Pernyataan Kades Gintangan dan Jejak Pelaku Teror Sajam

9 Februari 2020, 01:20 WIB
ILUSTRASI premanisme.* /THE SUN/

Selain melakukan aksi percobaan pembunuhan terhadap Nastain. Di hari yang sama (Senin, 13/1/2020) Yahya disebut sempat datang ke Balai Desa Gintangan dan menganiaya salah satu pekerja proyek Dinas Pekerjaan Umum, Bina Marga, dan Tata Ruang Kabupaten Banyuwangi.

Namun dibalik aksi premanisme itu, Kepala Desa Gintangan, Hardiyono justru mengeluarkan statemen yang tidak masuk akal. Dia menganggap upaya percobaan pembunuhan adalah hal biasa.

Dilansir dari kabari.id, Hardiyono menganggap kasus itu biasa saja. Ia berharap agar kedua belah pihak bisa menyelesaikan persoalan secara baik-baik. Karena peristiwa itu, menurutnya bisa mempengaruhi kondusifitas warga.

“Dari pemerintah desa, kami harap diselesaikan kekeluargaan saja. Disaksikan tiga pilar, dan warga jangan resah. Kami anggap ini biasa saja,” ungkap Hardiyono, seperti diberitakan kabari.id pada Selasa (14/1/2020).

Baca Juga: Tragis!, Dua Pelajar SMKN 1 Glagah Meninggal Kecelakaan

Bahkan Hardiyono membantah bila Yahya disebut pernah melakukan aksi premanisme. “Kenyataannya dia (Yahya) itu baik, cuma belakangan ini agak “goyang” karena ada permasalahan di keluarganya.”

Keinginan yang sama juga dilontarkan Ketua BPD, Nurhadi. Dia ingin persoalan yang mengancam nyawa warga Gintangan itu cukup diselesaikan melalui jalur damai.

Penyelesaian damai yang dilontarkan Hardiyono dan Nurhadi bisa dinilai sebagai pernyataan “omong kosong”. Buktinya, Nastain tidak pernah diundang secara resmi untuk dipertemukan dengan Yahya.

Kalau toh Hardiyono beberapa kali menghubungi Nastain melalui telepon, itu hanya sebatas “rayuan” agar korban mau memaafkan pelaku yang nyata-nyata telah tiga kali mengancamnya.

Lalu ke mana tiga pilar saat aksi premanisme itu terjadi?, padahal, korban langsung menelepon Bhabinkamtibmas setelah peristiwa pertama. Pertanyaannya, kenapa tiga pilar tidak bergerak cepat dan memanggil pelaku saat itu juga?

Dalam peristiwa ini, dapat disimpulkan bahwa korban telah melakukan pengaduan sesuai prosedur, yakni terlebih dahulu menghubungi tiga pilar.

Karena teror lanjutan terus terjadi dan tidak ada upaya pencegahan dari tiga pilar, tidak salah jika korban melaporkan ancaman yang dialaminya ke Mapolsek.

Pernyataan Hardiyono yang menyebut bahwa upaya percobaan pembunuhan terhadap Nastain adalah peristiwa biasa dan menganggap Yahya adalah warga yang baik, sungguh mengagetkan.

Baca Juga: Banjir Bandang Bondowoso : Kami Tidak Mengira Separah Ini

Ada tiga kemungkinan yang membuat kepala desa berkata seperti itu;

Pertama, dia “takut” menjadi sasaran ancaman berikutnya.

Kedua, Kepala Desa Hardiyono disinyalir berusaha “melindungi dan membalas budi” terhadap Yahya, karena pelaku adalah salah satu pendukung utamanya dalam pemilihan kepala desa Gintangan periode 2019-2025.

Ketiga, dalam Pilkades kemarin, Nastain adalah ketua tim sukses calon lain yang berarti adalah kompetitor Hardiyono. Terlebih, Nastain dianggap menghalang-halangi upaya pemecatan tiga orang kepala dusun dilakukan Hardiyono.

Dua orang yang mengantar pelaku menebar teror, Yakni Hadi Rusdiyanto dan Joko Prawito disebut-sebut juga sebagai mantan tim pemenangan Hardiyono. Bahkan, Hadi Rusdiyanto masuk nominasi bakal calon Kepala Dusun Krajan untuk menggantikan Mukhlis Santoso yang mengundurkan diri.

Diluar dari dugaan di atas, layakkah seorang kepala desa berstatemen seperti itu, tanpa sedikitpun membela dan melindungi hak para korban dan keluarganya yang notabene juga warganya sendiri?.

Sebagai kepala desa baru, Hardiyono harus belajar memahami dampak psikologis yang dirasakan korban dan keluarganya. Dia harus sering-sering membaca buku tentang trauma psikis yang menghantui anak-anak korban.

Sehingga setiap statemen yang keluar dari mulut seorang kepala desa bisa dinilai adil bagi semua pihak.

Editor: Dian Effendi

Tags

Terkini

Terpopuler