Pusat Ikan Bakar Pantai Blimbingsari, Kisahnya Terkait Buah Belimbing dan Bupati Pertama Banyuwangi

- 21 Juni 2021, 06:59 WIB
Pantai Blimbingsari telah memiliki citra sebagai pusat ikan bakar di Kabupaten Banyuwangi. Dahulu penentuan namanya berkaitan dengan buah belimbing dan Bupati Pertama Banyuwangi.
Pantai Blimbingsari telah memiliki citra sebagai pusat ikan bakar di Kabupaten Banyuwangi. Dahulu penentuan namanya berkaitan dengan buah belimbing dan Bupati Pertama Banyuwangi. /Ahmad Suudi / Ringtimes Banyuwangi


RINGTIMES BANYUWANGI - Pantai Blimbingsari yang sekarang dikenal sebagai pusat ikan bakar menjadi bagian dari catatan sejarah Banyuwangi.

Mulai dari namanya yang dahulu disebut kawasan Banyualit, dan awal mula muncul warung-warung hingga kini dikenal sebagai pusat ikan bakar, menjadi hikayat Pantai Blimbingsari.

Bila berkesempatan makan ikan bakar di Pantai Blimbingsari, bisa sembari diingat lini masa pesisir Banyuwangi yang menghadap ke Selat Bali itu, sebagai berikut.

Dari Desa Banyualit menjadi Blimbingsari

Dilansir dari laman resmi Pemdes Blimbingsari, Minggu Juni 2021, wilayah itu sejak sebelum abad ke-18 dikenal sebagai Desa Banyualit.

Gagasan nama Desa Banyualit berasal dari adanya aliran air yang kecil di pesisir, dimana banyu berarti air dan alit berarti kecil.

Pada masa penjajahan VOC, desa di pesisir bernama Banyualit itu sempat dijadikan benteng oleh VOC Belanda dan menghadapi serangan pejuang Banyuwangi tahun 1768.

Baca Juga: Makan Ikan Bakar Pantai Blimbingsari, Harga di Bawah Rp100 Ribu, Masih Bisa Ditawar

Nama Desa Banyualit terus digunakan dan dikenal sampai kepemimpinan Temenggung Mas Alit di Banyuwangi.

Mas Alit dianggap sebagai Bupati Pertama Banyuwangi yang dilantik VOC Belanda tahun 1774, dan merupakan keturunan Raja Belambangan Prabu Tawang Alun.

Kemudian pengubahan nama desa itu bermula dari kedatangan dua orang kakan beradik asal Malang, bernama Kyai Abdulah dan Kyai Abdan.

Dua bersaudara itu langsung menanam pohon belimbing bersama penduduk lokal di halaman rumah dan tepi jalan, sebagaimana nasihat dari sanak saudara di tanah asal mereka.

Saat pohon sudah besar dan buah belimbing matang, masyarakat menikmati hasil panennya dan merasakan manfaat buah yang mengandung serat dan Vitamin C itu.

Masyarakat dan para tokoh akhirnya sepakat untuk mengganti nama desa dengan nama buah-buahan yang mereka gemari itu.

Secara resmi Sentanu Murti sebagai kepala desa menetapkan nama baru Desa Blimbingsari, disertai pemecahan wilayah dengan Desa Patoman, tahun 1963.

Pantai yang dimiliki desa tersebut kemudian juga lebih banyak dikenal sebagai Pantai Blimbingsari.

Baca Juga: Usaha Kuliner Ikan Bakar dari Desa Blimbingsari, Keuntungan Di Masah Pandemi dan Sebelum Masa Pandemi

Dari Satu Warung Lesehan menjadi Pusat Ikan Bakar

Buang Lestari salah satu pengusaha warung ikan bakar Pantai Blimbingsari mengatakan awalnya dia hanya coba-coba menjual masakannya pada tetangga.

Ternyata kerabatnya menyambut baik dengan membeli kembali ikan bakarnya, hingga dia memberanikan diri membuka warung lesehan di pantai.

Warung lesehan ikan bakar Buang menjadi ramai dan membuat tetangganya tertarik untuk terjun di usaha yang sama sebagaimana dilansir dari wisatadanbudaya.blogspot.com, Minggu 20 Juni 2021.

Hingga sejak tahun 1998 kawasan itu berkembang menjadi tujuan masyarakat yang ingin menikmati ikan bakar di pantai.

"Tempat ini, selain menjadi lokasi wisata pantai, sudah terkenal sebagai tujuan wisata kuliner," kata Buang yang merupakan mantan nelayan Pantai Blimbingsari itu.

Baca Juga: Tim Peneliti Temukan Kekurangan Pusat Ikan Bakar Pantai Blimbingsari, Usaha Bisa Ditingkatkan

Kini puluhan warung lesehan berjajar menghadap pantai siap menyediakan menu ikan bakar bagi pengunjung.

Pantai Blimbingsari berkembang menjadi pusat ikan bakar dengan harga kurang dari Rp100 ribu per kilogram yang bisa ditawar.

Lokasi Pantai Blimbingsari dinilai strategis karena berjarak sekitar 17 kilometer dari pusat Kota Banyuwangi dengan rute yang tidak begitu sulit.

Bahkan bagi wisatawan yang datang menggunakan pesawat, jarak Pantai Blimbingsari ini hanya 1 kilometer dari Bandara Banyuwangi.

Ikan Bakar Blimbingsari Terdampak Pandemi Covid-19

Sayangnya lahan parkir yang penuh kendaraan dan meja-meja lesehan yang ramai pengunjung kini tak lagi nampak.

Pandemi Covid-19 memaksa masyarakat melakukan pembatasan aktivitas, termasuk menghindari berwisata dan kuliner.

Pak Mat pemilik Warles Bunda di Pantai Blimbingsari mengatakan penjualan ikan bakar di warungnya turun tajam hingga hanya 40 persen.

"Nggak kaling (tidak saya tutupi), kami hutang-hutang untuk makan," kata Pak Mat, Sabtu 19 Juni 2021.

Baca Juga: 5 Cara Kembangkan Pusat Ikan Bakar Pantai Blimbingsari, dari Analisis Bisnis

Beruntung akhir-akhir ini dikatakannya pengunjung mulai datang membeli dagangannya.

Dengan mulai meningkatnya penjualan, nafkah untuk keluarga juga kembai bisa dicukupi.

Namun Pandemi Covid-19 belum juga berakhir, sehingga perekonomian warung-warung ini belum terjamin pada bulan-bulan dan tahun-tahun ke depan.

Pusat ikan bakar Pantai Blimbingsari telah dikenal banyak orang, hingga menjadi modal warung-warung ini bertahan dan mengembangkan potensi lainnya.***

Editor: Dian Effendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x