Sastrawan Ajip Rosidi, Putus Sekolah Buktikan Banyak Penghargaan

- 30 Juli 2020, 07:00 WIB
PARA penerima Hadiah Sastera Rancage berfoto bersama Ajip Rosidi (keempat kanan) dan pengurus Yayasan Kebudayaan Rancage pada malam penganugerahan Hadiah Sastera Rancage di Teater Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis 12 September 2019.*/PUGA HILAL BAYHAQIE/PR
PARA penerima Hadiah Sastera Rancage berfoto bersama Ajip Rosidi (keempat kanan) dan pengurus Yayasan Kebudayaan Rancage pada malam penganugerahan Hadiah Sastera Rancage di Teater Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis 12 September 2019.*/PUGA HILAL BAYHAQIE/PR /PUGA HILAL BAYHAQIE/

Kariernya di bidang sastra dimulai sejak ia bersekolah di sekolah dasar. Kelas enam SD dia sudah menulis dan tulisannya dimuat dalam surat kabar Indonesia Raya. Ketika ia berusia empat belas tahun, karyanya dimuat dalam majalah Mimbar Indonesia, Siasat, Gelanggang, dan Keboedajaan Indonesia. Ajip Rosidi menulis puisi, cerita pendek, novel, drama, terjemahan, saduran, kritik, esai, dan buku yang erat kaitannya dengan bidang ilmu yang dikuasainya, baik dalam bahasa daerah maupun bahasa Indonesia. Karya kreatifnya ditulis terutama pada periode 1953—1960. H.B. Jassin menggolongkannya ke dalam kelompok Angkatan 66.

Pada usia  15 tahun (SMP) Ajip Rosidi menjadi pengasuh majalah Soeloleh Peladja,  kemudian  usia 17 tahun dia menjadi redaktur majalah Prosa. Tahun 1964—1970 dia menjadi  redaktur penerbit Tjupumanik. Tahun 1968—1979 ia menjadi redaktur Budaya Jawa  dan tahun      1966—1975 menjabat Ketua Paguyuban Pengarang Sastra Sunda dan memimpin penelitian pantun dan folklore Sunda.

Tahun 1967 ia menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan tahun   1965—1968 menjabat direktur Penerbit Duta Rakyat. Pada tahun 1971—1981 ia memimpin Penerbit Dunia Pustaka Jaya. Selain itu, tahun 1973—1979 ia juga memimpin Ikatan Penerbit Indonesia. Tahun 1973—1981 ia juga terpilih sebagai Ketua Dewan Kesenian Jakarta, bahkan pernah mendapat kesempatan sebagai anggota staf ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1978—1980.

Baca Juga: Ridwan Kamil Terharu Melihat Para Guru Sujud Syukur Dihadapannya

Setelah berkecimpung dalam dunia seni dan penerbitan di Indonesia,  Ajip mengembangkan  ilmu pengetahuannya di Jepang (1980). Di Jepang ia diangkat sebagai guru besar tamu di Osaka Gaikokugo Daigaku (Universitas Bahasa-Bahasa Asing Osaka), guru besar luar biasa di Kyoto Sangyo Daigaku (Universitas Industri Kyoto), di Tenri Daigaku (Universitas Tenri), dan di Osaka Gaidai (Osaka university of Foreign Studies).  

Sejak tahun 1989, Ajip memberikan Hadiah Sastra Rancage kepada sastrawan atau budayawan daerah yang berjasa dalam bidang sastra dan budaya daerah, khususnya Sunda dan Jawa. Hal itu menunjukkan bahwa ia mampu mengembangkan kreativitasnya tanpa berhenti. Bersama beberapa sastrawan dan budayawan Sunda Ajip berhasil menyusun Ensiklopedi Kebudayaan Sunda yang diterbitkan 2001.

Pada 31 Januari 2011, ia menerima gelar Doktor Honoris Causa bidang Ilmu Budaya dari Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran.

Baca Juga: Ridwan Kamil Terharu Melihat Para Guru Sujud Syukur Dihadapannya

Dalam kehidupan pribadinya, ia menikah dengan Patimah di usia tujuh belas tahun. Dari pernikahan itu, mereka dikaruniai enam orang anak yakni; Nunun Nuki Aminten (1956) Titi Surti Nastiti (1957) Uga Percéka (1959) Nundang Rundagi (1961) Rangin Sembada (1963) Titis Nitiswari (1965).

Pada 16 April 2017, ia menikah dengan seniman Nani Wijaya di Masjid Agung Keraton Kasepuhan Cirebon. Pernikahan tersebut dihadiri oleh Sultah Sepuh XIV Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat dan permaisuri, pimpinan keraton tersebut.***

Halaman:

Editor: Dian Effendi

Sumber: Permenpan RB


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x