Dijagokan Jadi Kapolri, Listyo Sigit Banyak Diterpa Isu Miring

2 Agustus 2020, 14:49 WIB
Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo (kiri) memberikan keterangan pers kasus pembobolan kas Bank BNI di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (10/7/2020). Bareskrim Polri akan menerapkan pasal tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang terhadap tersangka kasus pembobolan kas Bank BNI lewat Letter of Credit (L/C) fiktif, Maria Pauline Lumowa. /ANTARA/Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO

RINGTIMES BANYUWANGI – Saat ini Pamor Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo lagi naik daun. Pasalnya, Listyo banyak dijagoin jadi Kapolri setelah sukses menangkap Djoko Tjandra. Sayangnya, jalan tersebut tidak terlalu mulus. Karena saat ini Listyo digoyang isu agama.

Salah satunya yang menjagokan Listyo jadi Kapolri adalah Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. "Saya mengatakan dia (Kabareskrim) layak menjadi Kapolri," ujar Boyamin di Jakarta, kemarin.

Hal yang sama juga disampaikan oleh Ketua Pusat Studi Politik & Keamanan (PSPK) Unpad, Muradi. Karena menurutnya, penangkapan Djoko Tjandra dinilai menjadi modal kuat bagi Listyo untuk menggantikan Jenderal Idham Azis yang pensiun awal tahun mendatang. "Penangkapan itu membuka pintu bagi Komjen Listyo," tuturnya.

Baca Juga: LOKER BANYUWANGI- Lowongan Kerja di Trijaya Group

Seperti dalam tayangan artikel sebelumnya di Warta Ekonomi yang Berjudul “Dijagokan Jadi Kapolri, Sayang Kabareskrim Digoyang Isu Agama”, Terlebih jika di dalam kasus Djoko Tjandra ini, Listyo berani mengusut tuntas. Di antaranya, mengusut keterlibatan para jenderal polisi dalam skandal Djoko Tjandra. "Kalau bisa, jelas itu karpet merah baginya menuju jabatan Kapolri," tandas Muradi. 

Senator asal Bangka Belitung Alexander Fransiscus juga menilai Listyo layak untuk menduduki jabatan Trunojoyo I. Selain berhasil menangkap Djoko Tjandra, bagi warga Babel, Listyo punya jasa dalam melakukan perbaikan tata kelola pertambangan timah yang beberapa waktu dilaporkan lantaran adanya praktik kartel dan monopoli.

"Sekarang sudah mulai ke arah perbaikan di sini. Ini menjadi catatan kami di sini," ungkap Alex.

Baca Juga: Video Viral Satu Keluarga ‘Makan di Tol’ yang Ditegur Polisi, Begini Responnya

Sayangnya, jalan Listyo menuju kursi Kapolri diperkirakan tidak begitu mulus. Eks ajudan Presiden Jokowi ini bakal digoyang isu agama. Mengingat, jenderal bintang tiga itu seorang Nasrani.

Pengamat Intelijen dan Keamanan Stanislaus Riyanta mengatakan, kasus SARA sudah pernah dialami Komjen Listyo. Saat itu, Listyo banyak ditentang terkait jabatannya sebagai Kapolda Banten pada 2016. Salah satu yang mengkritik adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Hal ini tentu mungkin terjadi lagi seandainya Komjen Listyo dicalonkan menjadi Kapolri," ujar Stanislaus semalam. 

Baca Juga: Beberkan Dosa-dosa Djoko Tjandra, Mahfud MD: Harus Dihukum Berat!

Apalagi, dalam sejarah Kepolisian, baru ada satu jenderal non-Muslim yang pernah menjabat sebagai Kapolri. Dia adalah Jenderal (Purn) Widodo Budidarmo yang beragama Kristen. 

Listyo sebetulnya berpeluang besar menjadi pengganti Jenderal Idham Azis. Bintang di pundaknya sudah tiga. Jabatannya sebagai Kabareskrim, strategis. Apalagi beberapa Kapolri juga sebelumnya menjabat Kabareskrim. Termasuk Idham Azis. Selain itu, pensiun Listyo juga masih jauh, 2027. Keunggulan lain, dia dekat dengan Presiden Jokowi karena pernah menjadi ajudannya. 

Namun, ada faktor-faktor lain yang juga dipertimbangkan. Yakni, resistensi dari masyarakat atau catatan-catatan yang pernah ada. Tetapi Stanislaus menyatakan, kewenangan memilih Kapolri ada di tangan Presiden Jokowi. "Siapa pun yang dicalonkan tentu sudah dikalkulasi dengan cermat oleh Presiden," tandasnya.

Baca Juga: Diduga Terlibat Kasus Djoko Tjandra, Para Jendral Polri Ini Diproses Pidana

Anggota Kompolnas Poengky Indarti menegaskan, identitas agama tidak menjadi syarat untuk menjadi calon Kapolri. Pasal 11 Ayat 6 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 menyebut, calon Kapolri adalah perwira tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier. Dalam undang-undang tersebut, tak ada syarat yang secara eksplisit menyebutkan seorang calon Kapolri mesti berasal dari agama tertentu.

"Tolong dibaca," ujarnya. "Kami dalam memberikan pertimbangan kepada Presiden tetap berpegang pada aturan Undang-Undang Polri," imbuh Poengky. 

Pengamat Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai, terlalu prematur jika penangkapan Djoko Tjandra dikaitkan dengan pencalonan Listyo sebagai Kapolri. "Terlalu prematur bila hanya berlandaskan prestasi yang satu ini," beber Emrus.

Baca Juga: Jangan Remehkan Hal ini Jika Kamu Tak Ingin Terinfeksi Virus Covid-19

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane juga punya pendapat serupa. "Ada saja pihak-pihak yang mengaitkan penangkapan Djoko Tjandra dengan bursa calon Kapolri, padahal hal itu tidak ada kaitannya dan situasinya jauh panggang dari api," tegasnya.

Sebaiknya, kata Neta, semua pihak bersabar menunggu momentum pergantian Kapolri. Dalam penilaian Neta, urusan pergantian pucuk pimpinan Korps Bhayangkara itu baru dilakukan setelah Presiden Jokowi merombak Kabinet Indonesia Maju. 

Bagaimana dengan DPR? Para anggota Dewan hanya memuji kinerja Listyo dan jajarannya membawa pulang Djoko Tjandra. Namun, tak mau menilai layak tidaknya dia menjadi Kapolri.

"Itu kewenangan Presiden, kami tak mau mendahului," ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, semalam.***

Editor: Sophia Tri Rahayu

Sumber: Warta Ekonomi

Tags

Terkini

Terpopuler