Kiai Profesor

- 4 Maret 2020, 13:05 WIB
Disway
Disway /disway.id/

Ayahnyalah yang menitipkan Asep kecil di situ. Sang ayah memang pernah lama di Jatim --berguru ke KH Wahab Chasbullah yang juga salah satu pendiri NU.

Di pondok itu semua santri masak sendiri --kecuali Asep. Itu karena Asep tidak punya bahan yang bisa masak.

Tengah malam barulah Asep ke dapur. Ia mencucikan tempat masak santri lainnya --yang biasanya digeletakkan begitu saja tanpa dicuci. Tujuan lainnya: mendapatkan sisa nasi yang biasanya tertinggal di dasar tempat tanak. Yakni nasi yang sudah jadi intip-kerak.

Semua alat masak temannya bersih. Ia pun dapat makanan --sekali itu dalam sehari. 

Di pondok itu Asep belajar kitab-kitab agama di malam hari. Pagi-pagi berjalan kaki ke SMPN 1 Sidoarjo --sejauh sekitar 5 Km.

Baca Juga: Dua Warga Depok Positif Corona, Peritel: Masyarakat Tak Perlu Panik Kebutuhan Pangan

Asep juga hanya mempunyai satu buku tulis --pelajaran apa pun ditulis di satu buku situ.

Gatot berteman akrab karena satu bangku dengan Asep di pojok paling belakang.

Pun waktu keduanya meneruskan sekolah di SMAN 1 Sidoarjo.

”Beliau itu pemberani. Waktu main sepak bola satu-satunya yang tidak pakai sepatu. Beliau tidak takut terinjak sepatu bola,” ujarnya.

Halaman:

Editor: Dian Effendi

Sumber: Disway.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x