RINGTIMES – Rasanya baru kemarin terjadi “badai” yang menerpa pariwisata Bali pada 2017 ketika Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali, mengalami letusan/erupsi yang “menggulung” pariwisata Pulau Dewata hingga luluh lantah.
Ibarat mimpi di siang bolong, pariwisata Bali yang menyumbang 40 persen pariwisata Indonesia itu agaknya belum lama pulih, namun “badai” sudah datang lagi, bahkan dengan “gelombang” yang lebih “menggulung” hingga sulit diprediksi entah kapan akan berakhir.
Badai kali ini bernama virus corona atau COVID-19 yang juga telah melanda sebagian besar negara di dunia.
Baca Juga: Pemprov Jabar Perpanjang Masa Belajar Jarak Jauh Tingkat SMA,SMK dan SLB
Jumlah pasien positif COVID-19 di Bali memang masih jauh di bawah DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Kalimantan Timur, kendati Bali merupakan kawasan pariwisata dunia, apalagi mayoritas pasien COVID-19 di Bali adalah WNA.
Logikanya, Bali sebagai kawasan pariwisata seharusnya memiliki jumlah pasien yang terpapar lebih banyak, namun ada beberapa langkah menarik yang dilakukan Pemprov Bali yang menyebabkan tidak banyak paparan COVID-19 di kawasan wisata dunia itu.
Di tengah kekurangan dalam kesiapsiagaan wilayah, Bali masih mampu menghambat laju COVID-19 di “pintu masuk” bandara dengan memulangkan ratusan orang yang datang ke Bali tapi berasal dari negara-negara yang terpapar COVID-19, meski pengunjung yang bersangkutan tergolong sehat saat tiba.
Baca Juga: WHO Berikan Penjelasan Tentang Virus Corona yang Bisa Menempel di Masker Bedah Selama Seminggu