Kali Ini LIPI Imbau Warga untuk Waspada, Gempa dan Tsunami Raksasa Akan Terjadi Secara Berulang

26 September 2020, 11:15 WIB
Ilustrasi tsunami. Peneliti LIPI mengungkapkan, banyak jejak tsunami berulang sejak ratusan tahun lalu di pantai Selatan Jawa. /Foto: Pexels/George Desipris/

RINGTIMES BANYUWANGI – Berkaitan dengan tsunami yang berpotensi terjadi beberapa akhir ini, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkan bahwa gempa dan tsunami raksasa akan terjadi secara berulang di jalur-jalur tunjaman lempeng.

Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Eko Yulianto mengungkapkan bahwa tiap jalur lempeng memiliki masa perulangan kembali mulai dari ratusan hingga ribuan tahun lamanya.

"Gempa dan tsunami raksasa akan terus berulang terjadi. Tiap-tiap jalur memiliki waktu perulangan ratusan hingga ribuan tahun," katanya Eko di Jakarta, Jumat, 25 September 2020.

Hal tersebut berdasarkan hasil tim Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI yang telah meneliti tsunami purba sejak 2006 di pantai Lebak, Pangandaran, Cilacap, Kutoarjo, Kulonprogo, dan Pacitan.

Artikel ini sebelumnya telah terbit di Pikiranrakyat-Bekasi.com dengan judul Tetap Waspada, LIPI sebut Gempa dan Tsunami Raksasa Akan Terjadi secara Berulang-ulang

Baca Juga: Lihat Merchant Baru ShopeePay Minggu Ini untuk Sambut Gajian

Dikutip oleh ringtimesbanyuwangi.com dari Pikiranrakyat-Bekasi.com dari Antara, endapan tsunami yang terbentuk diperkirakan berumur 300 tahun telah ditemukan di sepanjang pantai itu.

Di Lebak, tsunami tersebut mengendapkan batang-batang kayu di suatu rawa 1,5 km dari garis pantai.

Di Pangandaran, diketahui tsunami yang pernah menggulung wilayah tersebut itu menghancurkan mangrove.

Penelitian di lokasi bandara baru Kulonprogo menemukan pasir yang kaya akan jasad renik penghuni laut dalam, foraminifera dan radiolaria.

Lokasi-lokasi endapan tsunami purba tersebut berada hingga 2,5 km dari garis pantai. Artinya, menurut Eko, tsunami merangsek daratan setidaknya sampai 2,5 km.

Baca Juga: 10 Tanaman Hias Ini Ampuh Bersihkan Udara dari Polusi dan Racun, Salah Satunya Aglonema

Eko menuturkan, jika lempeng di selatan Jawa sepanjang 800 km bergeser, gempa magnitudo 9 dapat terjadi.

Sebagai gambaran, tsunami Aceh 2004 dipicu gempa magnitudo 9,1 akibat pergeseran lempeng sepanjang 1.300 km.

Tsunami Jepang 2011 dipicu oleh gempa magnitudo 9 akibat pergeseran lempeng sepanjang 500 km.

Eko menuturkan dari hitungan hipotetik McCaffrey, yang merupakan seorang ahli geofisika Amerika, jalur subduksi selatan Jawa berpotensi memicu gempa magnitudo 9,6 yang berulang 675 tahun sekali.

Kalkulasi serupa untuk pantai barat Sumatera adalah 525 tahun, dari situ penelitian tsunami berhasil mengkonfirmasi hitungan hipotetik itu, bahwa tsunami serupa 2004 pernah terjadi 550 tahun lalu.

Baca Juga: Pengakuan Anak Ketua PKI D.N. Aidit, Ternyata Pernah Curhat ke Gus Dur

Sebagai perbandingan, tsunami Jepang 2011 pernah terjadi 1.142 tahun lalu, tercatat di suatu kitab kuno dan dikenal sebagai tsunami Jogan.

Gempa magnitudo 9,5 di Chili tahun 1960 yang memicu tsunami raksasa juga pernah terjadi sebelumnya pada 1575.

Eko menuturkan, perlu menjadi perhatian bahwa hasil penelitian mutakhir endapan tsunami di dalam Gua Laut di Aceh selama kurun 7.400 tahun terakhir menunjukkan, perulangan tsunami dan gempa tidak benar-benar periodik.

Dalam satu periode waktu tertentu, diketahui tsunami lebih sering terjadi daripada periode lainnya.

"Ini sebuah pesan kuat bahwa masyarakat harus senantiasa siap siaga sepanjang waktu guna menghadapi ancaman gempa dan tsunami," tutur Eko.

Baca Juga: Insiden Pemberontakan di Timor Leste, Ramos Horta Hampir Mati Ditembak

Eko mengatakan perlu mitigasi bencana dalam menyikapi potensi bencana yang ada di Indonesia.

Menurut dia, pengembangan wilayah pesisir selatan Jawa sebagai pusat-pusat perekonomian dipastikan akan meningkatkan risiko bencananya khususnya tsunami.

Oleh karenanya, dia mengatakan sudah selayaknya pemerintah menghitung ulang analisis risikonya sehingga upaya pengurangan risiko dapat dilakukan menyatu dengan segala kegiatan pembangunan.

Dengan demikian pembangunan tetap dapat dilakukan bukan saja berdasarkan atas asas manfaat namun juga di atas prinsip keberlanjutan.

"Bencana alam akan selalu berulang, menimbulkan kerugian harta dan jiwa sangat besar," tutur Eko.

Baca Juga: Kunci Jawaban Soal IPA SMP Sederajat Materi Ekosistem

Eko menambahkan, setiap kegiatan pembangunan harus menempatkan pengurangan risiko sebagai modalitas utamanya.

"Hasil analisis risiko lah yang dapat digunakan sebagai alasan apakah sebuah proyek pembangunan harus dihentikan, boleh dilanjutkan, atau boleh dilanjutkan dengan syarat," ujar Eko.

Penelitian yang diketuai Guru Besar bidang Seismologi di Institut Teknologi Bandung (ITB), Sri Widiyantoro menunjukkan ada potensi tsunami dengan ketinggian gelombang mencapai 20 meter di selatan Jawa.

Menanggapi hasil riset ITB itu, Eko menuturkan hal serupa sudah sering dikemukakan beberapa tahun yang lalu oleh beberapa orang peneliti. Bahkan sejak 2008 oleh MccAffrey tentang potensi gempa dan tsunami di jalur subduksi selatan Jawa.***(Rivan Muhammad/Pikiran Rakyat Bekasi)

 

Editor: Ikfi Rifqi Arumning Tyas

Sumber: Pikiran Rakyat Bekasi

Tags

Terkini

Terpopuler