Merayakan Ibu Nusantara, Pahlawan Kita Semua

- 11 November 2021, 21:22 WIB
Seminar Nasional Komnas Perempuan : mengungkap pahlawan-pahlawan perempuan yang tidak tercatat Sejarah. Apa sajakah?
Seminar Nasional Komnas Perempuan : mengungkap pahlawan-pahlawan perempuan yang tidak tercatat Sejarah. Apa sajakah? //Pixabay/Free-Photos

RINGTIMES BANYUWANGi - Dalam rangka memperingati  Hari Pahlawan Nasional, Komnas Perempuan menggelar acara seminar nasional dengan mengusung tema "Merayakan Ibu Nusantara, Pahlawan Kita" yang dilaksanakan pada 9 November 2021 lalu. Seminar menitik beratkan kiprah perempuan yang tidak tercatat oleh sejarah.

Ketua Komnas perempuan, Andy Yentriyani dalam sambutannya mengatakan kultur patriarki yang sangat kuat di Indonesia berdampak perlakuan diskriminatif terhadap kaum perempuan bahkan kepada pahlawan perempuan sekalipun.

Rekam jejak yang minim dokumentasi menjadi faktor dari banyaknya pahlawan perempuan yang dibunuh secara sejarah.

Baca Juga: Roehana Koeddoes, Jurnalis Wanita Pertama Indonesia yang Ada di Google Doodle Hari Ini

Beberapa jasa maupun gerakannya nya dihilangkan dari catatan kemerdekaan maupun sejarah perjuangan lainnya.

Beberapa pahlawan perempuan tersebut adalah Lasminingrat, Monia Latualinya, Setiati Surasto, Auw Tjoei Lan, Tamu Rambu Margaretha dan Boetet Satidjah.

Berikut profil Pahlawan Perempuan yang dibahas dalam Seminar Nasional oleh Komnas Perempuan.

Baca Juga: Mengenal MIG-21, Pesawat Bersejarah Milik Indonesia yang Berhasil Menakuti Belanda dan Amerika

Lasminingrat, rekam jejaknya dalam upaya pemenuhan hak perempuan dibuktikan dengan berpegang teguh pada pengetahuan.

Dengan mengajar, menyadur, bahkan mendirikan sekolah menjadi wujud dari kiprahnya dalam memperjuangkan hak kaum perempuan untuk berperan aktif di ruang publik, visinya jelas, menjadikan perempuan untuk berstrategi, merdeka, dan memiliki kesempatan.

Melalui sastra, Lasminingrat memiliki tanggung jawab untuk memberi pengetahuan pada anak-anak agar memiliki kepekaan.

Tiga karyanya yakni Tjarita Erman, Warnasari, dan Warnasari Djilid II, menjadikannya role model bahwa perempuan mempunyai kuasa penuh atas hidupnya.

Baca Juga: 8 Fakta Menarik Hari Pahlawan, Indonesia Dipaksa Memenuhi Ultimatum Inggris

Monia Latualinya, srikandi Hatuhaha dengan perannya yang melekat sebagai Kapitan Alaka merupakan wujud konkrit seorang perempuan yang memiliki kiprah dalam sejarah perjuangan kemerdekaan.

Semangat dan keberaniannya yang sangat tinggi turut mengobarkan semangat bagi para lelaki maupun perempuan Hatuhaha lainnya untuk turut serta melawan penjajah Belanda kala itu. Bahkan perjuangan Monia Latualinya,

180 tahun sebelum perlawanan Martha Christina Tiahahu dan tokoh lainnya di tahun 1817.

Baca Juga: Peristiwa 14 Oktober 1945, Pemicu Terjadinya Pertempuran Lima Hari di Semarang

Setiati Surasto, perempuan pembela hak-hak buruh yang berasal dari Banyuwangi, yang aktif terlibat dalam Gabungan Serikat Buruh Sedunia bahkan menjadi drafter Perluasan Konvensi ILO No. 100 Tahun 1951 untuk persamaan upah dan anti diskriminasi.

