Jagung yang tersimpan diatas Jurung tak perlu lagi dijemur. Jagung tersebut dapat langsung dipergunakan, baik untuk dimakan, untuk pakan ternak maupun digunakan untuk pembibitan. Melalui Jurung, jagung dapat bertahan hingga dua tahun.
Jagung yang disipan di dalam Jurung bukan jagung yang sudah dikupas, melainkan jagung yang masih berkulit.
Uniknya lagi, masyarakat setempat meletakan jagung dengan menerapkan nilai- nilai adat. Nilai- nilai adat tersebut adalah larangan berkomunikasi dengan orang yang tengah menaikan jagung ditas Jurung.
Baca Juga: Lima Pistol Keren Produksi Pindad, Salah Satunya Cukup Disembunyikan di Tubuh
Secara filosofis hal ini bertujuan untuk menjaga status sosial dan menghargai tetangga lain yang hasil panennya lebih rendah.
Perhitungan hasil panen tidak lagi menggunakan satuan ton. Namun, penyebutannya merujuk pada hitungan satuan jagung.
“Jadi hasilnya bukan ton lagi nyebutnya. Tapi, misalnya dapat jagungnya 2.000, dihitung bijian,” tambah Widhy Nurmahmudy.
Baca Juga: Gugus Tugas Covid-19 Izinkan Pariwisata Alam Dibuka secara Bertahap
Kini ghiroh masyarakat untuk menggunakan jurung sudah mulai naik. Melalui jurung diharapkan roda ekonomi masyarakat berputar secara gotong royong.
Masyarakat yang sudah mulai kehabisan jagung sebagai makanan semi pokok bisa membeli jagung dari tetangganya.