Selanjutnya, pengelola Pengendalian Penyakit (P2) di tingkat yang lebih rendah berperan untuk melakukan dan memfasilitasi pelatihan tenaga kesehatan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, dilanjutkan dengan pelatihan pada petugas di puskesmas dan rumah sakit.
Kemudian, Kepala Rumah Sakit akan melakukan peningkatan kapasitas pada karyawannya melalui orientasi, sosialisasi, dan pelatihan, sementara Puskesmas akan lebih banyak melakukan pelatihan dan kerjasama dengan para kader peduli HIV.
Bentuk pelaksanaan pencegahan penularan HIV tersebut juga dilakukan berdasarkan peraturan rujukan yang relevan bagi setiap kegiatannya.
Hal ini menunjukkan bahwa pedoman program pencegahan penularan HIV telah disusun dengan komprehensif dan memiliki dasar kebijakan yang jelas di setiap proses manajemennya.
Baca Juga: 8 Ciri Umum Penderita PCOS, Waspadai Risiko yang Terjadi
Hambatan dalam Upaya Pencegahan Penularan HIV
Namun, walaupun telah disediakan pedoman yang komprehensif dan detail di setiap proses manajemen, program pencegahan penularan HIV ini masih belum memberikan hasil yang signifikan.
Masih terdapat banyak hambatan yang membuat program ini tidak berjalan lancar, salah satunya adalah stigma negatif yang diberikan masyarakat kepada penderita HIV.
Tingginya penolakan terhadap orang-orang penderita HIV di masyarakat membuat penderita justru enggan mencari pelayanan kesehatan dan cenderung menyembunyikan statusnya, sehingga dapat menghambat program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS.
Oleh karena itu, menjadi penting untuk tenaga kesehatan dalam melakukan edukasi di masyarakat, agar dapat lebih terbuka dan berhenti memberikan stigma negatif.