Pria ini Gugat Perusahaan yang Tak Izinkan Salat Lima Waktu

29 Juni 2020, 11:22 WIB
ILUSTRASI Salat di rumah. /PIXABAY/rudolf_langer

 


RINGTIMES BANYUWANGI – Seorang pria muslim di Indianapolis, AS menggugat dua perusahaan atas tuduhan diskriminasi agama.

Ia diberhentikan dari pekerjaannya pada tahun 2019 lalu diberhentikan dari pekerjaannya hanya karena memohon izin untuk melaksanakan salat lima waktu.

Dikutip ringtimesbanyuwangi.com dari Pikiranrakyat-bekasi.com, melansir dari Indy Star, E’Lon Brown (37 tahun) mengatakan dua perusahaan telah melakukan tindak diskriminasi dengan tidak memberinya izin untuk mengambil jeda di sela-sela jam kerja untuk melaksanakan salat jumat.

Baca Juga: Lahir Tanpa Kaki dan Tangan, Dokter di India Terkejut Muncul Kelainan Tetra-Amelia

Perusahaan yang ia gugat bernama Automatic Distributors Corp dan StaffMax.

Pada Senin, 22 Juni 2020, Brown melaporkan kejadian tersebut ke Komisi Ketenagakerjaan Amerika Serikat serta Komisi Hak Sipil di Indianapolis.

Sebelum dipecat, Brown bekerja di Automatic Distributors melalui agen kepegawaian StaffMax. saat itu Ia bekerja sebagai petugas pengemasan barang.

Mendengar laporan Brown, pimpinan StaffMax, Martin Cain langsung membantah tuduhan tersebut, dan mengatakan tidak pernah melarang Brown beribadah.

“Kami sangat mendukung hak-hak ketenagakerjaan yang telah disahkan melalui undang-undang oleh Pemerintah Indianapolis. Kasus tuduhan diskriminasi agama yang dilaporkan Brown merupakan yang pertama kalinya bagi kami” tutur Martin Cain.

Berita ini sebelumnya telah terbit di Pikiranrakyat-Bekasi.com dengan judul Tak Diizinkan Salat 5 Waktu di Lokasi Kerja, Pria Muslim Gugat Perusahaan ke Pengadilan

Awalnya Brown menjelaskan kepada pihak perusahaan bahwa dia harus menghabiskan waktu setidaknya 10 menit setiap kali menjalankan salat serta memohon keringanan satu jam setiap minggu untuk salat jumat berjemaah di luar lokasi kerjanya yang hanya berjarak lima menit.

Merasa diperlakukan tidak adil, Brown juga melaporkan kejadian yang dialaminya kepada komite keagamaan terkait.

Kemudian salah satu pemuka agama menyebut perusahaan telah melakukan kejahatan yang bersifat rasial. Namun, StaffMax tetap berkilah dengan tuduhan tersebut.

Perusahaan balik mengatakan, seharusnya Brown mengajukan permohonan untuk bisa melaksanakan salat lima waktu saat proses wawancara kerja dan bukan setelah kontraknya dimulai.

Baca Juga: Cuma Butuh Rp 6 Triliun untuk Kuasai Indonesia, Bayar Partai Pendukung

“Hal-hal seperti ini seharusnya dikomunikasikan kepada kami saat karyawan belum mulai bekerja,” tutur pihak StaffMax.

Brown bersikeras permohonan tersebut sempat diajukannya kepada dua orang koordinator, tetapi mereka menolaknya dengan alasan jika perusahaan memberikan keringanan kepada Brown maka semua karyawan harus mendapat hak yang setara.

Setelah mendapat penolakan saat proses wawancara, Brown terus berusaha untuk mengajukan keringanan melaksanakan Salat ke pimpinan, namun kembali ditolak hingga akhirnya ia dipecat.

Gugatan yang dilayangkan Brown ialah, StaffMax melanggar Undang-Undang Nomor VII Tahun 1964 tentang Hak Sipil atas kasus diskriminasi berdasarkan agama seseorang.*** (Ahlaqul Karima Yawan/Pikiran Rakyat Bekasi)

Editor: Sophia Tri Rahayu

Sumber: Pikiran Rakyat Bekasi

Tags

Terkini

Terpopuler