Tenaga Ahli Independen PBB Menyebutkan Korea Utara Terus Kembangkan Miniatur Nukilr

4 Agustus 2020, 10:45 WIB
Ledakkan senjata nuklir. (Gambar: Daily Star) /

RINGTIMES BANYUWANGI - Di dalam sebuah laporan pada Senin 3 Agustus 2020, telah dinyatakan 15 tenaga ahli Komite Sanksi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Korea Utara Independen mengklaim bahwa, Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK) melanggar sanksi dan kemungkinan mengembangkan miniatur perangkat nuklir untuk dipasang pada hulu ledak rudal balistik.

"Republik Rakyat Demokratik Korea sedang melanjutkan program nuklirnya, termasuk meningkatkan produksi uranium dan pembangunan reaktor air ringan eksperimental. Sebuah Negara Anggota menilai bahwa Republik Rakyat Demokratik Korea sedang melanjutkan produksi senjata nuklir,” menurut laporan rahasia yang diamati oleh Reuters seperti dilansir Sputniknews, Selasa 4 Agustus 2020.

Laporan sementara tersebut juga merinci bahwa beberapa negara percaya Pyongyang telah "mungkin mengembangkan perangkat nuklir miniatur agar sesuai dengan hulu ledak rudal balistiknya."

Baca Juga: Timnas Masih Belum Memulai Latihan Bersama Karena Menunggu Hasil Tes Swab

Berita ini sebelumnya telah terbit di Galamedianews.com dengan judul Ukraina Terlibat, Tenaga Ahli Independen PBB Sebut Korea Utara Terus Kembangkan Miniatur Nuklir

Kemudian, dokumen tersebut dilaporkan mengungkapkan bahwa banyak negara yang tidak disebutkan namanya di PBB percaya bahwa enam uji coba nuklir Korea Utara telah dikaitkan dengan upaya untuk mengembangkan perangkat nuklir miniatur itu.

Rudal balistik antarbenua Hwasong-14 terlihat dalam foto tak bertanggal yang dirilis oleh Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) Korea Utara di Pyongyang 5 Juli 2017. Awal bulan ini, para pakar intelijen percaya perusahaan ruang angkasa Ukraina mungkin terlibat dalam transfer teknologi rudal ke Pyongyang.

Satu negara, yang juga tidak disebutkan namanya dalam laporan itu, menilai bahwa DPRK "mungkin berusaha untuk mengembangkan miniaturisasi lebih lanjut untuk memungkinkan penggabungan peningkatan teknologi seperti paket bantuan penetrasi atau, berpotensi, untuk mengembangkan beberapa sistem hulu ledak."

Baca Juga: LAGU POP : Lirik Lagu 'Lebih Baik Darinya' oleh Agatha Chelsea

Baru pekan lalu, pemimpin Korea Utara Kim Jong-un menegaskan bahwa senjata nuklir berfungsi sebagai pencegah yang "dapat diandalkan dan efektif" terhadap "tekanan intensitas tinggi dan ancaman militer dan pemerasan oleh kaum reaksioner imperialistik dan pasukan musuh."

KOREA Utara menyatakan pada Selasa (9/6/2020) bahwa pihaknya akan memutus saluran komunikasi dengan Korea Selatan sebagai langkah pertama untuk memutus kontak secara total, demikian Kantor Berita Korea Utara KCNA melaporkan.


Dalam beberapa hari ini, Korea Utara mengomel serta mengancam untuk menutup kantor penghubungan kedua negara dan proyek lainnya jika Korea Selatan tidak juga berhenti mengirimi selebaran kepada "para pembangkang Korea Selatan" di Utara.

Baca Juga: Kisruh Jember: Faida Maju sebagai Calon Independen, 11 Parpol Siap Menjegal


Sejumlah pejabat tinggi Korea Utara, termasuk Kong Yo Jong--saudari Kim Jong Un, dan wakil ketua Komite Sentral Partai Buruh Korea, Kim Yong Chol, mengatakan bahwa "sikap terhadap Korea Selatan mesti diubah layaknya sikap terhadap musuh," sebagaimana dikutip dari KCNA.


Sebagai langkah awal, mulai tengah hari ini, Korea Utara akan menutup jalur komunikasi di kantor penghubung antarnegara serta saluran komunikasi antara kantor militer dan kepresidenan kedua negara.


Pengumuman resmi itu menandai kemunduran pada relasi keduanya di tengah upaya untuk meyakinkan Korea Utara agar menghentikan program nuklir dengan "imbalan" pelonggaran sanksi internasional.

Baca Juga: Mengenali Tiga Macam Darah Kewanitaan Menurut Perspektif Fiqih


Secara teknis, kedua Korea masih berada dalam kondisi perang karena Perang Korea, 1950-1953, berakhir dengan perjanjian gencatan senjata, bukan perjanjian damai.


Dalam laporannya, KCNA menulis bahwa rakyat Korea Utara "merasa jengkel dengan perilaku pemerintah Korea Selatan yang berbahaya dan licik, yang dengan pihak mereka kami masih punya banyak hal untuk diselesaikan."


KCNA juga menuduh pemerintah Korea Selatan secara tak bertanggung jawab telah membuat "para pembangkang" merusak martabat kepemimpinan agung Korea Utara.

Baca Juga: Kucing Tahanan Pengedar Narkoba Lolos, Sri Lanka Marak Penyelundupan narkoba menggunakan hewan


"Kami telah mencapai keputusan bahwa tidak perlu lagi untuk duduk bersama dengan pemerintah Korea Selatan, serta tidak ada pula isu yang bisa dibahas dengan mereka, karena mereka hanya akan menimbulkan kecemasan saja," tulis KCNA.


Menanggapi hal itu, Daniel Wertz, manajer program organisasi non-pemerintah Komite Nasional Korea Utara (NCNK) yang berbasis di AS, menilai bahwa Korea Utara memunculkan nuansa mempertinggi risiko ketegangan antara kedua negara.


"Saluran komunikasi yang lancar paling dibutuhkan dalam masa krisis, dan karena itulah Korea Utara memutusnya untuk menciptakan nuansa risiko yang lebih tinggi. Bagi Korea Utara, hal itu sudah biasa dilakukan, namun juga bisa berbahaya," kata Wertz dalam cuitan di Twitter.***( Dicky Aditya/Galamedianews)

Editor: Sophia Tri Rahayu

Sumber: Galamedianews

Tags

Terkini

Terpopuler