Setelah Dokter Temukan Masalah Pada Jantungnya, Wanita Ini Diselamatkan Virus Corona

- 9 Mei 2020, 10:11 WIB
/

RINGTIMES BANYUWANGI - Seorang wanita berusia 36 tahun dikabarkan bahwa Virus Corona telah menyelamatkan hidupnya ketika dokter menemukan kondisi jantung yang tidak terdiagnosis.

Dikutip dari Daily Mail oleh Pikiranrakyat-depok.com, Angela Schlegel, wanita asal London Barat, Inggris sedang berjuang melawan virus di unit perawatan intensif di Rumah Sakit (RS) Royal Brompton London.

Ketika dirinya didiagnosis dengan kondisi yang dikenal sebagai eosinophilic granulomatosis dengan polyangiitis (EGPA).

Baca Juga: Baim Wong Borong 20 Unit Mobil Honda BeAt, Buat Apa?

Schlegel yang merupakan Manajer Pembelajaran dan Pengembangan di The Natural History Museum, mengatakan diirnya telah mengunjungi dokternya selama dua tahun terakhir untuk penyakit, tetapi dirinya tidak mengetahui memiliki penyakit jantung.

"Mereka mengatakan kepada saya beberapa kabar bahwa saya benar-benar tidak berharap bahwa saya memiliki penyakit autoimun yang langka, dan itu benar-benar mempengaruhi hati saya." ujar Schlegel.

"Itu hanya membuat hati saya teringat ketika diberi tahu bahwa hati saya tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Jika EGPA dibiarkan tidak terdiagnosis saya bisa saja mati," ucap Schlegel.

Baca Juga: Ternyata Dalang di Balik Tertangkapnya Roy Kiyoshi Adalah Orang Terdekatnya

"Ini sudah menyelamatkan hidup saya dalam jangka pajang, tetapi dalam jangka pendek virus corona hampir membunuh saya," lanjutnya.

EGPA adalah suatu kondisi yang dapat merusak berbagai sistem organ dalam tubuh, termasuk jantung, sendi, paru-paru, dan juga saraf.

Schlegel akhirnya menghabiskan waktu selama lima minggu di rumah sakit dan membayar upeti kepada staf medis yang sudah merawatnya.

Baca Juga: Tertidur di Lintasan Rel Akibat Kelelahan, Kereta Api Hantam Belasan Orang

Sementara itu, Dr Pugan Patel, seorang konsultan yang juga merawat Schlegel, mengatakan bahwa mengawasinya pulih memiliki "dampak besar" pada moral staf medis.

Dia menambahkan kondisi autoimunnya adalah "kondisi yang cukup parah, terutama ketika jantung terlibat".

Biasanya jantung seseorang bersungsi sekitar 50 atau 60 persen. Akan tetapi ketika Schlegel dipindahkan ke RS, jantungnya hanya bekerja sekitar sepuluh persen.

Baca Juga: Ingin Kulit Glowing di Bulan Ramadhan? Yuk Simak 5 Tips Kulit Glowing dari Bahan Rumahan

Seperti kami kutip dari artikel berjudul Wanita Ini 'Diselamatkan' oleh Virus Corona Setelah Dokter Temukan Masalah pada Jantungnya

Pemulihan yang dialami Schlegel bisa menjadi tinjauan yang mendesak, apakah obesitas, etnis, dan jenis kelamin seseorang dapat meningkatkan risiko kematian akibat virus corona.

Matt Hancock, seorang sekretaris kesehatan telah memerintahkan para pejabat kesehatan untuk menjaring ribuan catatan korban pandemi tersebut.

Lebih lanjut, ia mengatakan masih terlalu dini untuk mengkonfirmasi bahwa berat badan adalah faktor tetapi data dari seluruh dunia menunjukan adanya kaitan.

Baca Juga: Kesulitan Rawat Ibunya yang Lumpuh, Pria Ini Kubur Ibunya Hidup-Hidup

Para peneliti di Universitty of Liverpool pekan lalu memperingatkan bahwa obesitas meningkatkan risiko kematian akibat virus sebesar 37 persen.

Sekitar 30.000 orang dewasa di Inggris mengalami obesitas klinis-dengan Indeks Massa Tubuh di atas 30-jumlah tersebut di antara yang tertinggi di dunia Barat.

Sementara jumlah kematian akibat pandemi corona di Inggris kembali naik pada hari kemarin menjadi 28.734 orang. Jumlah tersebut menjadikan Inggris di posisi dua setelah Italia di antara negara-negara Eropa.

Baca Juga: Dugaan Fee Proyek Dinas Perikanan Banyuwangi, Pernyataan Hari Cahyo Dinilai Bohongi Publik

Para ilmuwan percaya obesitas lebih berisiko mengalami komplikasi serius karena kekebalan tubuh mereka kecil setelah memperbaiki sel-sel yang rusak oleh kelebihan lemak.

"Pengetahuan kami tentang virus ini tumbuh setiap harinya dan tampaknya beberapa kelompok lebih berpengaruh daripada yang lain," kata Matt Hancock.

"Data yang muncul dari seluruh dunia menunjukkan kemungkinan ada hubungan antara obesitas dan dampak covid-19 pada individu orang," imbuhnya.

"Masih terlalu untuk menerapkan faktor atau kondisi yang terkait dengannya, dikarenakan belum ada cukup data, jadi kita harus hati-hati dalam berasumsi," tutur Matt Hancock.(penulis: Firda Marta Rositasari)

Baca Juga: Saat Dunia Sibuk Dengan Pandemi Corona, Kelompok Teroris Rekrut Anggota Baru

Editor: Firda Marta Rositasari

Sumber: Pikiran Rakyat Depok


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah