Ilmuwan Sebut Satwa Liar di Masa Depan, Covid-19 Bukan Yang Terakhir

- 10 Juni 2020, 17:40 WIB
ILUSTRASI covid-19 atau virus corona yang bermutasi.*
ILUSTRASI covid-19 atau virus corona yang bermutasi.* /AFP/

RINGTIMES BANYUWANGI – Para ilmuwan meyakini bahwa penyebab COVID-19 bukan pandemi terakhir. Mereka percaya bahwa pandemi lain akan kembali terjadi selama manusia hidup.

Selain itu, para ilmuwan juga percaya, sama dengan Covid-19, pandemi yang akan muncul nantinya adalah virus yang berasal dari binatang.

“Kita telah menciptakan ‘badai’ untuk penyakit dari satwa liar yang menyebar ke manusia dan menyebar dengan cepat ke seluruh dunia,” kata para ilmuwan yang memperingatkan.

 Baca Juga: Empat Orang Pegawai Pemkot Bogor Dinyatakan Positif Covid-19

Pandangan ini datang dari para ahli kesehatan global yang mempelajari tentang bagaimana dan di mana penyakit baru muncul.

Sebagai bagian dari upaya itu, mereka sekarang mengembangkan sistem pengenalan pola untuk memprediksi penyakit hewan liar mana yang paling berisiko bagi manusia.

Pendekatan ini dipimpin oleh ilmuwan dari Universitas Liverpool, Inggris, namun itu merupakan bagian dari upaya global untuk mengembangkan cara, mempersiapkan dengan baik penangangan pandemi di masa mendatang.

Baca Juga: Demonstran Protes George Floyd Meninggal Dunia, Ditembak Gas Air Mata

"Dalam 20 tahun terakhir, kita memiliki enam ancaman signifikan - SARS, MERS, Ebola, flu burung, dan flu babi," ujar Profesor Matthew Baylis dari Universitas Liverpool seperti dilansir dari BBC News oleh Pikiranrakyat-Bekasi.com pada Selasa, 9 Juni 2020.

"Kita telah menghindari lima peluru, namun yang keenam mengenai kita. Dan ini bukan pandemi terakhir yang akan kita hadapi, jadi kita perlu untuk menilik penyakit dari alam liar secara lebih dekat,” katanya.

Sebagai bagian dari pemeriksaan ini, ia dan koleganya telah merancang sistem pengenalan pola prediksi yang dapat menyelidiki basis data yang luas tentang penyakit alam liar yang sudah kita ketahui.

Baca Juga: Pemerintah Swedia Dinilai 'Gagal Total' Tangani Virus Corona

Dari ribuan bakteri, parasit dan virus yang telah diketahui sains, sistem ini mengidentifikasi petunjuk yang terkubur dalam jumlah dan jenis spesies yang mereka infeksi.

Dia menggunakan petunjuk-petunjuk tersebut untuk menyorot mana yang paling mengancam manusia.

Jika sebuah patogen ditandai sebagai prioritas, para ilmuwan bisa langsung melakukan penelitian untuk menemukan pencegahan atau perawatan sebelum wabah terjadi.

Baca Juga: Tiongkok Akhirnya Larang Trenggiling Dijadikan Obat Tradisional

"Ini akan menjadi langkah lain, selain mencari tahu penyakit mana yang bisa menjadi pandemi, namun kita telah membuat kemajuan dalam langkah pertama ini," ujar Baylis.

Banyak ilmuwan menyepakati bahwa perilaku kita - khususnya penggundulan dan perambahan hutan yang kita lakukan dan mempengaruhi habitat satwa liar yang beragam - membantu penyakit menyebar dari hewan ke manusia lebih sering.

Menurut Profesor Kate Jones dari University College London, bukti secara luas menunjukkan bahwa ekosistem yang diubah manusia menjadi ekosistem dengan keanekaragaman hayati yang lebih rendah, seperti lanskap pertanian atau perkebunan, sering dikaitkan dengan peningkatan risiko banyak infeksi pada manusia.

