Karya Sastra, Buah dari Perjalanan Spiritual Penulisnya

20 Juli 2020, 15:30 WIB
Ka'bah: Peristiwa alam yang terjadi pada 15-16 Juli 2020 yaitu matahari tepat berada di atas ka'bah dan hal ini bisa prediksi arah kiblat. /Pixabay

RINGTIMES BANYUWANGI - Pasca era reformasi, sastra seperti terlepas dari belenggu otoritas yang sempat membungkam nilai Hak Asasi Manusia (HAM)  semasa orde baru. Dalam perkembangannya, sastra mulai muncul dengan wajah baru yang semakin blak-blakan dalam segi isi maupun bahasa.

Namun, perlu disadari bahwa sastra merupakan hasil perjalanan spiritual yang dalam dari penulis, sehingga menghasilkan karya yang memiliki makna berbeda. Melalui sastra, pembaca dapat mengambil pesan spiritual tentang hubungan manusia dengan setiap aspek kecil yang berkaitan dengan penulisnya.

Tidak hanya pengalaman pribadi, karya sastra juga berasal dari hasil pemahaman terhadap sebuah prinsip hidup, ajaran, maupun terhadap alam.

Baca Juga: Daftar 5 Marketplace dengan Rating Tertinggi di Indonesia pada Bulan Juli 2020

Dikutip ringtimesbanyuwangi.com dari berbagai sumber, Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa sastrawan yang karya-karyanya memberikan pemahaman spiritual tersendiri bagi pembaca. 

Bahkan, beberapa penyair Indonesia merupakan tokoh yang memiliki pemahaman spiritual yang tinggi, sehingga karya yang diciptakan pun sarat akan makna. Contohnya saja Emha Ainun Najib dan KH. Ahmad Mustofa Bisri.

Ada sebuah slogan yang menyebutkan, ‘Sejauh mana seorang penulis mengenal Tuhan, dapat dilihat dari karyanya’.

Satu contoh karya sastra yang memiliki nilai spiritual tinggi adalah puisi dari KH. Ahmad Mustofa Bisri yang berjudul ‘Wanita Cantik Sekali di Multazam’, puisi tersebut diunggah oleh akun Instagram resmi milik Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin, Leteh, Rembang, tersebut, yaitu s.kakung. Berikut kutipan puisi spiritual tersebut:

Baca Juga: Sudah Kantongi Hasil Lab Forensik , Polisi Siap Umumkan Pelaku Pembunuhan Yodi Prabowo

Wanita Cantik Sekali di Multazam

Di tengah himpitan daging-daging doa di pelataran rumah-Mu yang Agung aku mengalirkan diri dan ratapku hingga terantuk pada dinding-mustajab-Mu menumpahkan luap-pinta di dadaku.

Kubaca segala yang bisa kubaca dalam berbagai bahasa runduk hamba dari tahlil ke tasbih,

dari tasbih ke tahmid,

dari tahmid  ke takbir,

dari takbir ke istighfar,

dari istighfar ke syukur,

dari syukur ke khauf,

dari khauf ke raja,

dari raja ke khauf.

Raja khauf

Khauf raja

Raja khauf

Khauf raja

Sampai tawakkal

Tiba-tiba sebelum benar-benar fana melela dari arah Multazam seorang wanita cantik sekali masyaAllah tabarakAllah!

Allah, apa amalku jika kurnia

Apa dosaku jika coba?

Allah, putih kulitnya dalam putih kerudungnya

Indah sekali alisnya

Indah sekali matanya

Indah sekali hidungnya

Indah sekali bibirnya

Dalam Indah wajah-Mu.

Allahku, kunikmati keindahan dalam keindahan

Di atas keindahan

Di bawah keindahan

Di kanan-kiri keindahan

Di tengah-tengah keindahan yang indah sekali.

Allahku, inilah kerapuhanku! Tak kutanyakan kenapa,

Engkau bertanya bukan ditanya kenapa

Tapi apa jawabku? --ampunilah aku-- tanyalah jua yang kupunya kini: Allahku, mukallafkah aku dalam keindahann-Mu?

Baca Juga: Berikut Rekomendasi 10 Destinasi Wisata Saat New Normal di Banyuwangi

Puisi ini mengisahkan tentang seorang yang sedang khusyu menjalankan ibadah haji, serta meyakini kekhusyuan ibadahnya. Tetapi, kemudian, dia melihat seorang wanita cantik. Dalam decak kagum, orang tersebut kembali sadar atas buyarnya konsentrasi terhadap amalan ibadah haji tersebut karena sosok makhluk Tuhan, dan kemudian dia kembali menyadari kehinaannya sebagai seorang hamba.***

Editor: Dian Effendi

Tags

Terkini

Terpopuler