Soeharto mulai menjalankan kebijakan-kebijakan yang sebagian besar bertolak belakang dengan kebijakan Soekarno.
Maka dari itu, setelah supersemar terbit pada waktu itu juga terjadilah dualisme dalam kepemimpinan nasional.
Pada tanggal 22 Juni 1966 dihadapan MPRS, Soekarno menyampaikan pidato pertanggung jawaban selama menjadi presiden yang dijuliki nawaksara.
Namun pidato tersebut jauh dari ekspektasi dan anggota MPRS mulai meragukan presiden Soekarno.
Pada tanggal 9 Februari 1967, Dewan Perwakilan Gotong Royong atau DPR-GR mengajukan pelaksanaan sidang MPRS untuk menghentikan Soekarno.***