سواء كان مع سكوتهما او مع وجود لفظ ايجاب او قبول من احدهما او مع وجود لفظ منهما لكن لا من الالفاظ المتقدمة، اه

Kesimpulannya: ‘Mu’athoh itu adalah kesepakatan antara penjual dengan pembeli mengenai harga dan barang jualan, kemudian penjual menyerahkan barang kepada musytari, sebaliknya musytari juga menyerahkan harga sesuai nominal yang telah di tentukan, baik keduanya sam-sama diam atau salah satunya saja, namun dengan kalimat yang tidak biasa berlaku untuk jual beli.’ (I’anatut Thalibin, Juz III halaman 4).***

Editor: Ikfi Rifqi Arumning Tyas


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah