Mengenal Pesantren Sidogiri, Salah Satu yang Tertua di Indonesia

25 Juli 2020, 11:30 WIB
Tampakan Pesantren Sidogiri /

RINGTIMES BANYUWANGI - Sidogiri merupakan pesantren yang terletak di desa Sidogiri Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur. Pesantren ini didirikan oleh keturunan Rasulullah SAW, yakni Sayyid Sulaiman. Ia memiliki marga Basyaiban, salah satu dari beberapa marga keturunan Rasulullah.

Sayyid Sulaiman merupakan ulama' yang berasal dari Cirebon. Sedangkan ayahnya merupakan seorang pedagang yang datang dari Hadramaut, Yaman. Sedangkan ibunya, Syarifah Khodijah, adalah putri Sultan Hasanuddin bin Syarif Hidayatullah, atau dikenal dengan Sunan Gunung Jati. Dengan demikian, dari garis ibu, Sayyid Sulaiman merupakan cucu Sunan Gunung Jati.

Sayyid Sulaiman bersama Kiai Aminullah, santrinya yang berasal dari Pulau Bawean, mendirikan pesantren ini dalam waktu 40 hari. Saat itu, Sidogiri masih berupa hutan belantara, sedangkan dipilihnya Sidogiri dikarenakan tanah tersebut berbarakah, menurut Sayyid Sulaiman.

Baca Juga: Anda Mempunyai Mata Panda?, Berikut Cara Alami untuk Mengatasinya, Salah Satunya Teh Celup

Mengenai tahun berdirinya, terdapat dua versi informasi yang didapatkan mengenai pendirian Pesantren Sidogiri ini, yaitu 1718 dan 1745.

Dalam catatan panca warga tahun 1963, Pesantren Sidogiri didikan pada tahun 1718. catatan tersebut ditandatangani oleh ketiga pengasuhnya, yakni Almaghfurlahum KH Noerhasan Nawawie, KH Cholil Nawawie, dan KA Sa’doellah Nawawie pada 29 Oktober 1963.

Tetapi, terdapat surat lain yang dibubuhkan tanda tangan dari KA Sa’doellah Nawawie, tertulis bahwa tahun tersebut (1971) merupakan hari ulang tahun Pondok Pesantren Sidogiri yang ke-226. Dari surat tersebut lah yang digunakan sebagai dasar bahwa Pesantren Sidogiri berdiri pada tahun 1745.

Dikutip ringtimesbanyuwangi.com  dari Sidogiri.net, Mbah Sayid Sulaiman membabat tanah Sidogiri yang saat itu masih berupa hutan belantara pada tahun 1158 H atau 1745 M. Pada pertengahan abad ke-18 M, kepengasuhan dipangku oleh KH. Aminullah asal Bawean kelahiran Hadhramaut. Beliau adalah santri pertama sekaligus menantu Mbah Sayid Sulaiman .

Baca Juga: Hagia Sophia Difungsikan Kembali sebagai Masjid, Berikut Keutamaannya

Sekitar akhir abad ke-18 M, kepengasuhan dipangku Kiai Mahalli, santri KH. Aminullah asal Bawean yang juga turut membantu membabat tanah Sidogiri. Menantu KH. Aminullah ini diperkirakan wafat pada awal 1800-an dan hingga kini pasarean beliau tidak diketahui tempatnya.

Kemudian, sekitar awal abad ke-19 M, kepengasuhan beralih kepada KH. Abu Dzarrin (menurut satu versi), santri asal Magelang yang mempunyai hubungan darah dengan Sayid Sulaiman. Terkenal alim ilmu nahwu-sharraf dan memiliki banyak karangan karya, di antaranya yang sempat terbukukan adalah kitab “Sorrof Sono”.

Pada pertengahan abad ke-19 M, KH. Noerhasan bin Noerkhotim menjadi pengasuh. Santri asal Bangkalan itu adalah keturunan Sayid Sulaiman dari jalur Kiai Noerkhotim bin Kiai Asror bin Abdullah bin Sulaiman. Diambil mantu oleh Kiai Mahalli. Beliau pernah berguru kepada Sayid Abu Bakar Syatha, pengarang I’ânatuth-Thâlibîn.

Mulai merintis pengajian kitab-kitab besar seperti Ihya’ Ulumuddin, Shahih Bukhari, dan Shahih Muslim. Merintis kegiatan pembacaan shawalat ba’da maghrib dan peletak pertama pambangunan Surau Daerah H.

Baca Juga: Sering Merasakan Nyeri Sendi?, Berikut ini Obat Alami untuk Meredakannya

Sekitar pertengahan ke-19 s.d awal abad ke-20 M, KH. Bahar bin Noerhasan melanjutkan estafet kepengasuhan. Bersama adiknya KH. Nawawie, nyantri kepada Syaikhona Kholil di Bangkalan.

Pada awal abad ke-19 Masehi pengasuh dijabat oleh KH. Nawawie bin Noerhasan. Termasuk kiai khos yang dimintai pendapat oleh KH Hasyim Asy’ari sebelum pendirian NU. Menjadi Mustasyar NU hingga akhir hayat.

Awal abad ke-19 pula, KH. Abd. Adzim bin Oerip, menantu tertua KH Nawawie menjadi pangasuh. 

Baca Juga: Ditanya Mengenai Pernikahan Mantan, Lesti : yang Lalu Biarlah Berlalu

Sedangkan awal abad ke-19 hingga tahun 1947 Masehi, KH. Abd. Djalil bin Fadhil, menantu kedua KH Nawawie menjadi pangasuh hingga wafat di tangan penjajah Belanda.

Setelah KH. Abd. Djalil bin Fadhil wafat, tonggak kepemimpinan Pesantren Sidogiri dipegang oleh  KH. Cholil Nawawie. Pada saat itulah, dibentuk suatu wadah permusyawaratan yang diberi nama Pancawarga. Anggotanya adalah lima putra KH. Nawawie bin Noerhasan, yaitu: KH. Noerhasan (w. 1967), KH. Cholil (w. 1978), KH. Siradjul-Millah Waddin (w. 1988), KA. Sa’doellah (w. 1972) dan KH. Hasani (w. 2001).

Setelah KH. Kholil Nawawi wafat. Beliau digantikan oleh KH. Abdul Alim bin Abd. Djalil. Hingga kini, Pesantren Sidogiri dipimpin oleh KH. A. Nawawi bin Abd. Djalil setelah KH. Abd. Djalil wafat pada tahun 2005 silam, tepatnya 28 Zulqa'dah 1425 Hijriah.***

Editor: Dian Effendi

Tags

Terkini

Terpopuler