Pendapat Kita tentang Kaum Sufi, Penegak Kebaikan Kaum Muslimin

13 September 2021, 22:36 WIB
Ilustrasi kaum Sufi. /pixabay/

RINGTIMES BANYUWANGI - Seperti yang telah semua ketahui, bahwa sesungguhnya agama dibangun di atas tiga rukun utama yakni Iman, Islam, Ihsan. Dan tasawuf merupakan representasi dari ihsan.

Adapun istilah maqamat dan ahwal yang sering diutarakan oleh kaum Sufi, semuanya telah tercantum dalam Al-Quran dan sunah dengan penyebutan dan isyarat yang jelas.

Para sahabat khususnya ahlusshuffah, mereka berakhlak dengan akhlak sufi. Begitu pun para tabiin dan tabi' tabiin, mereka juga berakhlak dengan nilai-nilai ini.

Karena itu, tidaklah mengherankan jika banyak ulama muslim yang membela hal tersebut.

Baca Juga: Kisah Rabiah Al-Adawiyah, Tokoh Sufi Perempuan yang Mendunia

Mereka adalah para imam fikih, kalam, dan para tokoh tokoh besar Islam seperti yang disampaikan oleh Iman Assuyuthi adalah ahlu atthariqah.

Hadir pula di majelis-majelis nasehat mereka (Kaum Sufi) yang terkadang berlebihan dalam memuji kedudukan mereka serta menukil pelajaran dan isyarat-isyarat yang mereka utarakan di majelis dan karya-karya Mereka.

Seperti dinukil oleh Imam Zaruq di dalam kitab Qawaidnya dan Imam Attai dari Imam Malik beliau berkata,

"Barang siapa yang bertasawwuf namun tidak berfikih maka dia telah zindiq, dan barang siapa yang berfikih namun tidak bertasyawuf maka dia telah fasik. Dan barang siapa yang mengabungkan keduanya maka dia telah sampai pada Hakikat."

Perhatikanlah bagaimana Imam Malik RA memberikan pengibaratan tentang tasawuf dan fiqih yang merupakan dua bagian yang tidak bisa terpisahkan satu sama lain.

Baca Juga: Sejarah Asal Usul Tari Sufi, Jalaluddin Rumi

Para kaum Sufi adalah penegak kebaikan kaum muslimin secara umum.

Hal ini tersampaikan dalam kisah perkumpulan para pembesar ini terjadi tahun 846 H di Daerah mansurah dalam sebuah moment perang antara kaum muslimin dan kaum salib dari Prancis.

Perang ini pun berakhir dengan kehancuran kaum salib dan tertawanya Luis IX yang merupakan Raja Prancis kala itu.

Dari kisah ini kita dapat mengambil pelajaran tentang penghormatan para ulama khususnya Sultonul Ulama dan muridnya yaitu Ibnu Daqiq Ied kepada kaum Sufi yang dipresentasikan dalam diri Syekh Abu Hasan Syadzily yang merupakan pembesar kaum Sufi dan pembaharu ajaran-ajaran mereka.

Kita perhatikan keadaan Syekh Abu Hasan Asyadzily yang hadir dalam peperangan tersebut dan berangkat dari Alexandria setelah kebutaan yang dialaminya.

Dari sini dapat kita pahami bahwa kaum Sufi adalah orang orang yang sangat peduli dengan berbagai macam perkara.

Hal tersebut tidak lah mengherankan, sebab mereka adalah orang orang yang memiliki keinginan yang bersih, kehendak yang kuat, ketetapan hati yang tak tergoyahkan, kesunguhan dalam beramal, serta kebiasaan yang kokoh.

Dalam sebuah syair digambarkan :

"Dari tangan orang orang yang berkeinginan kuatlah lahirnya kehendak"

"Dari tangan orang orang yang mulialah lahirlah kemuliaan"

"Dalam pandangan orang kerdil, suatu yang kecil bisa menjadi besar"

"Dalam pandangan orang besar, sesuatu yang besar terlihat kecil"

Al Alalmah Al Qadhi Abu Thalib bin Al Haj dalam kitab Hasyiah Al Mursyid Al Muin berisi nadzaman yang terkait dengan ilmu tauhid, fiqih maliki, dan tasawuf menjelaskan bahwa sesungguhnya mayoritas ulama zahir yang bergelut dengan tasawuf adalah mereka yang memiliki kelebihan dan kedudukan dalam kemahiran dan kealimannya.

Hal tersebut didapat dari proses pergaulan dengan para arifin. Seperti Izzudin bin Abdussalam yang bergaul dengan Abu Hasan Asy-Syadzily

Dan dalil mengenai hal ini begitu banyak yang menunjukan bahwa sesunguhnya para ulama mengkategorikan tasawuf bagian dari agama dan menilai bahwa para sufi merupakan orang-orang terpilih.***

Oleh: Agus Fahd Reza
Pengasuh Ponpes Cemoro Banyuwangi

Editor: Shofia Munawaroh

Tags

Terkini

Terpopuler