Biografi Sutan Syahrir, Perintis Kemerdekaan Berjuluk Bung Kecil Yang Berjasa

- 29 Agustus 2020, 17:45 WIB
Sutan Syahrir, sang perintis kemerdekaan yang dijuluki Bung Kecil berjiwa besar
Sutan Syahrir, sang perintis kemerdekaan yang dijuluki Bung Kecil berjiwa besar /

RINGTIMES BANYUWANGI - Sutan Syahrir atau lebih akrab dipanggil ‘Bung Kecil‘ oleh rekan-rekan seperjuangan merupakan Perdana Menteri pertama Indonesia.

Sutan Syahrir juga merupakan seorang intelektual, perintis, dan revolusioner kemerdekaan Indonesia sehingga ia sering dijuluki Bung Kecil Yang Berjasa Besar.

Mengenai biografi Sutan Syahrir, si Bung Kecil Yang Berjasa Besar, ia lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat pada tanggal 5 Maret 1909.

Baca Juga: Jadwal Bioskop Trans TV Sabtu, 29 Agustus, Mulai The Host

Sutan Syahrir lahir dari pasangan Mohammad Rasad gelar Maharaja Soetan bin Soetan Leman gelar Soetan Palindih dan Puti Siti Rabiah yang berasal dari Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat.

Keluarga Sutan Syahrir merupakan keluarga yang terpandang di Sumatera, ayahnya menjabat sebagai penasihat Sultan Deli dan juga kepala jaksa pada masa pemerintahan kolonial Belanda.

Dikutip ringtimesbanyuwangi.com dari buku Pahlawan Nasional Indonesia karya Nur Asiah, Sutan Syahrir memulai pendidikannya di sekolah dasar (ELS) dan sekolah menengah (MULO) terbaik di Medan.

Baca Juga: Tayang Malam ini di Bioskop Trans TV, Berikut Sinopsis Film Come and Find Me

Pada 1926, Sutan Syahrir menyelesaikan studinya di MULO dan masuk sekolah lanjutan atas (AMS) di Bandung.

Sutan Syahrir aktif dalam klub debat di sekolahnya. Pada 20 Februari 1927, Sutan Syahrir termasuk dalam sepuluh orang penggagas pendirian himpunan pemuda nasionalis, Jong Indonesie.

Perhimpunan itu kemudian berubah nama jadi Pemuda Indonesia yang menjadi motor penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia.

Baca Juga: Cerita Dongeng Anak, Kegigihan dan Mengalahkan Rasa Takut

Sutan Syahrir melanjutkan pendidikan ke negeri Belanda di Fakultas Hukum, Universitas Amsterdam, Leiden.

Sutan Syahrir juga aktif dalam Perhimpunan Indonesia (Pl) yang ketika itu dipimpin oleh Mohammad Hatta.

Setelah kembali ke Indonesia, Sutan Syahrir segera bergabung dalam organisasi PNI Baru, dan dilantik menjadi  ketua pada Juni 1932.

Baca Juga: Berikut Rekomendasi Video Lucu, Video Tik Tok Mengisi Waktu Luang Anda

Sutan Syahrir terjun aktif dalam pergerakan buruh, la memuat banyak tulisannya tentang perburuhan dalam Daulat Rakyat.

la juga kerap berbicara perihal pergerakan buruh dalam forum forum politik. Akhirnya pada Mei 1933, Sutan Syahrir didaulat menjadi Ketua Kongres Kaum Buruh Indonesia.

Pada Februari 1934, pemerintahkolonial Belanda menangkap, memenjarakan, kemudian membuang Sutan Syahrir, Moh. Hatta, dan beberapa pemimpin PNI Baru ke Boven Digul.

Sutan Syahrir kemudian dipindahkan ke Banda Neira untuk menjalani masa pembuangan selama enam tahun.

Baca Juga: Lirik Lagu Dangdut Kartonyono Medot Janji Oleh Denny Caknan

Pada November 1945, diusianya yang ke 36 tahun, Sutan Syahrir ditunjuk oleh Presiden Soekarno menjadi formatur kabinet parlementer.

Pada usianya yang ke 36 tahun, Sutan Syahrir memperjuangkan kedaulatan Republik Indonesia, sebagai Perdana Menteri termuda di dunia, merangkap Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri.

Pada tanggal 2 Oktober 1946, Sutan Syahrir melanjutkan Perundingan Linggarjati, hasil dari perundingan itu ditandatangani pada tanggal 15 November 1945.

Pada 14 Agustus 1947 Syahrir berpidato di muka sidang Dewan Keamanan PBB. Beberapa surat kabar menamakan Syahrir sebagai The Smiling Diplomat.

Baca Juga: Sering Diabaikan, Inilah Fakta Jika Anda Bangun Pagi

Syahrir mewakili Indonesia di PBB selama 1 bulan, dalam 2 kali sidang. Pimpinan delegasi Indonesia selanjutnya diwakili oleh Lambertus Nicodemus Palar.

Selepas memimpin kabinet, Sutan Syahrir diangkat menjadi penasihat Presiden Soekarno sekaligus Duta Besar Keliling.

Pada tahun 1948 Sutan Syahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI) sebagai partai alternatif selain partai lain yang tumbuh dari gerakan komunis internasional, Meskipun PSI berhaluan kiri dan mendasarkan pada ajaran Marx-Engels, namun ia menentang sistem kenegaraan Uni Soviet.

Baca Juga: Selama Agustus 2020, PLN Listriki 20 Desa Terpencil di NTT

Tahun 1955 PSI gagal mengumpulkan suara dalam pemilihan umum pertama di Indonesia. Setelah kasus PRRI dan P 51 tahun 1958, hubungan Sutan Syahrir dan Presiden Soekarno memburuk sampai akhirnya PSI dibubarkan tahun 1960.

Pada tahun 1962, Sutan Syahrir ditangkap dan dipenjarakan tanpa diadili sampai tahun1965. Setelah itu Syahrir dizinkan untuk berobat ke Zurich dan akhirnya meninggal di Swiss pada tanggal 9 April 1966.

Atas jasa-jasanya kepada bangsa Indonesia Sutan Syahrir dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada tanggal 9 April 1966 sesuai dengan S.K. Presiden RI No. 76/Tahun 1966.***

Editor: Dian Effendi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x