Para Pengawal Gunung Bayu Usai Wong Agung Wilis Dibuang ke Banda

12 April 2020, 15:12 WIB
Lukisan kuno menggambarkan wilayah Blambangan.*/ /Banjoewangi Tempo Doeloe

Oleh: Mas Aji Wirabhumi*

Blambangan telah kehilangan raja terakhirnya setelah Pangeran Blambangan III, Agung Wilis tertangkap di Banyualit pada 18 Mei 1768.

Agung Wilis dan putranya, Mas Stradi, kemudian dibuang bersama ke Banda.

Namun, tertangkapnya Agung Wilis bukan menjadi peperangan terakhir di Blambangan.

Namun justru menjadi awal perang sporadik yang bertubi-tubi sampai 37 tahun kemudian.

Baca Juga: Rindu Jejak Mu

Bagi VOC, keadaan yang sulit di Blambangan tersebut sampai membuat Gubernur Jenderal kompeni di Batavia, P.A. van der Parra meminta saran dari Pangeran Orange di Negeri Belanda.

Ia mengatakan, bahwa dirinya dan anak buahnya sudah tidak tahu lagi apa yang harus mereka perbuat untuk menundukkan Blambangan.

Seusai Agresi Militer kedua kompeni tahun 1768, Gezaghebber Joan Everard Coop a Groen kembali ke Surabaya, dan pada September 1769 Ia tewas karena wabah aneh.

Mendiang Joan Everard Coop a Groen sebagai Gezaghebber Surabaya digantikan oleh Hendrik Breton.

Baca Juga: Peneliti Ungkap Lima Gejala Ringan Corona, Diantaranya Sering ke Toilet

Setelah menduduki jabatan barunya itu, Ia mengangkat Jacop Guttenberger dan Johan Gotlieb Jenengen sebagai Residen sementara di Blambangan selama dua tahun (1768-1770) sampai pemerintah Batavia menunjuk residen resmi kompeni untuk Blambangan, yakni Residen Letnan CVD. Biesheuvel (1770-1771).

Serangan-serangan kompeni yang sedemikian dahsyat mengakibatkan sepertiga penduduk Blambangan gugur.

Sepertiganya lagi memilih tunduk menyerah kepada kompeni, dan sepertiga sisanya dibuang atau memilih untuk menyingkir ke hutan di pegunungan Bayu atau ke pantai selatan.

Baca Juga: Kenali 5 Gejala Ringan Covid-19, Apakah Kamu Pernah Mengalaminya?

Saat itu, empat pemimpin spiritual istana, yakni Bapa Endha/Keboundha, Bapa Larat, Bapa Rappa/Ki Ajar Manik Rupa, Bapa Malam memilih menyepi di Pertapaan Bayu (Umbul Pakis).

Setelah itu, kompeni melalui Residen Blambangan, Letnan CVD. Biesheuvel mengumumkan amnesti masal bagi rakyat Blambangan yang mau tunduk pada kompeni, sehingga mau kembali ke Kutharaja Lateng dan Lopangpang.

Penduduk Blambangan dari kalangan pengkhianat lebih memilih aman dengan menghamba pada kompeni daripada berjuang bersama para ksatria Blambangan di Bayu, Puger, dan Nusa Barong.

Para pengkhianat itu ditempatkan di Loji kompeni atau di daerah-daerah kantong pendudukan sebagai ‘orang-orang jinak’ yang mudah dikendalikan.

 

*) Pemerhati sejarah Blambangan

Editor: Dian Effendi

Tags

Terkini

Terpopuler