Title Kepangkatan Era Prabu Tawangalun

24 Februari 2020, 12:00 WIB
Rumah Patih di Kepatihan Banyuwangi Tahun 1910. Saat ini lokasi rumah berada di KODIM Banyuwangi./ /Munawir/Banjoewangi Tempo Doeloe/KITLV

RINGTIMES - Dalam catatan Brandes (T.B.G.32 Hal.334), menunjukan suatu arti yang aneh, yang mempunyai title “Patih” yang disebut di dalam Babad Tawangalun. 

Ini Bukan nama dari satu jabatan, sebagaimana pengunaan bahasa yang umum, tetapi artinya adalah kehormatan yang tertinggi atau bahkan disamping raja, yang hanya pantas disandang oleh seorang keluarga raja terdekat. 

Maka mudah terjadi kesimpangsiuran antara title-title pangeran Pati (Adipati, Dipati) dan pangeran patih. Menurut Babad Tawangalun, Macanapura pernah menjabat sebagai pangeran adipati, Jadi Pangeran ikut memerintah, sudah sejak ayahnya masih hidup yaitu Sunan Macan Putih. 

Bersamaan dengan itu, saudaranya yang bernama Sasranagara juga menjabat sebagai pangeran patih. 

Sepeninggal Tawangalun, tidak ada lagi gelar Sunan Macan Putih. Gelar raja berikutnya menjadi pangeran prabu, pangeran adipati atau pangeran tanpa tambahan apa-apa. 

Baca Juga: Lagi-lagi Polisi Gagal Tangkap Y, Terduga Pelaku Percobaan Pembunuhan di Banyuwangi

Disamping para pangeran itu, babad masih juga menyebut para patih mereka sampai pada raja terakhir, yakni Danuningrat, yang semuanya menjadi anggota keluarga dari yang berkuasa. 

Bahkan juga disamping kemudian, para bupati dari Kompeni dan pemerintah belanda hampir secara teratur disebut juga nama nama dari para patih mereka yang sama sekali tidak berlaku di daerah lainya.

Dapat dianggap bahwa di daerah sudut timur ini pengaturan pemerintahnya membuat seorang patih menempati posisi penting, yang menjadikan dirinya orang yang ikut memerintah dan juga setingkat dengan raja atau bupati. 

Mungkin disini menganut paham lama tentang hubungan antara raja dan Patih, sehubungan dengan pemikiran mengenai klasifikasi dan tentang pembagian dari kelompok kelompok masyarakat menjadi dua kelompok. 

Title tertingi lainya, yang terdapat dalam Babad Tawangalun, mempunyai nilai yang hampir sama seperti di Jawa Tengah. Bagi Sunan (bentuk kepanjangan susuhunan tidak ada) orang rupanya memikirkan tentang kehormatan yang tinggi. 

Tentang seorang raja yang mutlak kebebasanya sebagai pusat dari suatu negara. 

Pangeran adalah title yang secara umum berlaku di Jawa Tengah; yang umumnya menguasai daerah-daerah maupun sebagai anggota dari keluarga raja. 

Baca Juga: Rombongan Mahasiswa Kecelakaan di Kawah Ijen, Satu Meninggal, Lainnya Luka-luka

Arya yang biasanya dipakai dalam hubungan yang tidak lazim dipakai seperti ‘Ki Arya’ hanya terdapat sebagai title dari ketujuh gegedug, para pemimpin dari macan putih di bawah Tawang Alun. 

Besar kemungkinanya bahwa, ini untuk sebagian (ditunjukan pada apa yang terlihat tentang blater) dan lepas dari jumlahnya yang ganjil dan yang berangka tradisional tujuh. 

Yang cukup bernilai untuk di perhatikan adalah title “MAS” yang tanpa tambahan title lagi, yang sekarang sangat rendah tingkatan title itu di Jawa Tengah.

Di dalam Babad Tawangalun, title mas, yang tanpa tambahan lainya itu diberikan pada anggota dari keluarga yang berkuasa dan juga pada mereka yang mendampingi raja yang terdekat. 

Apabila mereka tidak dipanggil Pangeran Tawangalun sendiri dan saudaranya serta saudara perempuanya (dalam bentuk perempuan MAS AYU) memakai title itu. 

Sebaliknya, sebutan raden jarang sekali dipakai dan rupanya dimasa lampau dipakai hanya sebagai sebutan dengan arti “yang terhormat” dari pada digunakan sebagai title tetap. 

Baca Juga: Wali Murid dihimbau Antar Jemput Anak Sekolah untuk Hindari Penculikan

Hanya sekali saja Mas Tawangalun, Mas Bagus Wangsakarya dan putra Tawangalun, sang pangeran juga dinamakan Rahaden, Juga sampai sekarang title MAS masih dijunjung tinggi oleh penduduk Banyuwangi yang tua. 

Di dalam Babad Tawangalun, sering muncul juga title bagi famili dari generasi yang berkuasa atau dari anak selir. Sebagai nama kumpulan Dalem juga muncul dalam babad seperti : Dalem nya dengan arti “Santana nya”. 

Hanya beberapa kali saja title bagus muncul; Mas Bagus Wongsokaryo dan Mas Bagus Puri. 

Tentunya ini dianggap sebagai pujian tambahan, dikarenakan penampangan yang khusus dan bukan sebagai title yang sifatnya lebih ke pribadi, ini juga terjadi dengan Wong Agung yang hanya dikatakan mengenai Pangeran Wilis yang mendapat gelar kehormatan khusus dari rakyatnya. 

Title orang Bali seperti Dewa, Cokorda, Gusti (berkali kali disebut di Babad Tawangalun), Dipati, Bupati, Rangga disini tidak dibicarakan, demikian juga title orang Bugis seperti Daeng dan title yang di buat oleh kompeni Yaitu tumenggung. 

Yang perlu dicatat disini bahwa Ngabehi, tanpa tambahan apa apa lagi didepan namanya. Rupa rupanya ini bukan title kebangsaan, artinya menunjuk pada hubungan keluarga dengan generasi yang berkuasa, tetapi merupakan suatu pangkat atau title bagi seorang pegawai kerajaan. 

Begitu pula sebutan bekel, Sebagaimana diketahui, title atau pangkat ini terdapat di banyak daerah di Jawa, tetapi dengan nilai yang berbeda beda.

 

Sumber: Buku Koleksi Perpustakaan BTD - Anteekeningen Betreffende den Javaanschen Oosthoek oleh Dr. TH pigeaud Tahun 1932

Editor: Dian Effendi

Tags

Terkini

Terpopuler