Sebuah tindakan penyeimbangan yang semakin menyiksa sejak penarikan Washington pada 2018 dari kesepakatan nuklir multilateral dengan Teheran.
Perancis merupakan negara Eropa yang tetap menjadi pendukung utama perjanjian 2015.
Reporter Al Jazeera, Dorsa Jabbari, melaporkan dari Baghdad, bahwa kunjungan Emmanuel Macron merupakan langkah penting, terutama sejak Irak terperangkap di antara dua sekutunya yang tengah berselisih satu sama lain.
Mustafa Al-Khadhimi yang didukung oleh Amerika Serikat, menjabat pada 7 Mei ketika hubungan Baghdad dengan Washington tidak stabil.
Seperti para pemimpin Irak sebelumnya, dia harus berjalan di atas tali di tengah persaingan antara Amerika Serikat dan Iran.
Pembunuhan terhadap Jenderal Iran Qassem Soleimani dan pemimpin milisi Irak, Abu Mahdi al-Muhandis, oleh Amerika Serikat di Baghdad pada bulan Januari lalu mendorong tuntutan legislator Syiah agar pasukan Amerika Serikat meninggalkan Irak.
Baca Juga: Gejala dan Tingkatan Kanker Limfoma Hodgkin, Penyakit yang Menyerang Carla Suarez Navarro
Mustafa Al-Khadimi mengunjungi Washington bulan lalu, dimana ia mengadakan pembicaraan dengan Presiden Donald Trump.
Ia mengatakan, pemerintahannya berkomitmen untuk mengenalkan reformasi keamanan ketika kelompok milisi penghianat melakukan serangan hampir setiap hari terhadap kursi pemerintahannya.
Krisis lain, bagi Mustafa al-Kadhimi, termasuk pemotongan kas negara di negara yang bergantung pada minyak mentah itu menyusul penurunan harga yang parah, menambah kesengsaraan ekonomi yang sudah berjuang di tengah pandemi.***