Mengenal Tari Rejang Renteng yang Ditarikan Wanita PHDI Kecamatan Banyuwangi

24 Maret 2023, 10:16 WIB
Wanita PHDI Kecamatan Banyuwangi tampilkan Tari Rejang Renteng dalam upacara Melasti. /Fitri Anggiawati/Ringtimes/

RINGTIMES BANYUWANGI- Upacara Melasti di Kecamatan Banyuwangi telah berlangsung dengan lancar dan sukses pada Minggu, 19 Maret 2023.

Sebagai rangkaian menjelang Hari Raya Nyepi yang jatuh pada Rabu, 22 Maret 2023, Melasti banyak menampilkan sisi menarik, diantaranya penampilan Tari Rejang Renteng.

Tarian sakral tersebut merupakan tarian untuk penyambutan dewa yang datang dan akan digelarkan pemujaan.

“Supaya menyenangkan beliau,” tutur sekretaris Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kecamatan Banyuwangi I Wayan Mustika kepada Ringtimes Banyuwangi

Tak hanya Melasti, Wayan menyebut Tari Rejang Renteng juga turut dihadirkan saat upacara penting diantaranya ulang tahun pura atau acara yang mengundang kedatangan dewa.

Baca Juga: Data Calon Pengantin Tersebar, Kepala KUA Kecamatan Banyuwangi Meminta Maaf

Tarian tersebut berfungsi sebagai tari wali atau tari sakral yang ditarikan pada saat piodalan yang berkaitan dengan niskala (hubungan dengan Tuhan).

Untuk diketahui, Rejang Renteng adalah sebuah tarian yang dibawakan sekelompok wanita dengan pola gerakan yang sederhana dan menggunakan olah rasa.

Secara harfiah, Rejang Renteng berasal dari kata renteng atau rente yang memiliki makna renta, tua, atau bisa juga berarti sudah berkeluarga.

Dilansir dari Antara, yang bisa menarikan Tari Rejang Renteng adalah penari yang sudah berkeluarga dan boleh ditarikan oleh para pemangku istri.

Jumlah penari dari tarian ini pun juga wajib ditampilkan dalam jumlah ganjil, yaitu 3, 5, 7, 9, dan seterusnya yang aturan tersebut telah berlaku sejak pembuatan Tarian Rejang Renteng secara niskala.

Apabila tarian ini ditampilkan di pantai, seperti saat upacara Melasti lalu, maka arah penari tidak diperkenankan membelakangi pantai, melainkan wajib saling berhadapan sesama penari atau berhadapan dengan pantai.

Baca Juga: Diwarnai Insiden Pengusiran Wartawan, Kepala BPN Enggan Temui Forum Warga Banyuwangi

Untuk pakaian, para penari wajib mengenakan kebaya berwarna putih tanpa motif atau polos dan lengan panjang karena tidak disarankan menggunakan kebaya lengan pendek saat persembahyangan.

Kebaya warna putih yang diwajibkan juga memiliki makna bahwa badan dari manusia sendiri merupakan sesuatu yang sakral dan sangat perlu untuk dijaga agar terhindar dari hal-hal yang tidak baik.

Sementara itu, kebaya putih polos tanpa motif memberikan arti bahwa para penari memiliki niat yang tulus dan ikhlas yang ditujukan kepada Tuhan.

Selain itu, ditambah juga dengan selendang berwarna kuning sebagai simbol dari kebaikan yang mana kejahatan dan emosi diikat dalam simpulan selendang tersebut.

Di bagian kepala, para penari memakai riasan berupa sanggul yang mengandung arti bahwa penari rejang renteng tersebut dalam status sudah berkeluarga atau menikah.***

 

Editor: Dian Effendi

Tags

Terkini

Terpopuler