Tahukah Anda, Dunia Pernah Mengalami Krisis Minyak Bumi Selama Bertahun-tahun

10 Januari 2021, 22:00 WIB
Dunia pernah mengalami krisis minyak bumi yang terjadi selama bertahun-tahun karena embargo yang dilakukan Timur Tengah dan Amerika Serikat.* /ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI/

RINGTIMES BANYUWANGI – Pernahkan Anda berpikir jika di dunia ini mengalami krisis minyak bumi dan terjadi antrian di berbagai tempat pengisian bahan bakar di seluruh dunia?

Pasti yang ada di benak Anda adalah keterpurukan dan kemisikinan bisa saja terjadi karena perputaran roda ekonomi tidak lagi bisa berjalan pada semestinya.

Jika Indonesia sebagai salah satu negara penghasil minyak mengalami krisis minyak bumi, apa yang Anda bayangkan dan apa yang ada di benak Anda saat ini?

Baca Juga: Besok! Stray Kids dan GOT7 Meriahkan Perayaan Ulang Tahun Shopee di TV Show Shopee 12.12 Birthday

Mudah saja, jika hanya Indonesia yang mengalami krisis, maka Pemerintah Indonesia masih bisa mengimpor minyak bumi dari negara-negara tetangga dan negara penghasil minyak bumi lain seperti negara Arab dan negara-negara Timur Tengah yang lain.

Dengan begitu, bukan tidak mungkin jika Indonesia akan tetap aman dan masih bisa memberikan pasokan bahan bakar minyak untuk perputaran roda perekonomian.

Lalu bagiamana jadinya jika diseluruh dunia ini mengalami krisis minyak bumi?

Mari kita beranjak dan sejenak kembali pada masa lalu. Pada tahun 1970-an dunia pernah mengalami krisis minyak bumi akibat embargo yang dilakukan Timur Tengah dan Amerika Serikat.

Hal ini membuat kemacetan dan atrian kendaraan yang panjang selama bertahun-tahun di tempat pengisian bahan bakar.

Baca Juga: Warga Korea Selatan Rebutan Daftar Operasi Plastik Sebelum Corona Usai

Ringtimesbanyuwangi.com melansir dari history.state.gov pada 10 Januari 2021, pasca Perang Dunia II, selama Perang Arab dan Israel pada awal tahun 1973 hingga akhir tahun 1974, anggota Arab dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memberlakukan embargo terhadap Amerika Serikat.

Hal ini dilakukan sebagai pembalasan atas keputusan Amerika Serikat dengan harga dolar yang secara terus-menerus mengalami penurunan.

Selian itu, emborga juga dilakukan agar Amerika Serikat memasok kembali militer Israel dan sehingga mendapatkan pengaruh dalam perdamaian pasca perang dan sebagai jalan untuk melakukan negosiasi dari keduanya.

Anggota OPEC Arab juga memperpanjang embargo ke negara lain yang mendukung Israel termasuk Belanda, Portugal, dan Afrika Selatan.

Embargo melarang proses ekspor minyak bumi ke negara-negara yang ditargetkan dan mengakibatkan pemotongan produksi minyak sehingga dunia mengalami krisis minyak bumi akibat hal ini.

Setelah beberapa tahun melakukan negosiasi antara negara-negara penghasil minyak dan perusahaan minyak yang telah mengguncang dunia dengan sistem harga tersebut akibatnya, hal ini justru memperburuk efek embargo pada dunia.

Baca Juga: Sentil Indonesia Miliki Penerbangan Terburuk, Media Asing Ungkit Jatuhnya Garuda hingga Lion Air

Embargo minyak yang dilakukan sejak tahun 1973 sangat menekan ekonomi Amerika Serikat karena mereka semakin bergantung pada minyak produksi asing. 

Upaya pemerintahan Presiden Richard M. Nixon pada masa itu untuk mengakhiri embargo menandakan pergeseran kompleks dalam keseimbangan keuangan global serta kekuasaan ke negara-negara penghasil minyak.

Upaya ini juga memicu Amerika Serikat untuk mengatasi tantangan kebijakan luar negeri yang berasal dari ketergantungan jangka panjang pada produksi minyak asing.

Ketika embargo dimulai, pada masa itulah lonjakan harga minyak bumi sangat memberikan dampak dan implikasi secara global.

Harga minyak per barel pada awal masa ini naik menjadi dua kali lipat, kemudian naik empat kali lipat, dan menimbulkan biaya yang meroket pada konsumen serta memberikan tantangan struktural terhadap stabilitas ekonomi nasional Amerika Serikat bahkan global.

Tentu saja, hal ini terjadi karena embargo bertepatan dengan devaluasi dolar, resesi global yang berimbas pada perekonomian dunia.

Sekutu Amerika Serikat di Eropa dan Jepang telah menimbun pasokan minyak, dengan demikian mereka mampu mengamankan sendiri bantalan jangka pendek, tetapi kemungkinan jangka panjang dari harga minyak yang tinggi dan resesi memicu keretakan dalam Aliansi Atlantik.

Baca Juga: Berupaya Gulingkan Pemerintah, Hong Kong Tangkap 53 Aktivis di Pemilihan Legislatif

Hingga pada akhirnya, negara-negara Eropa dan Jepang mendapati diri mereka dalam posisi tidak nyaman karena membutuhkan Amerika Serikat untuk mengamankan sumber energy minyak bumi, bahkan ketika mereka berusaha untuk melepaskan diri dari kebijakan Timur Tengah dan Amerika Serikat.

Amerika Serikat, yang menghadapi ketergantungan semakin besar pada konsumsi minyak dan berkurangnya cadangan domestik, mendapati dirinya lebih bergantung pada minyak impor daripada sebelumnya.

Hingga pada akhinya, Amerika Serikat harus merundingkan untuk segera mengakhiri masa embargo di bawah keadaan ekonomi domestik yang keras yang berfungsi untuk mengurangi pengaruh dunia.

Sejak saat itu, para ekonom memahami bahwa bank sentral dapat mempengaruhi sejauh mana guncangan penawaran yang mempengaruhi inflasi bagi dunia.

Harga minyak yang lebih tinggi, akan memiliki pengaruh yang luas terhadap komoditas di seluruh perekonomian dunia yang akan cenderung menghasilkan tekanan inflasi dan pertumbuhan yang lebih lambat bagi dunia.***

 

Editor: Ikfi Rifqi Arumning Tyas

Tags

Terkini

Terpopuler