Mengenal Wong Agung Wilis, Pejuang Blambangan Tanpa Gelar Pahlawan

- 5 Agustus 2020, 07:30 WIB
Lukisan kuno menggambarkan wilayah Blambangan.*/
Lukisan kuno menggambarkan wilayah Blambangan.*/ /Banjoewangi Tempo Doeloe

RINGTIMES BANYUWANGI - Wong Agung Wilis atau dikenal juga sebagai Mas Sirna adalah pemimpin Belambangan pada tahun 1764-1778, ayahnya bernama Pangeran Mas Sepuh/Prabu Danurejo dan Ibunya adalah Mas Ayu Kabakaba, seorang putri dari kerajaan Mengwi, Bali.

Mas Sirna pertama kali mendapat gelar  Pangeran ketika dilantik oleh kerajaan Bali, sejak saat itulah namanya berganti menjadi Pangeran Agung Wilis atau lebih dikenal dengan sebutan Wong Agung Wilis.

Ketika kembali dari Bali, Wong Agung Wilis diangkat menjadi penguasa Blambangan oleh VOC.

Baca Juga: Sembuh dari Covid-19, Pasien Beresiko Lebih Tinggi Alami Gangguan Kejiwaan

Ia membiarkan dirinya diangkat oleh VOC karena telah merencanakan siasat untuk menarik simpati VOC dan jika pasukan telah terhimpun maka akan dilakukan perlawanan.

Dikutip ringtimesbanyuwangi dari Banjoewangi Tempo Doeloe, tanggal 23 Maret 1767, dibawah pimpinan Kapten Alperes Adrianus Van Rijke (pengganti E. Blank) untuk pertama kalinya Bendera Belanda berkibar di Teluk Pampang.

Hal tersebut otomatis memicu kemarahan pihak Blambangan yang dipimpin Pangeran Blambangan Agung Wilis.

Baca Juga: Kritisi Kebijakan Presiden Jokowi Terkait Covid-19, Demokrat: Ini Bentuk Pengalihan Isu

Pada 30 September 1767 ia mulai menghimpun kekuatan untuk melawan VOC yang mulai menduduki Blambangan. Silsilah keturunan yang dimilikinya mempermudah dalam penghimpunan kekuatan ini.

Bulan oktober 1767, kompeni mendatangkan 50 prajurit Eropa dan 200 prajurit pribumi, bantuan dari Lumajang dibawah pimpinan Kapten Wipperman.

Pada 18 Februari 1768 Kapten Maurer, Skipper Pietersz, Letnan Diest, dan Letnan Wipperman mulai menggempur Kutharaja. Namun pasukan kompeni itu dapat dipukul mundur.

Baca Juga: Sempat Ingin Cerai dengan Raffi Ahmad, Nagita Slavina Selalu Menangis Habis Shalat

Dalam peristiwa itu, sekitar 150 penduduk sipil tewas dan terluka membela kehormatan negeri dan rajanya.

Pasukan Belambangan berhasil mengepung benteng Belanda pada tanggal 24 April 1768, namun setelah itu Gezaghebber Joan Everard bersama Kapten Vermehr dan Letnan Hounold menuju Blambangan dengan membawa 102 prajurit Eropa dan 2.232  prajurit pribumi untuk membantu pasukan kompeni yang terkepung di Banyualit.

Awal mei 1768 mereka tiba di Banyualit dan segera membombardir prajurit Blambangan dari laut untuk menyelamatkan prajurit Belanda yang terkepung dalam Benteng mereka sendiri. Ratusan pejuang Blambangan gugur dalam serangan ini.

Baca Juga: Lahirnya Cucu Keempat Presiden Jokowi, Bobby Nasution Berikan Bocoran Nama Sang Bayi

Pada 14 mei 1768, Armada Gezaghebber Joan Everard (1767-1772) menuju Teluk Pampang untuk merebut kembali Benteng kompeni di Teluk Pampang.

Peperangan di Teluk Pampang terjadi antara pasukan Letnan Hounold yang membawahi 60 serdadu Eropa dan 100 prajurit pribumi melawan pasukan Blambangan.

Pasukan Blambangan terdesak di beberapa kubu pertempuran. Di Banyualit dimana Agung Wilis memimpin sendiri perjuangan juga kalah, disana lah kelicikan kompeni dimulai dengan memanfaatkan penghianat untuk melacak keberadaan Agung Wilis.

Baca Juga: [UPDATE] Kasus Covid-19 per 4 Agustus 2020 Naik Sebanyak 115.056 Orang

Agung Wilis ditangkap, kemudian diasingkan ke Pulau Endam/Damar Besar di utara Batavia dan dipindahkan ke Pulau Banda di Maluku.

Namun berkat bantuan para pengikutnya dan masyarakat Pulau Banda yang bersimpati kepada Wong Agung Wilis, ia akhirnya bisa lolos dari Penjara Rosingain (tempatnya diasingkan) dan lari ke Pulau Seram dan kemudian berlayar ke Bali.

Wong Agung Wilis meninggal di Mengwi, Bali pada tahun 1780 karena usianya yang sangat lanjut.***

Editor: Dian Effendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x