Davin mengaku, saat ini masih terus belajar untuk mengolah gula merah dengan lebih baik lagi.
Baca Juga: Tinggalkan Dunia Pertanian, Pengrajin Lidi di Desa Pakistaji Jadi Mentor Generasi Muda
Dalam sehari, rumah produksi gula merah miliknya tersebut mampu memproduksi gula merah mulai dari 4.5 hingga 6 kuintal yang kemudian ia pasarkan ke Surabaya dan Bali.
“Biasanya, seminggu sekali ada yang ngambil dari Surabaya atau Bali, bahkan dulu bulan puasa sempat seminggu dua kali kirim ke Bali.”
Kini hambatan dalam usahanya adalah mahalnya bahan bakar kayu untuk memasak gula merah.
Dibandingkan dengan sentra pembuatan gula merah di Lumajang, bahan bakar kayu disini menurutnya terlampau mahal, sehingga sulit bagi usahanya untuk mematok harga yang lebih murah lagi.
Baca Juga: Tarik Pande Pengrajin Besi Kondang di Kabat Banyuwangi, Icipi Orderan dari Jakarta
Saat ini Davin berharap agar nantinya usaha yang ia jalankan sekarang bisa berkembang lebih baik lagi, dan dirinya mampu menjadi produsen gula merah di pasar lokal Banyuwangi.
“Harapannya, nantinya saya bisa menjadi produsen utama gula merah di Banyuwangi, selama ini kan masih di luar saja seperti Surabaya dan Bali. Penginnya ya bisa di sini juga,” ujar dia.
Saat ini faktor yang membuatnya tidak bisa bersaing di pasar Banyuwangi adalah murahnya gula yang ada disini, menurutnya gula-gula merah di Banyuwangi kini disuplai dari Jember dan mampu menawarkan harga yang lebih murah.