Fakta atau Hoaks, Dalang Pencurian Data Penelitian COVID-19 Adalah Tiongkok

- 14 Mei 2020, 10:10 WIB
Petugas kesehatan melakukan tes usap hidung selama kampanye uji coronavirus yang diadakan di rumah sakit Diriyah di ibukota Saudi, Riyadh pada 7 Mei 2020 di tengah pandemi COVID-19.
Petugas kesehatan melakukan tes usap hidung selama kampanye uji coronavirus yang diadakan di rumah sakit Diriyah di ibukota Saudi, Riyadh pada 7 Mei 2020 di tengah pandemi COVID-19. /(AFP)

RINGTIMES BANYUWANGI  - Kini Para pejabat Amerika Serikat (AS) pada Rabu 13 Mei 2020 memperingatkan para ilmuwan dan pejabat kesehatan masyarakat untuk pencurian data melalui siber.

Pasalnya para peretas yang memiliki hubungan dengan Tiongkok membobol organisasi Amerika Serikat yang melakukan penelitian terhadap COVID-19.

 
Dalam sebuah pernyataan bersama, Biro Investigasi Federal dan Departemen Keamanan Dalam Negeri mengatakan FBI sedang menyelidiki pembobolan digital di organisasi AS oleh "pelaku siber" yang berhubungan dengan Tiongkok.
 
 
Berdasarkan pemantauan, pelaku siber itu "berusaha mengidentifikasi dan secara ilegal memperoleh kekayaan intelektual yang berharga (IP) dan data kesehatan masyarakat terkait dengan vaksin, perawatan, dan pengujian dari jaringan dan personel yang berafiliasi dengan penelitian COVID-19."
 
Pernyataan itu tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang identitas target atau peretas. Kedutaan Besar Tiongkok di Washington mengutuk tuduhan itu sebagai "kebohongan."
 
"FBI mengeluarkan peringatan berdasarkan praduga bersalah dan tanpa bukti," kata kedutaan dalam pernyataan tertulis, menambahkan tuduhan AS "memotong kerja sama internasional yang sedang berlangsung melawan pandemi.
 

Penelitian dan data terkait corona telah muncul sebagai prioritas intelijen utama bagi peretas dari semua kalangan dan organisasi intelijen Barat telah berulang kali membunyikan tanda bahaya terhadap penargetan organisasi kesehatan masyarakat dan farmasi.

 
Dalam pernyataan terpisah yang dikeluarkan sebelumnya pada hari Rabu 13 Mei 2020, kepala badan intelijen Selandia Baru mengutuk setiap upaya yang menargetkan infrastruktur penelitian COVID-19.
 
"Kami menyerukan semua pelaku dunia maya untuk menahan diri dari aktivitas yang dapat membahayakan respons nasional atau internasional terhadap pandemi COVID-19," kata Andrew Hampton, direktur jenderal Biro Komunikasi Pemerintah Selandia Baru.
 
 
Pekan lalu, Reuters melaporkan bahwa mata-mata siber yang memiliki hubungan dengan Iran menargetkan staf di perusahaan obat AS, Gilead Sciences Inc., yang obat antiviralnya terbukti membantu pasien COVID-19.
 
Pada bulan Maret dan April, Reuters melaporkan upaya peretas tingkat lanjut untuk membobol Organisasi Kesehatan Dunia ketika pandemi menyebar ke seluruh dunia.(Penulis:  Sophia Tri Rahayu) 
 

Editor: Sophia Tri Rahayu

Sumber: Pikiran-Rakyat.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x