Menjadi Garda Terdepan Bela Palestina, ini Kata MUI tentang Negara Indonesia

26 Juli 2020, 13:30 WIB
Bendera Palestina (GALAMEDIANEWS.COM) /

RINGTIMES BANYUWANGI - Bereaksi ketika Israel berencana untuk mencaplok Tepi Barat belum lama ini, Indonesia kali ini menjadi negara terdepan yang

Bahkan Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Lestari Priansari Marsudi mengatakan bahwa Indonesia menjadi negara yang paling pertama untuk menolak hal tersebut.

Langkah nyata Indonesia dalam memberikan dukungan kepada Palestina ini menggunakan cara dengan langsung menghubungi sejumlah negara.

Baca Juga: Daun Kelor Dipercaya Dapat Sembuhkan Covid-19, Pedagang Raup Omset hingga Rp30 Juta

Berita ini sebelumnya telah terbit di pikiran-rakyat.com dengan judul Jadi yang Terdepan Bela Palestina, MUI Sebut Perbedaan Indonesia dengan Negara Timur Tengah

“Saya sendiri langsung mengirim surat kepada 40 negara kunci, yaitu negara anggota dewan keamanan PBB, Sekjen PBB, Presiden sidang umum PBB, Ketua kelompok G77, Presiden Gerakan Non Blok, dan Sekjen Liga Arab,” kata Retno dalam webinar Internasional “Stop Israel’s Imperialism” yang diadakan oleh Majelis Ulama Indonesia belum lama ini.

Sejalan dengan yang dikatakan oleh Menlu Retno, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof. Azyumardi Azra mengungkapkan bahwa Indonesia selalu menjadi negara terdepan yang mendukung Palestina.

Baca Juga: Atas Hak Bersejarah Laut China Selatan, Australia Tolak Mentah-mentah

Selama ini, kata dia, Indonesia sejak masa kemerdekaan pada tahun 1945 sampai pada perang terakhir pada tahun 2006, selalu berkomitmen mendukung Palestina. Itu tergambar dari kebijakan pemerintah Indonesia yang tidak pernah memiliki Kedutaan Besar maupun Kantor Dagang dan Ekonomi di Israel.

“Ini tentu saja berbeda dengan beberapa negara Arab atau Timur Tengah yang memiliki hubungan diplomatik dan hubungan dagang dengan Israel, yang membuat persoalan Palestina tidak bisa diselesaikan dengan baik. Palestina tidak bisa memperbaiki nasibnya sebagai bangsa merdeka sebagaimana yang kita inginkan,” katanya.

Mengenai solusi yang bisa diambil, menurut dia kemungkinan yang bisa diambil adalah dengan saling mengakui. Baik Palestina maupun Israel sama-sama saling mengakui daripada saling menghabiskan satu sama lain.

Baca Juga: Urungkan Niat Nikahi Dinda Hauw, Rizky Billar Ungkap Alasannya

“Indonesia, seperti sudah disampaikan Menlu, mendukung pemecahan dua negara. Jadi saling mengakui, Israel harus mengakui Palestina dan Palestina juga harus mengakui Israel. Tidak bisa saling menghabiskan, itu sudah tidak mungkin,” katanya dikutip Pikiran-Rakyat.com dari laman resmi MUI.

Azyumardi tidak bisa memungkiri bahwa rencana aneksasi oleh Israel saat ini secara formal berhenti. Namun dia menegaskan rencana tersebut tidak akan berhenti begitu saja.

“Walaupun dikatakan saat ini aneksasi formalnya berhenti, bukan berarti itu akan stop sama sekali karena juga politik dalam negeri di Israel sendiri kadang-kadang mendorong perdana Menteri termasuk Benjamin Netanyahu saling menghabiskan itu sudah tidak mungkin,” katanya.

Baca Juga: Sepatu Seharga Rp 247,67 Miliar Jadi yang Termahal di Dunia!, Berikut 5 Daftar Lainnya

Kondisi Palestina yang seperti itu, kata dia, meminjam perkataan Yasser Arafat, bukan hanya mengalami penderitaan karena Israel, tetapi Palestina ditinggalkan, tidak dibantu secara serius oleh negara-negara Arab.

“Mereka punya kepentingan sendiri-sendiri dalam politik Timur Tengah, termasuk di dalam politik penyelesaian konflik di antara Israel dan Palestina,” ujarnya mengutip perkataan tokoh Palestina itu.

“Selama negara-negara arab masih terpecah belah, negara-negara Timur Tengah, termasuk Turki yang kemarin presiden Erdogan untuk kepentingan dalam negerinya, dia mengatakan, setelah kita menjadikan Gereja Aya Sofia menjadi Masjid, maka kita akan membebaskan Al-Quds. Ini kan retorika yang tidak membantu tercapainya pedamaian di Palestina,” imbuhnya.

Baca Juga: Para Orang Tua Wajib Tahu!, Berikut Tips Mendidik Anak Supaya Tidak Manja

Selain perlunya persatuan Hamaz-Fattah maupun negara-negara arab, dia melihat, perlu juga persatuan pendapat untuk menerima solusi dua negara/two states solutions.***( Abdul Muhaemin/Pikiran Rakyat)

Editor: Sophia Tri Rahayu

Sumber: Pikiran Rakyat

Tags

Terkini

Terpopuler