Baca Juga: AS dan Negara Sekutu Barat Resmi Bentuk Aliansi Anti-Tiongkok

Berita ini sebelumnya telah terbit di pikiran-rakyat bekasi.com dengan judul Pandemi COVID-19 Bukan yang Terakhir, Ilmuwan: Akan Ada yang Baru dari Satwa Liar di Masa Depan

"Itu bukan satu-satunya masalah dalam semua penyakit. Tetapi jenis-jenis satwa liar yang paling toleran terhadap gangguan manusia, seperti spesies hewan pengerat tertentu, sering tampak lebih efektif dalam mentransmisikan patogen,” tuturnya.

Jadi, dia menambahkan, hilangnya keanekaragaman hayati dapat menciptakan lanskap yang meningkatkan kontak manusia-satwa liar yang berisiko dan meningkatkan kemungkinan virus, bakteri, dan parasit tertentu menyebar ke manusia.

Ada wabah tertentu yang telah menunjukkan risiko ini di "pertemuan" antara aktivitas manusia dan satwa liar dengan kejelasan yang menghancurkan.

Baca Juga: 4 Pegawai Pemkot Bogor Dinyatakan Positif Covid-19, 1 Warga Kabupaten

Dua kucing New York jadi hewan peliharaan pertama di AS yang positif Covid-19 dari manusia di rumah. Hewan kucing dan singa menjadi yang paling banyak terdampak virus corona, berpacu menemukan hewan yang jadi sumber penularan penyakit.

Sementara itu, dalam wabah pertama virus Nipah pada tahun 1999 di Malaysia, infeksi virus - yang dibawa oleh kelelawar buah - meluas ke peternakan babi besar yang dibangun di tepi hutan.

Kelelawar buah liar yang diberi makan di bawah pohon buah-buahan, kemudian buah sisanya yang dimakan oleh babi mengandung air liur dari kelelawar.

Baca Juga: Wisata Candi Borobudur dan Prambanan Kembali Dibuka Mulai 8 Juni 2020

Lebih dari 250 orang yang bekerja dalam kontak dekat dengan babi kemudian terinfeksi virus. Lebih dari 100 orang meninggal dunia akibat infeksi virus tersebut.

Angka fatalitas kasus dari virus korona masih muncul, tetapi perkiraan saat ini di angka sekitar 1 persen. Virus nipah membunuh 40 hingga 75 persen orang yang terinfeksi.

Kelelawar buah liar yang diberi makan di bawah pohon buah-buahan, kemudian buah sisanya yang dimakan oleh babi mengandung air liur dari kelelawar.

Lebih dari 250 orang yang bekerja dalam kontak dekat dengan babi kemudian terinfeksi virus. Lebih dari 100 orang meninggal dunia akibat infeksi virus tersebut.

Baca Juga: Penggunaan Makser yang Baik dan Benar,Berikut Saran dari Dokter Reisa

Angka fatalitas kasus dari virus korona masih muncul, tetapi perkiraan saat ini di angka sekitar 1 persen. Virus nipah membunuh 40 hingga 75 persen orang yang terinfeksi.

Profesor Eric Fevre dari Universitas Liverpool dan International Livestock Research Institute di Nairobi, Kenya, mengatakan para peneliti perlu terus-menerus mengawasi daerah-daerah di mana ada risiko akan wabah penyakit lebih tinggi.

Petani di pinggir hutan dan pasar tempat hewan diperjual-belikan, adalah wilayah perbatasan antara manusia dan alam liar yang abu-abu, dan itu menjadi tempat di mana penyakit lebih sering muncul.

Baca Juga: Simak! Berikut ini adalah Tips Untuk Menghindari Rambut Rontok

"Kita harus terus-terusan mengawasi pertemuan ini dan memiliki sistem yang bekerja untuk merespons jika kita melihat sesuatu yang tak biasanya, seperti wabah penyakit yang tiba-tiba muncul di lokasi tertentu,” katanya(Puji Fauziah).

Editor: Galih Ferdiansyah

Sumber: Pikiran Rakyat Bekasi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah