UMKM Unggulan Industri Rumahan Tahu di Desa Gitik Banyuwangi Keluhkan Harga Kedelai Mahal

- 4 April 2022, 15:00 WIB
Mahalnya harga kedelai saat ini membuat UMKM unggulan industri rumahan tahu di Desa Gitik Banyuwangi mengeluh dan produksi  terhambat.
Mahalnya harga kedelai saat ini membuat UMKM unggulan industri rumahan tahu di Desa Gitik Banyuwangi mengeluh dan produksi terhambat. /Galih Ferdiansyah/Ringtimes Banyuwangi/

RINGTIMES BANYUWANGI - Sejak dulu, Desa Gitik yang terletak di Kecamatan Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi ini terkenal dengan produk tahunya.

Hingga kini, industri rumahan yang mengolah tahu ini sudah menjadi UMKM unggulan di Desa Gitik.

Menurut keterangan Hamzah selaku Kepala Desa Gitik, kini sudah ada sekitar 20 industri rumahan yang memproduksi tahu.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca Kabupaten Banyuwangi Hari Senin, 04 April 2022, Menurut BMKG : Aman

"Alhamdulillah satu desa itu memiliki kurang lebih 20 home industry tahu, memang itu salah satu produk unggulan Desa Gitik," ujar Kepala Desa Gitik, Hamzah, dalam keterangannya pada Ringtimes Banyuwangi Senin, 4 April 2022.

Di sisi lain, Badrun, seseorang yang menjabat sebagai Kepala Dusun Krajan, ternyata juga merupakan pemilik dari salah satu industri rumahan tahu di Desa Gitik.

Menurut penuturan Badrun, usaha yang dijalankannya tersebut telah berjalan kurang lebih 3 tahun ini.

Jika sebelumnya ia memproduksi tahu tersebut menggunakan bahan-bahan yang ia beli sendiri, kini ia memilih untuk menerima pesanan dari orang lain.

Baca Juga: Lepas Jenazah Kades Tamanagung Banyuwangi, Bupati Ipuk: Kami Sangat Berduka Cita

Hal tersebut dikarenakan harga bahan baku yakni kedelai yang mulai naik.

"Sekarang kan mahal, saya ndak berani," ujarnya.

Biasanya orang-orang yang memesan tersebut membawa kedelai sendiri, kemudian diserahkan kepada Badrun untuk diproduksi menjadi tahu.

Orang-orang tersebut umumnya membawa satu ember kedelai dengan rata-rata berat 3,5 kilogram.

Hasil produksi tahu tersebut nantinya dikumpulkan dalam satu wadah yang terbuat dari jerigen berukuran 20 liter.

Per jerigennya biasanya Badrun mematok ongkos Rp10 ribu saja.

Baca Juga: Deteksi Dini Stunting, Banyuwangi Optimalkan Peran Ribuan Kader dan Tim Pendamping Keluarga

Selain itu, pemasaran yang dilakukan Badrun umumnya dengan menitipkan hasil produksinya ke pasar dan ke pedagang peracang atau pedagang keliling.

Tak hanya mengeluhkan terkait mahalnya kedelai, Badrun juga resah terkait kelangkaan minyak yang baru-baru ini ramai di kalangan masyarakat.

Hal tersebut membuat produksi per harinya menurun cukup drastis.

"Yang dikeluhkan itu cuma kedelai sama minyak, seandainya minyak itu stabil, ini lebih banyak lagi," sambungnya.

Ia menambahkan, jika para konsumen yang ditawari tahu tidak jadi membeli lantaran kekurangan stok minyak goreng.

"Kebanyakan yang ditawarin tahu, 'ndak ada minyak', gitu," imbuhnya.

Alhasil, para pedagang peracang pun mengurangi jumlah tahu yang dijajakannya.***

Editor: Shofia Munawaroh


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah