Transaksi Online, Nama Lain dari 'Akad Salam' dalam Islam

- 22 Juli 2020, 09:10 WIB
Ilustrasi jual beli online.
Ilustrasi jual beli online. //Pixabay

RINGTIMES BANYUWANGI - Pada masa pandemi Covid-19, pemerintah menginstruksikan diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). menurut pemerintah, segala kebutuhan selama berada di rumah dianjurkan untuk dipenuhi dengan belanja online, di mana kita tinggal memesan kebutuhan yang diperlukan, kemudian penjual akan mengirim via kurir. Dalam Islam, terdapat telah berlaku transaksi yang serupa dengan transaksi online.

Transaksi jual beli yang tidak menyertakan barang, hanya dengan mengetahui spesifikasi yang jelas dari barang yang dijual, dalam Islam disebut akad salam.Terdapat tata cara yang harus dilakukan saat melakukan akad salam, serta syarat yang harus dipenuhi sebelum seseorang melakukan akad salam agar tidak keluar dari batas syariat Islam.

Dikutip ringtimesbanyuwangi.com dari berbagai sumber, Rukun akad salam ada empat, yakni: pertama, kedua belah pihak yang berakad, yang terdiri dari muslim (pihak pembeli yang memesan barang) dan muslam (pihak penjual yang menyanggupi penyediaan barang). Kedua, shighat ijab-kabul. Ketiga, ra’sul maal atau uang panjar, dan keempat, muslam fih (komoditi barang yang dipesan).

Baca Juga: Bantuan Kemensos Diduga Dipotong Oknum RT, Warga Tasikmalaya Merasa Kecewa

Sedangkan syarat yang harus dipenuhi dalam akad salam tersebut, terdapat pada masing-masing rukun. Untuk rukun yang pertama, terdapat syarat bagi pemesan (muslim) dan orang yang menerima pesanan(muslam) haruslah mecapai syarat-syarat di antaranya:berakal, baligh, memiliki potensi ikhtiar (artinya tidak terpaksa ataupun tidak sedang dalam posisi bangkrut) dan persyaratan lainnya.

Adapun rukun yang kedua, shigat ijab qabul, terdapat syarat - syarat, yakni kedua belah pihak berada pada majelis akad yang sama, dan kecocokan antara ijab dengan kabulnya. Tentunya, dalam hal ini, muslim harus menyertakan kata 'salam' atau dalam bahasa Indonesia menggunakan istilah 'pesan atau order'.

Untuk itu, saat bertransaksi online, penting bagi kita untuk tidak menggunakan kata 'beli'. Sebab, dalam akad jual beli disyaratkan barang harus ada di tempat transaksi. Sedangkan dalam transaksi online, kita dianjurkan menggunakan istilah 'pesan atau order'.

Baca Juga: Saksi Kunci Kasus Tewasnya Editor Metro TV Yodi Prabowo Kembali Dipanggil Polda Metro Jaya

Rukun yang ketiga, yakni uang panjar (DP). Dalam Islam disebut ra'sul maal. Yakni uang yang diserahkan pemesan kepada penerima pesanan sebagai tanda adanya akad salam atau transalsi online.Dalam hal ini, besaran ra'sul maal harus jelas nominal yang diberikan.

Rukun yang terakhir yakni muslam fiih (barang yang dipesan), syaratnya yakni berupa sesuatu yang bisa dispesifikasi menggunakan kriteria tertentu. Selanjutnya, jenis, macam, kadar serta sifat benda tersebut sama-sama diketahui dengan maklum oleh penjual dan pembeli.

Berikutnya, spesifikasi yang disebutkan haruslah jelas sehingga tidak ada potensi tertukar dengan komoditi lainnya. Terakhir, ia mesti berupa barang yang memungkinkan untuk diserahterimakan pada saat waktu penyerahan barang telah tiba di tempat yang telah ditentukan.

Baca Juga: Bosan Belajar dengan Ortu, Karang Taruna Wanabakti Buat Pokjar di Villa

Sementara, transaksi online yang berlaku di masyarakat saat ini adalah, barang yang dipesan belum ada pada muslam, maka terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam akad salam pada kategori tersebut.

Pertama, apabila orang yang disuruh menetapkan syarat kepada pihak pemesan, bahwa bila sudah mendapat barang, ia akan mengambil laba dari hasil penjualan barang kepada pemesan, maka akad yang berlaku dengan model semacam, adalah termasuk akad riba disebabkan keberadaan syarat pengambilan keuntungan.

Sebagaimana hal ini masuk kategori bai’un wa salafun, yaitu akad jual beli yang disertakan dalam syarat akad pemesanan.

Baca Juga: Salip Corona, TBC di Indonesia Tertinggi Ketiga di Dunia, Begini Kata Presiden

Kedua, apabila penjual tidak menetapkan syarat bahwa ia boleh mengambil keuntungan dari pemesan, sehingga secara langsung pihak yang menyuruh menetapkan harga beri ke orang yang menyuruh, maka akad seperti ini masuk kategori akad jual beli yang disertai dengan janji untuk dibeli.

Akad semacam ditengarai sebagai bai’un bi al-wa’di li al-syira’. Biasanya akad ini sering dipergunakan dalam praktik akad inden barang yang belum jadi (istishna’iy). Sebagai contoh, seorang pemesan mengatakan pada penerima pesanan,"Buatkan aku baju dengan spesifikasi ini...dan seterusnya, nanti kalau sudah jadi aku beli". Akad yang demikian diperbolehkan dalam Islam.

Untuk itu, perlu adanya kehati-hatian saat melakukan akad jual beli dalam transaksi online.***

Editor: Dian Effendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah