Abdul Chair Menilai Sebarkan Paham Komunis, Pengusung RUU HIP Bisa dipidanakan

20 Juni 2020, 15:34 WIB
Tolak RUU HIP. /(asa)

RINGTIMES BANYUWANGI - Direktur Habib Rizieq Syihab, Abdul Chair Ramadhan meminta pemerintah untuk mengajukan pembubaran pengusung Rancangan Undang-undang Haluan Ideoligi Pancasila (RUU HIP).

Abdul Chair Ramadhan menyebutkan bahwa pengajuan pembubaran tersebut bisa dilakukan melalui gugatan Mahkamah Konstitusi atau MK.

Dilansir dari Seputar Tangsel, Sabtu 20 Juni 2020, Mengenai pengajuan gugatan disebutkan bahwa ada alasan atas dasar pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan yang dilakukan oleh partai politik pengusul RUU HIP.

Baca Juga: Tank Israel Mencoba Terobos Perbatasan Lebanon di Hadang Pasukan TNI

"Pengurus partai politik menggunakan partai politiknya untuk melakukan tindak pidana kejahatan terhadap Keamanan Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 107 UU Nomor 27 Tahun 1999 atau didasarkan atas alasan menganut, mengembangkan, serta menyebarluaskan ajaran Komunisme/Marxisme–Leninisme," kata dia.

Dalam UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara, disebutkan dia, bahwa pengusung RUU HIP bisa dipidanakan.

Hal itu karena adanya kesengajaan untuk mengembangkan atau menyebarkan ajaran Komunisme/Marxisme-Lemanisme.
Berikut bunyi dari UU Nomor 27 Tahun 1999 terkhusus Pasal 107 huruf D.

Baca Juga: BREAKING NEWS Lakalantas Kembali Menelan Korban Jiwa, Kali Ini di Desa Pakis, Kabat, Banyuwangi

"Barang siapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apa pun, menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar Negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.”

Abdul Chair Ramadhan mengatakan pengusung RUU HIP bisa terkena Pasal 107 huruf D yang tergolong delik formil, artinya tidak memerlukan adanya suatu akibat.

"Undang-undang ini diterbitkan memang secara khusus guna mempertahankan Pancasila sebagai dasar negara dari adanya ancaman dan bahaya ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, yang terbukti bertentangan dengan agama, asas-asas dan sendi kehidupan bangsa Indonesia yang ber-Tuhan, sebagaimana disebutkan dalam Penjelasan Umumnya," ucapnya seperti dikutip dari Pikiranrakyat-Bekasi.com.

Baca Juga: UPDATE 19 Juni 2020, Positif Covid-19 Bertambah dari Kalipuro dan Kota

Seperti kami kutip dari artikel berjudul Tuding Sebarkan Ajaran Komunis, Habib Rizieq Center Minta Partai Pengusung RUU HIP Dibubarkan

RUU HIP dinilai bermasalah karena RUU-HIP menggunakan nomenklatur ’ideologi’. Namun, substansi inti dalam RUU justru memasukkan dasar filsafat negara (philosofische grondslag) dan bahkan melakukan perubahan signifikan terhadap Pancasila.

"Perubahan yang dimaksud antara lain yang paling prinsip adalah perihal Ketuhanan Yang Maha Esa dan Keadilan Sosial. Keberadaan Keadilan Sosial disebutkan dalam RUU-HIP sebagai Sendi Pokok Pancasila," ujarnya.

"Perubahan yang dimaksud antara lain yang paling prinsip adalah perihal Ketuhanan Yang Maha Esa dan Keadilan Sosial. Keberadaan Keadilan Sosial disebutkan dalam RUU-HIP sebagai Sendi Pokok Pancasila," ujarnya.

Baca Juga: Tiongkok Bebaskan Tentara India yang Tertangkap Bentrokan di Lembah Galwan, Ladakh

Dengan demikian, kata dia, posisinya menggantikan sila pertama 'Ketuhanan Yang Maha Esa' terjadinya perubahan posisi (mutasi) sila. Hal ini secara tidak langsung juga mengamendemen Pasal 29 ayat 1 NRI 1945.

"Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, akan tergantikan dengan 'Negara berdasar atas Keadilan Sosial'," katanya.

Menurut dia, sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai “causa prima” Pancasila, dengan kata lain Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi titik sentral dari kehidupan kenegaraan.

Adapun dalam kaitan ancaman dan bahaya ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, Chair menilai jika terjadi perubahan makna sentral tadi, maka akan ada peluang masuknya konsep Keadilan Sosial versi Sosialisme-Komunisme.

Baca Juga: Arab Saudi Belum Pasti Terkait Ibadah Haji 2020, Penyelenggara Haji Khusus Siap Rugi Besar

"Kemudian perihal Ketuhanan yang berkebudayaan dalam RUU-HIP. Ketuhanan yang berkebudayaan melekat erat dengan sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi yang kemudian terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong," ucapnya.

RUU HIP menjadi polemik setelah tanggal 12 Mei 2020, DPR menetapkan RUU tersebut menjadi inisiatif DPR dan menunggu surat presiden persetujuan Jokowi.

Pembahasan RUU HIP telah dilakukan tujuh kali berdasarkan keterangan dari laman resmi DPR di mana rapat perdana diselenggarakan pada 11-12 Februari 2020.***(Ramadhan Dwi Waluya/Pikiran Rakyat Bekasi)

Editor: Firda Marta Rositasari

Sumber: Pikiran Rakyat Bekasi

Tags

Terkini

Terpopuler