Babad Desa Tambong Banyuwangi, Bagian II

19 Februari 2020, 20:44 WIB
Peta Banyuwangi Kuno /Banjoewangi Tempo Doeloe//Banjoewangi Tempo Doeloe

Kutharaja Macanputih dibangun dalam waktu lima tahun. Selanjutnya, lima tahun berikutnya antara tahun 1660-1665, desa-desa penyangga seperti Sratian (Sraten), Alihan (Aliyan), Gelintang (Gintangan), Tambong, dan sebagainya yang masuk dalam kawasan Jawi kutha didirikan.

Pengembangan kawasan Kutharaja ke arah utara dilakukan oleh seorang tokoh bernama Ki Anggajaya.

Kemungkinan besar Ki Anggajaya adalah salah satu pejabat di kekuasaan Pangeran Tawangalun II yang mendapat bagian tanah di sebelah utara sungai.

Wilayah yang banyak ditumbuhi Bambu Tambong itu kemudian dikenal dengan Padukuhan Tambong.

Ki Anggajaya membuat semacam alat penyeberangan (semacam rakit atau jembatan) yang terbuat dari bambu untuk memudahkan mobilitas penduduk dari dan menuju Kutharaja melalui sungai Tambong.

Baca Juga: Begini Kepedulian Sang Fajar ke Generasi Milenial di Banyuwangi

Dalam Babad Bayu juga disebutkan daftar bekel (kepala desa) yang terlibat dalam Perang Bayu pada tahun 1771-1772 bersama Mas Rempeg Jogopati.

Diantaranya, disebut nama Kepala Desa Tambong saat itu, yaitu Ki Reksa.

Nama Reksa dalam sejarah Blambangan dapat ditemukan dalam beberapa nama lainnya, yakni Reksawana, Reksa Samudra, dan Pangraksabhumi.

Nama-nama tersebut tentu bukan nama asli melainkan sebuah gelar atau jabatan.

Nama Ki Reksa diduga adalah nama lain dari salah satu ketiga orang tersebut, yakni Ki Reksawana. Hal ini dikuatkan dengan keikutsertaannya dalam perang Bayu.

Namun karena masyarakat masih kental dengan nuansa feodal, maka jelas bahwa Ia adalah penerus Ki Anggajaya. Entah sebagai cucu atau buyutnya.

Jika tidak, mustahil Ki Anggajaya dapat menjadi bekel di Desa Tambong yang dibuka oleh Ki Anggajaya yang hidup era Susuhunan Prabu Tawangalun II.

Baca Juga: Teruslah Berinfaq, Allah Akan Melipatgandakan Rejekimu

Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa penduduk Tambong terlibat dalam Perang Bayu untuk mempertahankan kemerdekaan Blambangan dari kompeni Belanda dan sekutunya.

Karena itu, penduduk Desa Tambong turut dibantai oleh VOC dan termasuk salah satu desa yang dibumihanguskan.

Tentang bagaimana nasib Ki Reksa, tidak ada penjelasan lebih lanjut. Apakan Ia ikut gugur di medan laga, ataukah ikut tertangkap dan dibawa ke Teluk Pampang dan dieksekusi disana, atau selamat dan ikut mengungsi ke Pulau Nusabarong.

Tidak ada catatan tentang Ki Reksa pasca Perang Bayu 1771-1772. Yang jelas, Tambong menyimpan sejarah panjang, sejak mulai dibangunnya Kutharaja Macanputih tahun 1655 hingga sirnanya wibawa Balambangan tahun 1772 dalam Perang Bayu dan hingga saat ini.

Sementara itu, dapat disimpulkan bahwa Desa Tambong pertama kali dibuka oleh Ki Anggajaya sekitar tahun 1655 bersamaaan dengan dibukanya Alas Sudimara menjadi Kutha Macanputih.

Dengan sistem feodal yang berlaku saat itu, ada kemungkinan Ki Reksa adalah penerus Ki Anggajaya sebagai bekel Desa Tambong yang terlibat aktif dalam Perang Bayu tahun 1771-1772 bersama Rempeg Jogopati.

Baca Juga: Pengaruh Seksualitas dan Kepribadian Dalam Memilih Aroma Parfum

Editor: Dian Effendi

Tags

Terkini

Terpopuler