Peran detail Anita dalam proses penerbitan surat palsu yang menyebabkan Djoko Tjandra bisa bebas melenggang ke Pontianak, didalami penyidik. Keterangannya juga akan dikonfirmasi dengan pihak lain, termasuk Brigjen Prasetijo.
"Dievaluasi kemudian ada kesesuaian atau tidak," tutur Awi.
Baca Juga: Loker Banyuwangi 2020 : Salon Vivie membutuhkan Segera Chapster Salon
Awi memastikan polisi tak segan memburu tersangka lain dalam kasus ini. Dalam perkara ini, penyidik sudah memeriksa 23 orang saksi. Terdiri dari 20 saksi di Jakarta dan tiga saksi di Pontianak. Adapun barang bukti yang dimiliki penyidik: Surat Jalan dan Surat Bebas Covid-19 Djoko Tjandra serta surat Kejaksaan Agung terkait status hukum Djoko Tjandra.
Anita sempat mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Dengan alasan itu pula, Anita memenuhi panggilan pertama penyidik pada 4 Agustus. Saat itu dia dimintai keterangan oleh LPSK. Namun, upaya Anita mendapatkan perlindungan dari LPSK sulit dikabulkan. Soalnya, dia juga sudah berstatus tersangka.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menyebut perlindungan bisa diproses jika Anita mengajukan permohonan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama alias justice collaborator (JC). Menurut aturan yang berlaku, LPSK bisa melindungi sejumlah pihak, seperti saksi, korban, saksi pelapor, saksi pelaku yang bekerja sama, dan juga saksi ahli.
Baca Juga: Live Streaming Trans7, ini Jadwal Lengkap Balapan Moto GP
Tim pengacara Anita Kolopaking yang digawangi Tito Hananta tidak terima terhadap penahanan yang dilakukan tim penyidik Bareskrim Polri kepada kliennya. Mereka akan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Penahanan terhadap Anita dinilai Tito tidak perlu dan tidak berdasar. Sebab kliennya kooperatif dalam proses hukum yang menjeratnya.
"Karena itu, kami protes terhadap penahanan Ibu Anita," ujarnya.
Dalam skandal pelarian Djoko Tjandra ini, sebelum Anita dan Prasetijo, sudah ada korban yang berjatuhan. Dua jenderal polisi: Irjen Napoleon Bonaparte dan Brigjen Nugroho Wibowo dicopot dari posisinya karena dinilai melakukan pelanggaran etik akibat penghapusan status red notice Djoko Tjandra.