Trio Penghancur Mataram, Tawangalun II, Karaeng Galesong, dan Trunojoyo

- 28 Februari 2020, 22:36 WIB
Lukisan kuno menggambarkan wilayah Blambangan.*/
Lukisan kuno menggambarkan wilayah Blambangan.*/ /Banjoewangi Tempo Doeloe

RINGTIMES - Pelarian Karaeng Galesong ke tanah Jawa dikarenakan VOC Belanda berhasil mengalahkan Kerajaan Gowa pada tahun 1669.

Karaeng Galesong dan beberapa kerabat kerajaan memilih lari ke Jawa karena tidak tunduk dibawah penjajah Kompeni.

Yang ikut Karaeng Galesong ke tanah Jawa diantaranya adalah Karaeng Tallo, Sultan Harun Arrasyid, Tumenanga ri Lampana, dan saudara kandung Karaeng Tallo, Daeng Mangappa.

Dua lainnya yang paling terkenal adalah Karaeng Galesong Tumenanga Ritappana, dan Karaeng Bontomarannu Tumma Bicara Butta Gowa.

Kerajaan Gowa yang mahsyur berabad-abad di kaki pulau Sulawesi itu, akhirnya takluk di moncong meriam Kompeni Belanda.

Di daerah Bungaya, pada tahun 1667, I Mallombassi Daeng Mattawang, Sultan Hasanuddin bersimpuh pada klausul Bungaya (cappaya ri Bungaya) walau sangat merugikan kerajaan.

Baca Juga: Sempat Viral, Nenek Miskin di Banyuwangi Akhirnya Terima Banyak Bantuan

15 benteng di sepanjang pesisir selatan runtuh, petinggi kerajaan ramai-ramai tunduk pada Belanda.

Sejarah menuturkan, perjuangan Karaeng Galesong berlanjut ke tanah Jawa. Setelah perjanjian Bogaya ditandatangani di Makassar, para pejuang Kerajaan Makassar pergi dari tanah airnya karena menjadi buronan pihak VOC.

Karaeng Galesong, putra Sultan Hasanuddin diundang oleh sahabat sang sultan, seorang raja di ujung timur tanah jawa, yang telah banyak menampung dan menyediakan tempat bagi para pejuang Makassar di daerahnya.

Demung, sebuah desa kecil di dekat Ketah atau Besuki di wilayah timur pulau Jawa milik Kerajaan Blambangan disediakan bagi mereka, termasuk rombongan Karaeng Galesong dengan jumlah pasukan yang besar.

Belum ada data yang jelas, namun ada yang mengatakan lebih dari 4 ribu prajurit.

Di masa itu, di wilayah Jawa Timur terdapat dua penguasa besar dan ditakuti, yakni Sri Susuhunan Prabu Tawangalun II di Blambangan dan Panembahan Maduretno Pangeran Trunojoyo di Sampang, Madura.

Baca Juga: Kemenag Banyuwangi Tetap Layani Rekom Umrah Meski Saudi Keluarkan Larangan

Kedua penguasa besar ini telah lama saling bahu membahu dalam perjuangan melawan VOC dan sama-sama diincar oleh Amangkurat I, Sunan Mataram di Plered.

Setelah kedatangan Karaeng Galesong di Demung, diadakan pertemuan tiga pihak, yakni Trunojoyo, Karaeng Galesong, dan Tawangalun yang digelar di Kedhaton Sampang.

Mereka sepakat bekerjasama untuk menaklukkan sang raja Mataram yang telah bekerjasama dengan VOC.

Dalam pertemuan itu pula diadakan perkawinan politik antara Karaeng Galesong dengan putri dari Trunojoyo.

Dalam kesepakatan 3 pemimpin itu ditetapkan bahwa; Mataram akan ditaklukkan bersama-sama untuk menumbangkan Amangkurat I, mahkota Mataram akan diserahkan pada Pangeran Trunojoyo selaku kerabat paling dekat dengan Mataram, Keraton Mataram akan dipindahkan ke Daha atau Kedhiri.

Selain itu, penaklukkan Mataram menggunakan tentara Makassar dengan imbalan dari Trunojoyo yaitu mendapat daerah perbatasan Mataram dengan Blambangan (Malang dan Pasuruan).

Baca Juga: Cek Fakta, Isi BBM di Pagi Hari Bisa Menambah Takaran

Tawangalun II hanya menyediakan bahan pangan yang cukup untuk berperang selama dua tahun, tentara Blambangan hanya dilibatkan sebagai pasukan telik sandi (Mata mata) dan tidak terlibat dalam perang langsung karena Blambangan terikat perjanjian kekeluargaan dengan Sultan Agung (ayah Amangkurat I).

Mereka bersatu padu melanjutkan perlawanan dikerajaan Mataram terhadap Belanda pada tahun 1676-1679.

Karaeng Galesong dengan pasukannya menyerang Gresik dan Surabaya yang saat itu berada dalam kekuasaan Mataram.

Pasukan Karaeng Galesong seperti ditulis sejarawan Belanda, Degraff, berhasil mengobrak-abrik pasukan Amangkurat I yang kemudian kembali ke Jawa Tengah.

Akhirnya pasukan Madura, Makassar, dan Blambangan berhasil merebut Keraton Plered, ibukota Mataram pada Oktober 1676.

Kemuduian Pangeran Trunojoyo memindahkan ibukota Kerajaan Jawa ke Kediri.

Setelah Plered berhasil direbut, Amangkurat I terpaksa melarikan diri dari keratonnya dan berusaha menyingkir ke Batavia, akan tetapi kesehatannya semakin memburuk.

Baca Juga: Corona Merebak di Korsel, KBRI Seoul Tingkatkan Perlindungan WNI

Setelah terdesak ke Wonoyoso, ia akhirnya meninggal di Tegal dan dimakamkan di suatu tempat yang bernama Tegal Arum.

Menurut catatan sejarah, pada 21 November 1679, Karaeng Galesong sang panglima penakluk Mataram itu wafat di daerah Ngantang Kabupaten Malang.

Kisah kematiannya diperoleh sejarawan Leonard Andaya dari Kolonel Archief, yang catatannya sekarang masih tersimpan rapi di Denhaag.

Peran Sri Susuhunan Prabu Tawangalun II tidak disebutkan dalam literatur di Indonesia.

Sekarang, baik Karaeng Galesong dan Trunojoyo dikenal sebagai pahlawan.

Akan tetapi, siapa yang mengenal Tawangalun II raja Blambangan dan perannya dalam menaklukkan Mataram tahun 1676?

Miris!

Baca Juga: Antisipasi Pelemahan Ekonomi Akibat Corona, Pemerintah Percepat Pencairan Bansos dan Dana Desa

Editor: Dian Effendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x