Bahkan dedikasi dari Setiati juga dibuktikan dari perannya dalam Sidang Biro Gabungan Wanita Demokratis Sedunia, dimana Setiati mengusulkan Solidaritas Internasional untuk perjuangan kemerdekaan nasional, hak-hak wanita dan perdamaian.

Auw Tjoei Lan, yang berperan aktif dalam upaya untuk melindungi perempuan yang diperdagangkan, wujud dedikasinya tercermin dari didirikannya rumah panti asuhan pada 1913 untuk melindungi anak terlantar maupun perempuan korban perdagangan manusia. Meskipun harus menghadapi berbagai tantangan termasuk adanya diskriminasi terhadap etnis tionghoa, namun tak menyurutkan tekadnya untuk mengkritisi ketidaksetaran dan kekerasan kepada perempuan kala itu.

Baca Juga: Komnas Perempuan: Usut Tuntas Aksi Teror terhadap Orang Tua dan Keluarga VK

Tamu Rambu Margaretha, bangsawan yang berasal dari Rakawatu, Kecamatan Lewa, Sumba Timur, yang berkiprah dalam upaya penyetaraan akses pendidikan bahkan kepada masyarakat dengan status sosial paling rendah di Sumba atau yang biasa disebut “Hamba”, mengingat ketimpangan relasi kuasa antara Tuan dan Hamba di Sumba sangat berdampak pada kesenjangan akses dan partisipasi termasuk di bidang pendidikan. Bahkan beliau memiliki keyakinan kuat bahwa pendidikanlah yang menjadi tulang belakang yang akan menguatkan pribadi untuk bekal hidup serta jalan pembebasan suatu perbudakan.

Boetet Satidjah, wanita yang berasal dari Tapanuli Selatan ini merupakan pendiri sekaligus redaktur dari Media Perempoean Bergerak pada tahun 1919 hingga 1920, hal ini menjadi wujud emansipasi perempuan Indonesia kala itu, dimana saat banyak perempuan yang tidak memiliki keberanian untuk mendobrak patriarki, pemikiran kritisnya terhadap isu kesetaraan bidang pendidikan maupun keadilan peran dalam rumah tangga membawanya menjadi feminis yang mengajak perempuan keluar dari keterbelakangan dan keterpurukan kala itu salah satunya dengan dibentuknya Rubrik Khusus Beroending dalam Media Perempoean.

Baca Juga: Peristiwa 14 Oktober 1945, Pemicu Terjadinya Pertempuran Lima Hari di Semarang

Namun secara khusus dalam penyampaian berbagai materi, disebutkan bahwa berbagai kegigihan, keberanian, serta dedikasi dari para pahlawan perempuan tersebut justru menghadapi tantangan dari adanya catatan sejarah yang diskriminatif terhadap perempuan, peran yang tidak ditulis, dibicarakan bahkan disinggung sama sekali dalam pentas sejarah Indonesia.

Acara ini juga dihadiri oleh seluruh komisioner Komnas Perempuan beserta jajarannya . Diantaranya,  Rena Asyari (Pengajar), Olivia Salampessy (Wakil Ketua Komnas Perempuan), Lia Anggia Nasution (Dosen), Ita F. Nadia (Ketua RUAS), R. Azmi Abu Bakar (Pemilik Museum Peranakan Tionghoa), hingga Martha Hebi (Aktivis Perkumpulan SOPAN Sumba Timur) dan Amira Hasna Ruzuar (Badan Pekerja Komnas Perempuan).

Pada akhir acara, Komnas Perempuan menegaskan upaya pemajuan hak-hak perempuan tidak berhenti bahkan setelah kata merdeka.

Mengingat upaya penghapusan ketidakadilan masih harus terus diperjuangkan agar kemajuan hak-hak perempuan tidak hanya sebatas slogan semata.***

Editor: Suci Arin Annisa


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah