Mengenal Tari Gandrung, Kesenian Khas Banyuwangi: Sejarah, Busana dan Musik Pengiring

- 5 Maret 2022, 15:01 WIB
Tari Gandrung Banyuwangi saat HUT ke 1 Ringtimes Banyuwangi
Tari Gandrung Banyuwangi saat HUT ke 1 Ringtimes Banyuwangi /Dian Effendi/Ringtimes/

RINGTIMES BANYUWANGI - Mengenal tari Gandrung, kesenian tradisional khas Banyuwangi yang hingga kini menjadi ikon Kabupaten dengan julukan 'The Sunrise of Java' tersebut.

Kata 'Gandrung' sendiri diartikan sebagai terpesonanya masyarakat Blambangan kepada Dewi Sri sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat.

Mengacu pada hal tersebut, pada awalnya, tari Gandrung ini dibawakan sebagai bentuk rasa syukur atas panen yang melimpah.

Menurut kisah yang disampaikan secara turun-temurun, bahwa gandrung semula dibawakan oleh kaum lelaki bernama marsan (penari gandrung pertama) yang membawa peralatan musik kendang dan beberapa rebana (terbang).

Baca Juga: Sejarah Dek Van dan Sa Koy, Jamet Thailand yang Tidak Jauh Beda dengan Indonesia

Dilansir dari kanal YouTube Bwi chanel , awalnya mereka berkeliling setiap hari mendatangi tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat Blambangan sebelah timur (meliputi Kab. Banyuwangi) yang jumlahnya konon tinggal sekitar lima ribu jiwa.

Selain itu, tari Gandrung ini juga merupakan lambang akan perjuangan dari rakyat Blambangan serta menjadi pemersatu ketika sedang melakukan perlawanan terhadap kolonial Belanda yang dilakukan pada tahun 1776 hingga tahun 1810.

Tari Gandrung pun secara turun temurun menjadi lambang dari perjuangan untuk melakukan perlawanan terhadap para penjajah pada jamannya.

Di sisi lain, tari Gandrung ini pun memiliki peranan penting pada masa penjajahan Belanda, yakni untuk memata-matai para kaum gerilyawan, melakukan penyampaian pesan yang dilakukan secara simbolik serta untuk melakukan kegiatan pengumpulan terhadap logistik untuk pasukan yang berada di daerah pedalaman akibat penjajahan Belanda.

Baca Juga: 2 Jenis Santet Banyuwangi, Disebut Paling Mematikan dan Menakutkan

Mengenai penampilan, tari Gandrung ini mengenakan busana khas Banyuwangi, dan berbeda dengan tarian bagian Jawa lain. Terdapat pula pengaruh Kerajaaan Blambangan yang tampak.

Bagian Kepala

Pertama pada bagian kepala, para penari mengenakan hiasan serupa mahkota yang disebut dengan 'omprog', yang terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna emas dan merah serta diberi ornamen tokoh Antasena, putra Bima yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh rambut penari gandrung.

Sebelumnya pada masa lalu, ornamen Antasena ini tidak melekat pada mahkota melainkan setengah terlepas seperti sayap burung. Lalu, sejak setelah tahun 1960-an, ornamen ekor Antasena ini kemudian dilekatkan pada omprok hingga menjadi yang sekarang ini.

Selain itu, pada mahkota tersebut juga diberi ornamen berwarna perak yang berfungsi membuat wajah sang penari seolah bulat telur, serta ada tambahan ornamen bunga yang disebut 'cundhuk mentul' di atasnya.

Baca Juga: Tato sebagai Identitas Perempuan Palestina hingga jadi Simbol Kecantikan

Bagian omprog ini pun seringkali dipasang hio yang memberi kesan magis. Namun, kini hal tersebut jarang terlihat dipasang pada bagian omprog.

Bagian Tubuh

Busana yang dikenakan oleh para penari Gandrung terdiri dari baju yang terbuat dari beludru berwarna hitam, dihiasi dengan ornamen kuning emas, serta manik-manik yang mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit leher hingga dada.

Sedangkan, pada bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan terbuka. Sebagai penghias bagian atas, di bagian leher tersebut dipasang ilat-ilatan yang menutup tengah dada.

Baca Juga: Asal Mula Bahasa dan Suku Osing di Banyuwangi, Ada Pengaruh Belanda

Selebihnya pada bagian lengan dihias masing-masing dengan satu buah kelat bahu dan bagian pinggang dihias dengan ikat pinggang dan sembong serta diberi hiasan kain berwarna-warni sebagai pemanisnya. Selendang selalu dikenakan di bahu.

Bagian Bawah

Pada bagian bawah, para penari gandrung menggunakan kain batik dengan corak bermacam-macam.

Akan tetapi, corak batik yang paling banyak dipakai hingga kini serta menjadi ciri khusus adalah batik dengan corak 'gajah oling', corak tumbuh-tumbuhan dengan belalai gajah pada dasar kain putih yang menjadi ciri khas Banyuwangi.

Meski sebelumnya penari gandrung tidak memakai kaus kaki, namun semenjak tahun 1930-an penari gandrung selalu memakai kaus kaki putih dalam setiap pertunjukannya.

Baca Juga: Pusat Ikan Bakar Pantai Blimbingsari, Kisahnya Terkait Buah Belimbing dan Bupati Pertama Banyuwangi

Sebagai pelengkap, para penari Gandrung umumnya membawa satu atau dua buah kipas untuk pertunjukkannya.

Tari Gandrung Banyuwangi diiringi musik yang terdiri dari satu buah kempul atau gong, satu buah kluncing (triangle), satu atau dua buah biola, dua buah kendhang, dan sepasang kethuk.

Tak hanya itu, rasanya pertunjukan tari Gandrung tidak lengkap jika tidak diiringi panjak atau kadang-kadang disebut pengudang (pemberi semangat) yang bertugas memberi semangat dan memberi efek kocak dalam setiap pertunjukan gandrung. Peran panjak ini pun umumnya diambil oleh pemain kluncing.

Tak cukup di situ, kadang-kadang alunan musik diselingi dengan saron Bali, angklung, atau rebana sebagai bentuk kreasi dan diiringi electone.***

Editor: Shofia Munawaroh


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x