Babad Desa Tambong Banyuwangi, Bagian I

- 16 Februari 2020, 16:05 WIB
Peta Banyuwangi Kuno
Peta Banyuwangi Kuno /Banjoewangi Tempo Doeloe

RINGTIMES - Tambong, nama sebuah desa di Kecamatan Kabat adalah satu dari beberapa nama desa tua di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

Setidaknya dalam Babad Bayu, Tambong disebut sebagai salah satu desa yang Bekel (pemimpin) nya ikut bersama Mas Rempeg (Jogopati) dalam Perang Bayu untuk mengusir VOC-Belanda pada tahun 1771-1772.

Dengan demikian, Desa Tambong layak menyandang memiliki latar belakang sejarah yang cukup panjang.

Dalam Kamus Bahasa Using Hasan Ali, kata Tambong disebut sebagai salah satu jenis bambu, yakni Bambu Tambong.

Mungkin dahulu, saat pertama kali pemuka desa melakukan babat alas, di Tambong banyak ditemukan tumbuhan bambu jenis ini.

Bambu tersebut kemudian dimanfaatkan untuk bahan bangunan dan untuk mendirikan sarana umum lainnya.

Baca Juga: Simak Enam Cara Merawat Mobil Agar Harga Tetap Tinggi

Kala itu, bambu juga difungsikan untuk membangun jembatan untuk menuju Kutharaja Macanputih melalui sisi utara.

Lalu, siapakah pembabat desa Tambong?. Mungkin kita bisa mendapat petunjuk dari cerita rakyat setempat tentang tokoh bernama Ki Anggajaya.

Ki Anggajaya adalah orang pertama yang diyakini melakukan babat alas desa Tambong Krajan, di Gejoyo atau Kejoyo, dan Dusun Kebonsari.

Juga disebut nama Ki Reksa, bekel desa Tambong yang turut serta dalam Perang Bayu pada tahun 1771-1772.

Dalam Babad Tawangalun, disebutkan bahwa Raja Tawangalun yang pada saat itu menjadi Pangeran Kedhawung ke-V memilih mengalah kepada adiknya dan pindah ke Hutan Bayu bersama 40 orang pengikutnya.

Di hutan Bayu, Tawangalun bertapa di pangabekten yang terletak di kaki Gunung Raung.

Setelah tujuh malam bertapa, Ia mendengar suara gaib; “Seekor harimau putih akan membawanya ke hutan Sudimara. Tempat kerajaan yang baru; Macanputih.”

Baca Juga: Berkat Surat Al-Ikhlas, Seseorang Mampu Lunasi Hutang

Selama tujuh hari lamanya Tawangalun berjalan, dan kemudian bertemu dengan Macanputih yang disebut dalam suara gaib.

Dengan naik Macanputih, akhirnya Tawangalun sampai di hutan Sudimara. Selanjutnya bersama penduduk Bayu, Sang Pangeran Kedhawung V membangun sebuah kota baru di hutan Sudimara antara tahun 1655-1661 selama lima tahun sepuluh bulan.

Saat itu, Ibu Kota Blambangan kemudian dipindahkan ke Sudimara yang kemudian dikenal dengan nama Kutha Macanputih.

Penduduk dari Kuthadawung di Paleran Umbulsari Jember yang berada di barat Gunung, kemudian menyusul pindah ke Kutha Macanputih di timur Gunung.

Semakin lama semakin banyak penduduk yang ikut pindah hingga mencapai lebih dari 2.000 jiwa dan mendirikan desa-desa baru.

Baca Juga: Berikut Syarat Guru Honorer Dapat Gaji Dana BOS

Seletah Kutharaja Macanputih dibangun dalam waktu lima tahun. Lima tahun berikutnya, antara tahun 1660-1665, menyusul dibangun desa-desa penyangga seperti Sratian (Sraten), Alihan (Aliyan), Gelintang (Gintangan), Tambong dan yang lain yang masuk dalam kawasan Jawi kutha.

Pengembangan Kutharaja ke arah utara dilakukan oleh tokoh bernama Ki Anggajaya.

Kemungkinan besar dia adalah salah satu pejabat kerajaan yang mendapat bagian tanah di sebelah utara sungai.

Wilayah yang banyak ditumbuhi Bambu Tambong itu kemudian dikenal dengan Padukuhan Tambong.

Baca Juga: 10 Wilayah Paling Romantis di Indonesia

Editor: Dian Effendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x